Kuliah sudah berlangsung seperti biasa. Ayu masuk ke dalam kelasnya. Setelah mengantar Ayu, Ari pergi menuju ruangan BEM, karena ada pertemuan mendadak. Ari dan Ayu tidak mengambil kelas yang sama, di kelas pagi itu.
Gadis itu dapat mendengar temannya berkasak-kusuk tentang dirinya. Teman-teman yang biasanya saling bertegur sapa, mulai berbeda. Mereka menatap Ayu dengan pandangan jijik, seakan jika mendekati Ayu mereka akan terkena wabah.
Hal itu tidak membuat Ayu gentar, dengan langkah tegas. Ia mulai mengambil tempat duduk di barisan terdepan. Beberapa teman Ayu yang ada di samping-samping Ayu, segera membereskan tas, dan memilih untuk pindah tempat duduk.
Hati Ayu sakit melihat itu, namun apa yang bisa Ayu lakukan? Ia hanya bisa mengabaikannya.
"Ayu, lo ngapain sendirian duduk di depan?" tanya Indah yang baru saja datang.
"Tadi gue nggak sendirian. Tapi pas gue mulai duduk di sini, yang lain pindah tempat duduk."
Indah pun segera mengambil tempat duduk di samping Ayu. "Tenang! Gue temenin!"
Ternyata penderitaan Ayu tidak sampai di situ. Seorang mahasiswa mulai melempari Ayu dengan sampah bungkus roti.
"Ups, sorry. Gue kira lo tong sampah," ucap mahasiswa itu.
"Apaan sih lo? Kurang ajar!" balas Indah.
"Lo yang apaan? Mau temenan sama penjajah? Pengkhianat!"
Indah menggulung lengan panjangnya, siap berkelahi, namun Ayu menahan tangan Indah.
"Biarin aja, Ndah. Gak papa." Ayu pun berdiri dan mengambil sampah yang jatuh tak jauh darinya.
Melihat itu, bukannya merasa iba, beberapa mahasiswa lainnya justru mulai melempari Ayu dengan kertas dan sampah lainnya. Sedangkan sisanya, pura-pura tidak melihat agar tidak menjadi sasaran mereka.
•••
Ari datang ke kampus seperti biasa. Setelah kejadian kerusuhan itu, ada yang berbeda dari teman-teman Ari di BEM. Mereka sekarang sedang berkumpul di ruangan BEM. Teman-teman Ari menatap Ari bukan dengan tatapan ramah, melainkan tatapan tajam seakan minta penjelasan. Bukan hanya Ari, namun juga Rudi terkena tatapan menuduh dari mereka.
"Pengecut!" ucap Doni dengan seringai kecilnya.
Rudi menepuk pundak Ari, ketika melihat kedua tangan Ari sudah terkepal. "Bukan tandingan lo," bisiknya.
"Ari, Rudi! Bener apa yang dikatakan Doni?" tanya Tegar.
"Apa yang dikatakan si brengsek itu?" Bukannya menjawab, Ari bertanya balik pada Tegar.
"Dia bilang, lo lari dan ninggalin temen-temen lo pas kerusuhan. Lo kabur, demi cewek lo."
Ari menatap tajam Doni, sementara yang di tatap hanya duduk santai sambil menyeringai.
"Gue pergi bukan karena cewek gue. Gue emang pergi karena kondisi saat itu sudah kacau," jelas Ari.
Rudi mengangguk dan membela sahabatnya itu, "Iya, kalian tahu sendiri kan gimana kacaunya kemarin? Polisi dan mahasiswa udah saling dorong. Bohong kalau kalian juga nggak takut saat itu."
"Tapi lo pengecut! Gue liat lo malah ngelindungin si Cina, padahal orang-orang marah sama Cina. Lo pengkhianat!" teriak Doni yang mulai tersulut emosi.
"Apaan sih lo? Jangan bawa-bawa Ayu dalam masalah ini. Kalian yang tahu, Ayu itu nggak terlibat!"
Restu, si ketua BEM menengahi mereka. "Udah jangan ribut! Dan lo, Doni! Musuh kita bukan Ayu, tapi pejabat-pejabat berdasi itu. Jangan bawa-bawa ras di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )
Historical FictionTahun 1998. Indonesia yang kelam. Indonesia yang kacau. Ini bukan kisah sejarah maupun tentang politik. Ini kisah tentang dua insan manusia yang saling mencintai di tengah kekacauan negeri. Ayu Puspita, gadis cantik yang berasal dari keluarga turuna...