Tak ada yang berubah setiap harinya. Semuanya masih sama. Laras yang masih bersikap tak acuh padanya, juga Fahmi yang masih bersikap dingin padanya. Namun, semua itu tak jadi masalah bagi Nisa. Karena ada kebahagiaan yang beberapa bulan ini dia simpan sendiri.
"Nyonya, kayaknya gendutan deh," sapa Bi Minah sambil terkekeh saat Nisa baru saja sampai di dapur.
"Masa sih, Bi?" tanya Nisa pura-pura tak percaya. Dia mengambil piring kotor dan mulai mencucinya.
"Iya, Nya. Kayak orang lagi hamil gitu," tebak Bi Minah.
Sedangkan Nisa hanya tersenyum. Dia mengelus perutnya yang tertutup hijab. Kenangan malam itu kembali berputar dalam benaknya. Walaupun kejadiannya sudah empat bulan yang lalu, tapi semua yang terjadi pada malam itu masih terekam indah dalam ingatannya. Membuat pipinya kembali merona. Walaupun dia sedikit kecewa karena Fahmi hanya menyentuhnya malam itu. Empat bulan yang lalu.
Fahmi yang hendak mengambil air minum dikulkas, memilih diam sambil mendengarkan celotehan istri muda dengan pembantunya. Bahkan Nisa dan Bi Minah sama sekali tak menyadari kalau ada Fahmi yang berdiri tak jauh dari mereka.
Sedangkan tak jauh dari Fahmi berdiri, Laras juga sedang memperhatikan percakapan kedua orang itu dengan perasaan yang nyeri, sesekali dia melirik Fahmi yang sedang membelakanginya karena belum sadar akan keberadaannya.
"Nyonya hamil?" tanya Bi Minah lagi, karena dari tadi Nisa hanya cekikikan mendengar pertanyaan yang dilontarkan dari Bi Minah.
"Emang kelihatan yah, Bi? Padahal kan aku sudah pakai pakaian lebih besar dan jilbab yang lebih panjang dari biasanya." Nisa menghentikan tangannya yang sedang membilas piring, lalu tersenyum sumringah.
"Jadi bener, Nyonya hamil?" tanya Bi Minah antusias dengan senyum yang semakin mengembang.
Deg!
Fahmi mematung mendengar penuturan dari Nisa. Apa betul Nisa hamil? Tapi kenapa dia tidak memberitahu dirinya?
Laras pun hanya mematung mendengar jawaban Nisa. Hatinya semakin nyeri, matanya pun mulai memanas karena air mata yang siap untuk merebohkan pertahanannya lagi.
"Alhamdulillah, Bi. Sudah empat bulan," jawab Nisa sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit, tapi tak terlihat karena pakaian yang dia pakai sengaja berukuran lebih besar hanya untuk menutupi perutnya.
Pranggg!
Gelas digenggaman Fahmi jatuh begitu saja. Nisa dan Bi Minah terlonjak kaget, terlebih lagi Nisa yang merasakan sengatan ketika tiba-tiba Fahmi memeluknya dengan erat. Sedangkan Laras hanya bisa menahan isakkannya sambil memukul dadanya yang terasa begitu sesak hingga bernafaspun rasanya begitu sulit.
"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu hamil, Nis. Aku ini suamimu," lirih Fahmi setelah melepas pelukannya dan menatap Nisa dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Aku ... takut, Mas. Aku kira kamu gak akan terima anak ini ...." Nisa berucap dengan nada bergetar dan mata yang berkaca-kaca. Dia sengaja menyembunyikan kandungannya selama empat bulan ini hanya karena takut jika Fahmi tak mengharapkan anak darinya. Dia khawatir, setelah Fahmi mengetahui dia hamil, Fahmi akan semakin dingin padanya, dan diapun khawatir jika Laras mengetahuinya maka Laras akan semakin membencinya. Makanya sebisa mungkin dia menyembunyikan kandungan ini, walaupun selama ini dia harus menggunakan baju yang sangat lebar dan juga jilbab yang lebih panjang dari biasanya hanya untuk menyembunyikan perutnya yang sudah membuncit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tangisan Senja
SpiritualFollow dulu, ya, sebelum baca .... Apa jadinya jika kebahagiaan dalam hubungan halal, harus lenyap seketika hanya karena orang ke tiga? Apa ada yang namanya keikhlasan, jika cinta yang awalnya utuh kini telah terbagi? Bertahan atau melepas? Keduany...