11 : Pulang

167 39 16
                                    

Makasih yang masih membaca sampai sejauh ini, jangan lupa berikan vote yaa dan komentar yang banyak yaa..

Kita lihat apakah Ari, Ayu, dan Rudi bisa pulang dengan selamat? Happy reading ❤️

___________________________________________

"Lo tenang aja, gue punya rencana," ucap Ari.

Ari menatap Ayu yang masih tidak sadarkan diri. Jika dia gagal melindungi Ayu, setidaknya tak boleh gagal menolongnya.

Ari menatap lekat Ayu, hanya ada rasa penyesalan yang menguasai dirinya. Maafkan aku, Yu. Kemudian Ari memakaikan helmnya di kepala Ayu yang terluka, ia tahu mungkin jika gadis itu sadar, kepalanya akan teramat sakit karena dipaksa memakai helm.

Setelahnya, Rudi melajukan motor. Seperti dugaan, orang-orang yang berjaga, menghalangi jalan mereka. Sebenarnya mereka tidak banyak, tak lebih dari sepuluh orang, tetapi tetap saja Ari dan Rudi hanya berdua, tidak mungkin menang jika berakhir dengan perkelahian.

"Berhenti!" seru salah satu dari orang yang berjaga. Lengannya yang bertato membuat seram yang melihanya.

"Mau kemana lo?" tanya orang yang lain dengan kacamata bulat di matanya.

"Pulang, Bang. Kita habis ikut demo." jawab Ari. Dia berusaha untuk terlihat tenang.

"Ngapain bonceng tiga?" tanya orang bertato.

"Temen kita pingsan karena demo, ini kita mau ke rumah sakit." Ari menjawab dengan jujur.

Mereka menatap Ari dan Rudi dari ujung kepala hingga kaki. Ari dan Rudi tak bergeming, mereka tetap duduk di atas motor berusaha terlihat santai.

"Buka helmnya!" perintah pria bertato untuk membuka helm di kepala Ayu. Ia mencurigai kondisi abnormal ini, mana mungkin orang pingsan memakai helm.

Deg!

Ayu dalam bahaya! Identitas Ayu sebagai turunan Tionghoa tidak boleh terungkap.

"Dia teman saya, Bang. Kami mau pulang. Dia lagi sakit flu, hati-hati ketularan," ucap Ari.

"Iya, Bang. Tadi teman saya berangkat lagi flu, terus pas demo dia pingsan. Sepertinya sih menular, makanya kita pakaikan helm." Rudi mendukung pernyataan Ari, berharap mereka tidak ketahuan.

Orang yang menyuruh Ayu membuka helm terlihat takut. Bagaimana tidak? Di tengah krisis ekonomi, siapa yang ingin jatuh sakit?

"Ya sudah, lewat, lewat!" perintah orang itu.

Ari dan Rudi saling bertukar pandangan, mereka bersyukur dalam hati karena mereka tertipu dengan dusta yang tidak masuk akal dan mereka bisa lewat dengan aman. Kemudian, mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka. Tak lama dari itu, mereka berhasil mencapai rumah sakit terdekat.

Rumah sakit terdekat yang mereka datangi tidak sepi, puluhan korban yang terluka karena berdemo di bawa ke rumah sakit ini. Begitu mereka masuk, Ayu segera ditangani, dan mendapat beberapa jahitan dan diberi infus.

Menurut dokter, Ayu sangat kelelahan, Ayu akan baik-baik saja ketika sudah sadar nanti. Tentu saja Ayu kelelahan, ia berjalan kaki sangat jauh. Belum lagi Ayu tak makan seharian kemarin, dan hanya memakan sepotong roti pemberian Indah tadi pagi. Ari dan Rudi hanya perlu menunggu Ayu sadar.

Ari bernapas sangat lega begitu mendengar penjelasan dokter, namun tetap tak dapat menghilangkan rasa bersalahnya. Pria itu tak tahu harus berkata apa pada orang tua Ayu, jika melihat kondisi Ayu saat ini.

"Rud, gue mau hubungi orang tua Ayu dulu ya. Titip Ayu di sini," ucap Ari.

Rudi mengangguk, ia mengambil kursi di sebelah brankar yang ditempati Ayu. Sementara Ari bergegas menuju telepon umum yang ada di rumah sakit. Begitu memasukkan dua uang koin, Ari menekan nomor rumah Ayu. Pria itu sudah hafal dengan nomor telepon rumah Ayu.

KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang