5 : Medan

247 67 89
                                    

Hai, masuk part 5 nih. Apa kabar semuanya?
Terima kasih yang sudah membaca.
Jangan lupa vote dan beri komentar yaa..

Semoga kalian sehat selalu ❤️

___________________________________________

"Yah, Ayu sekarang sudah punya pacar. Kemarin dikenalin sama Ibu." Retno bicara dengan Susanto, sambil menyiapkan sarapan di meja makan.

Susanto, ayah Ayu, yang tengah membaca koran, melebarkan matanya. Seketika, dia melipat koran itu dan diletakkan di atas meja.

"Yang benar, Bu? Siapa orangnya?" tanya Susanto pada istrinya.

"Namanya Ari, kelihatannya sih orang baik," jawab Retno.

"Wah, Bu. Ayu harus dijaga ketat, jangan boleh pulang malam. Nanti macam-macam sama Ari. Ibu tahu kan, gejolak pemuda." Wajar saja Susanto mengkhawatirkan anak semata wayangnya itu.

Retno menganggukkan kepalanya, dan mengambil salah satu kursi di meja makan. "Iya, Yah. Nanti Ibu bilangin ke Ayu."

"Ya, tapi Ayah sih percaya sama Ayu. Ayu pasti nggak akan pilih orang yang salah," imbuh Susanto.

Tak lama dari itu, Ayu keluar kamarnya, sudah dengan pakaian rapi, dan membawa tote bag berwarna hitam untuk kuliah. Dia bergabung bersama ayah dan ibunya di meja makan.

"Ada berita apa pagi ini?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Ayu, begitu melihat koran yang sudah terlipat tidak rapi di atas meja makan, yang menandakan ayahnya telah membaca koran itu.

"Demo dan penjarahan di Medan," jawab Susanto kemudian dia menyeruput segelas kopi yang sudah disiapkan Retno.

"Aduh, seram ya, Ayah? Ayu takut kalau demo dan kerusuhannya sampai ke Jakarta." Ayu bergidik ngeri, membayangkan jika terjadi kerusuhan yang sama seperti di Medan.

"Iya, seram. Apalagi yang ditargetkan adalah orang seperti kita, yang bermata sipit. Sudah banyak toko di Glodok yang memasang spanduk atau tulisan 'Milik Pribumi' sejak kemarin," jawab Susanto.

"Kamu hati-hati ya di kampus sama di jalan. Apalagi wajah kita ini berbeda," tutur Retno pada anak gadisnya itu.

"Iya, Bu." Ayu mengambil sepiring nasi goreng yang sudah disiapkan Retno.

"Ayu heran, kenapa orang-orang menargetkan orang dengan wajah seperti kita. Padahal kan sama-sama orang Indonesia. Bukan mereka saja loh yang kesulitan di masa seperti ini," protes Ayu.

"Sudah, jangan dipikirkan. Fokus saja dengan kuliahmu," ujar Susanto.

Ayu mengangguk dan berkata, "Iya, Yah. Toko Ayah di Glodok gimana?"

"Sejauh ini masih aman, semoga saja Jakarta terus kondusif. Pegawai ayah, Agus, orang Jawa, jika ada sweeping kemungkinan Ayah akan sembunyi, dan Agus yang menjaga toko," jelas Susanto.

Susanto memiliki toko elektronik di Glodok. Memang dengan kondisi sekarang, banyak rakyat yang kondisi ekonomi-nya lesu. Begitu pula dengan bisnis toko Susanto dan Retno.

"Hati-hati, Yah." Bukan tanpa alasan Ayu berkata demikian. Masalahnya jika ada demo atau penjarahan, pasti toko seperti milik ayahnya yang akan terkena imbas lebih dulu.

"Iya, kalian semua juga harus hati-hati," ucap Susanto.

"Yah, hari ini Ayu pergi ke kampus, ada teman yang menjemput, jadi uang transport-nya bisa ayah simpan, lumayan bisa hemat sedikit." Ayu teringat jika Ari akan menjemputnya pagi ini.

Susanto berdehem dan menganggukkan kepala. Padahal dirinya tahu jika yang akan menjemput Ayu adalah Ari. Susanto hanya saling berkode lirikan mata dengan Retno.

KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang