Menyusuri setiap jalanan yang begitu ramai pengendara, tak membuat satu pengemudi ini merasa lelah. Dia masih terus menancap gasnya, dengan kecepatan sedang. Fikirannya yang terus berkecamuk, membuat dia kerap kali berdecak kesal, menggeram amarah, dan tak jarang mengacak rambutnya frustasi.
Entah sudah berapa tempat yang dia kunjungi, tapi seseorang yang dia cari masih belum menunjukkan batang hidungnya. Bahkan, ponselnya sejak tadi masih tak bisa dihubungi. Membuat berbagai kemungkinan-kemungkinan buruk, menghampiri kepalanya yang nyaris pecah karena rasa khawatir.
“Di mana kamu, Ras!!!” teriak pria itu dengan penuh amarah.
Tangannya mencengkeram stir dengan erat. Amarah dan khawatir menjadi satu. Apalagi saat bayang-bayang mimpi buruknya itu, membuat dia benar-benar ingin bunuh diri saja saat ini juga.
Satu tujuan yang akan dia datangi saat ini. Yaitu, pantai. Tempat kesukaan istrinya, bahkan dari sebelum mereka menikah.
Pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Fahmi, spontan menghentikan mobilnya saat melihat mobil Laras terparkir tak jauh dari pantai.
Dengan nafas memburu, Fahmi turun dari mobilnya. Mencari Laras ke sekitar pantai dengan langkah lebar. Sesekali dia berlari. Namun, hasilnya nihil. Tak tahu sudah berapa menit dia mengelilingi pantai ini, tapi dia tak menemukan Laras.
“Cari siapa, Pak?”
Fahmi mengalihkan pandangan pada pria paruh baya yang berdiri di sampingnya. Sebelum menjawab, Fahmi menghembuskan nafas berat beberapa kali.
“Istri saya, Pak,” lirih Fahmi dengan denyutan nyeri di hatinya.
"Ini fotonya, Pak," lanjut Fahmi sambil memperlihatkan foto Laras di layar ponselnya.
“Nah, iya, Pak. Ini perempuan yang tadi saya lihat. Dia sudah ada di sini dari sehabis subuh. Tapi, dia sudah di bawa sama laki-laki. Mungkin ke rumah sakit. Soalnya tadi dia pinsan, Pak," jelas pria paruh baya itu.
“Pinsan, Pak?!" panik Fahmi dengan suara tercekat. Namun, bukan itu yang membuat Fahmi menahan nafasnya kali ini. Melainkan penjelasan pria paruh baya di hadapannya, yang mengatakan kalau Laras dibawa pergi oleh laki-laki.
"Iya, Pak. Saya kira tadi dia suaminya. Karena kelihatan panik sekali waktu istri Bapak pinsan," jujur pria itu lagi.
Fahmi mengepalkan tangannya erat. Nafasnya kembali memburu. Siapa lagi pria yang bersama Laras kali ini? Apa masih pria yang sama dengan kejadian di pantai beberapa bulan yang lalu? Pria yang menunjukkan rasa sukanya pada Laras. Siapa lagi kalau bukan ... Syarif.
Fahmi menghembuskan nafas berat. Dia menatap pria paruh baya itu. "Terimakasih, Pak," ujarnya, yang kemudian melangkah kakinya meninggalkan pantai dengan segala amarah dan sumpah serapah pada pria bernama Syarif itu.
Fahmi menghentikan langkahnya, ketika mendengar notifikasi masuk.
'Rumah Sakit Dharma Nugraha'
Begitu isi pesannya. Pesan yang dikirimkan oleh sekertarisnya.
"Kamu kembali memancing amarahku, Laras! Apa belum cukup peringatanku saat itu?!" geram Fahmi.
Sedangkan di tempat lain, seorang wanita terbaring lemas. Sudah dua jam ini dia sadar dari pinsan, tapi tubuhnya yang benar-benar lemas, membuat dia hanya bisa membaringkan tubuhnya. Tangannya kembali ditusuk infus. Ah, lagi-lagi infus itu menusuk tangannya.
"Sudah sering di kasih tahu, jaga kesehatan baik-baik. Kamu ini sedang hamil, Ras. Fikirkan juga kondisi anak kamu. Anak kamu gak akan bertahan, kalau kamu gak bisa menjaga kesehatan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tangisan Senja
SpiritualFollow dulu, ya, sebelum baca .... Apa jadinya jika kebahagiaan dalam hubungan halal, harus lenyap seketika hanya karena orang ke tiga? Apa ada yang namanya keikhlasan, jika cinta yang awalnya utuh kini telah terbagi? Bertahan atau melepas? Keduany...