Udah part 4 aja nih. Apa kabar semuanya?
Makasih yang udah mampir, semoga sehat selalu. Klik bintang dong hehehe..
Aku kasih yang manis-manis dulu sebelum yang pahit pahit.
Berbukalah dengan yang manis, nggak tau tengahnya nanti gimana..
Udah ah, kebanyakan ngoceh. Selamat membaca ❤️
___________________________________________Gumpalan kertas mendarat di meja Ayu. Dengan cepat, Ayu menyembunyikannya. Secara spontan kedua matanya yang sipit menatap dosen yang sedang mengajar di kelas. Untungnya, dosen itu sedang fokus menulis di papan tulis.
Ayu membuka gumpalan kertas itu. Di atas kertas putih yang lecek itu, tertera tulisan yang membuat Ayu melukis senyuman di wajah cantiknya. Dia hafal tulisan itu, surat dari Ari tempo hari, tertempel di dinding dekat meja belajarnya.
Setelah kelas, mau makan bakso di Mang Gomblo bersamaku?
-Ari-Beberapa malam ini, Ari selalu meneleponnya. Bahkan tanpa Ayu sadari, tepat pukul 8 malam, ia sudah duduk di sofa ruang keluarga, menanti telepon dari Ari.
Ayu segera menoleh pada pria yang duduk di serong kiri belakangnya. Ayu menjawab pertanyaan Ari dengan anggukan kepala. Ari tersenyum puas, dia menggoyangkan tangan, berjoget tak jelas tanpa musik. Sesederhana itu membuat Ari bahagia hanya karena gadis yang dia taksir, mau diajak makan bakso bersamanya.
"Ari Gunawan!" Pak Tejo, dosen Ekonomi Koperasi yang sedang mengajar, melempar kapur ke arah Ari.
Ayu melongo, karena melihat betapa cepat tubuh Ari menghindar sehingga potongan kapur itu tidak mengenainya dan justru mengenai Rudi, yang duduk di belakang Ari.
"Loh, salah saya apa, Pak?" Rudi mengelus dahinya yang terkena kapur. Poninya yang menutupi dahi, sedikit berwarna putih karena kapur papan tulis.
Pak Tejo menggelengkan kepalanya. "Maaf Rudi, bapak bukan ingin melempar kapur ke arahmu. Teman di depanmu itu, yang joget-joget tidak jelas, tidak mendengarkan saya bicara."
"Ari! Awas lo ya!" protes Rudi.
Ari hanya tertawa geli. "Iya, maaf Pak. Saya lagi senang, Ayu mau saya ajak makan di bakso Mang Gomblo."
Perkataan Ari membuat kelas menjadi ramai. Mahasiswa lainnya ikut bersorak menggoda Ari dan Ayu. Ayu melebarkan matanya, dia tidak percaya Ari akan segamblang itu. Dengan cepat, gadis itu menarik bukunya, dan menutupi sebagian wajahnya dengan buku, agar dia tak ikut dimarahi Pak Tejo.
"Sudah, jangan berisik. Ayo kita lanjutkan kuliahnya." Pak Tejo mengambil buku tebal di mejanya, dan memulai kembali kuliah yang sempat terganggu oleh Ari.
Ayu hanya bisa tersenyum melihat tingkah Ari tadi. Ajakan Ari tadi membuatnya ikut berbunga-bunga.
•••
"Ayu, kenapa kamu selalu ikat rambut kamu pakai pita putih?" Ari mengamati rambut Ayu yang terikat dengan pita berwarna putih. Rambut Ayu yang panjang sepunggung, terikat rapi dengan pita putih, sementara poninya sedikit terurai di dahinya.Ayu memegang pita rambutnya sekilas, lalu berkata, "Sudah kebiasaan sejak kecil, dan lagi warna putih itu netral. Jadi cocok sama baju warna apa saja."
Ari hanya menganggukkan kepalanya. Sebenarnya, pria itu tidak mempermasalahkan pita rambut Ayu. Dia hanya penasaran, dengan segala yang ada pada diri Ayu.
Ari melihat mangkuk baksonya yang hampir habis. Dia melanjutkan kegiatan makannya yang belum selesai. Biasanya Ari bisa makan dengan cepat, tapi kali ini dia memperlambatnya, menyeimbangi tempo makan Ayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )
Historical FictionTahun 1998. Indonesia yang kelam. Indonesia yang kacau. Ini bukan kisah sejarah maupun tentang politik. Ini kisah tentang dua insan manusia yang saling mencintai di tengah kekacauan negeri. Ayu Puspita, gadis cantik yang berasal dari keluarga turuna...