Hai.. sudah masuk part 6 nih..
Jangan lupa vote yaa, makasih sudah baca cerita saya..
Semoga kalian suka part ini, happy reading ❤️___________________________________________
"Ayu, lo dicariin Bu Siti di ruang dosen," ucap Indah, sahabat Ayu, begitu bertemu dengan Ayu di perpustakaan.
Ayu yang sedang duduk dan menyalin catatan dari buku Manajemen Akuntansi berisi ratusan halaman itu langsung menoleh pada Indah.
"Bu Siti? Kenapa, Ndah?" tanya Ayu selagi memasukkan pulpennya ke dalam kotak pensil, dan membereskan buku catatan ke dalam tasnya.
"Kurang tahu deh gue. Gih, buruan ke sana aja. Gue nyariin lo dari tadi nih. Bukunya biar gue yang balikin." Indah berkata sambil merampas buku tebal dari tangan Ayu.
"Oke, makasih ya, Ndah."
"Iya, udah gih buruan."
Ayu menganggukkan kepala dan berjalan keluar perpustakaan.
Gedung perpustakaan Universitas Salakanagara dibatasi gedung Rektorat dengan Fakultas Ekonomi. Ayu harus berjalan kaki menuju fakultasnya, lalu menuju ruang dosen yang berada di lantai dua.
Ayu melewati lorong untuk mencapai tangga menuju lantai dua. Di lorong itu, dia juga melewati ruangan BEM. Gadis itu penasaran, apakah Ari masih ada di sana atau tidak, karena sebelum dia ke perpusatakaan, Ari memberitahunya akan rapat bersama anggota BEM yang lain.
Pintu ruangan BEM tidak tertutup rapat, karena dua kipas angin dalam ruangan itu, tak mampu membuat mereka merasa sejuk. Mereka sengaja membuka sedikit pintu ruangan. Dari celah itu, Ayu dapat melihat Ari sedang duduk di sebelah Rudi.
Bukannya ingin menguping, tapi suara mereka berdebat terdengar cukup lantang. Mereka mendiskusikan apakah akan bergabung dengan Senat Mahasiswa untuk berdemo tanggal 12 Mei nanti. Benar rupanya, setelah kerusuhan di Medan tanggal 6 Mei kemarin, Jakarta akan menyusul demo di tanggal 12 Mei. Ayu khawatir, jika Ari ikut demo bisa-bisa Ari terluka.
"Gue setuju ikut demo, mana aja yang ikut?" tanya Tegar, mahasiswa semester 4, setingkat dengan Ari dan Ayu.
"Banyak, denger-denger UI juga turun ke jalan. Kita kumpul di Trisakti. Undangan dari Senat sih jam 10 pagi kita kumpul di sana," jawab Yudha, mahasiswa setingkat di bawah Ari.
Ayu mengintip Rudi membisikkan sesuatu di telinga Ari. Ayu tak tahu apa yang dibisikkan. Namun faktanya, Rudi menentang ikut demo karena dia punya firasat tidak enak, terlebih demo di Medan lebih mengarah ke kerusuhan bukan demo.
Ari tak menggubris perkataan Rudi. Jiwa pemberani Ari mengatakan dia harus terjun langsung, dan ikut menyuarakan pendapat rakyat. Pasalnya, keluarganya juga terkena imbas harga yang semakin tidak masuk akal ini. Hal itu lah yang membuat semangatnya semakin berapi-api.
"Gue setuju, gue ikut!" ucap Ari sambil mengangkat tangannya.
Suara minoritas seperti Rudi tak berani bersuara. Jika mereka menolak, takut dikatakan tidak setia kawan atau malah memalingkan tugas dari menyampaikan suara rakyat. Sehingga dengan terpaksa, Rudi yang jiwanya sedikit pengecut itu mengikuti sahabatnya itu.
"Jadi siapa yang mau orasi dari kita?" tanya Restu, Ketua BEM Fakultas Ekonomi, semester 6.
Tak butuh waktu sedetik, Ari mengangkat tangan dan mengajukan diri untuk berorasi. Restu membalas dengan anggukan, tanda menyetujui Ari untuk berorasi.
Ayu menggigit bibir bawahnya. Ingin rasanya dia mendobrak pintu, dan melarang Ari ikut berdemo, tetapi siapa dirinya? Dia bukan anggota BEM, mana mungkin ikut bersuara di tengah rapat mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/268026881-288-k927569.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )
Historical FictionTahun 1998. Indonesia yang kelam. Indonesia yang kacau. Ini bukan kisah sejarah maupun tentang politik. Ini kisah tentang dua insan manusia yang saling mencintai di tengah kekacauan negeri. Ayu Puspita, gadis cantik yang berasal dari keluarga turuna...