22 : Batu

84 29 0
                                    

Ari mengantar Ayu pulang ke rumah dengan selamat. Ayu turun dari Amay, nama motor Ari.

"Ari, mau mampir dulu?" tanya Ayu.

"Udah malam, Yu. Lain kali saja ya," tolak Ari.

Namun belum sempat Ari pergi. Susanto keluar rumah untuk menyapa Ari.

"Sudah pulang? Ayo masuk dulu," titah pria paruh baya itu.

Ari menatap Ayu sejenak, Ayu hanya bisa tersenyum. Ari tidak dapat menolak permintaan Susanto, sehingga dengan cepat ia turun dari motornya. Lalu mengekori Susanto untuk masuk ke dalam rumah.

"Mau minum apa, Ri?" tanya Ayu.

"Nggak usah repot-repot, Yu."

Namun gadis itu tetap ke dapur, untuk membuat dua cangkir teh manis hangat. Untuk Ari dan ayahnya.

"Gimana kabar ayah dan ibu, Ri?" tanya Susanto.

"Baik, Om."

"Makasih ya kamu sudah jagain Ayu di kampus. Om sangat berterima kasih."

Ari tersenyum, sepertinya ia mendapat lampu hijau dari ayah Ayu. "Nggak papa, Om. Sudah menjadi tugas Ari untuk menjaga Ayu.

"Om juga sadar kalau Ayu terlihat lebih bahagia sejak bersama kamu. Om tahu, kamu juga pasti kesulitan karena harus berpacaran dengan orang seperti kami. Pasti beban ya buat kamu? Tapi kamu sudah bertahan sejauh ini, Om sangat berterima kasih," ucap Susanto dengan tulus.

"Om nggak perlu khawatir. Ari nggak merasa kesulitan sama sekali. Ayu itu bukan beban buat aku, tapi dia itu justru sumber kekuatanku." Jeda sejenak, Ari mengambil napas dalam.

"Om tahu? Saat menginap di halaman gedung parlemen, Ari merasa sangat berat. Tapi Ari ingat ada Ayu yang mendukung dan mendoakan Ari dari belakang, jadi Ari bisa semangat dan kuat. Jadi Om jangan berpikir Ayu itu beban buat Ari. Ayu itu sumber kekuatanku, Om. Sesuai janji Ari ke Om, Ari akan jagain Ayu sekuat tenaga. Ari sayang banget sama Ayu," ucap Ari.

Tanpa Ari sadari, Ayu mendengar ucapan Ari dari balik dinding ruang tamu. Gadis itu sudah memegang nampan dengan dua cangkir teh di atasnya. Ayu terharu atas ucapan Ari, bahkan ia ingin memeluk Ari saat itu juga, dan mengucapkan terima kasih. Kemudian gadis itu menghela napas panjang, untuk mengatur emosinya.

Ayu keluar dari persembunyiannya kemudian meletakkan teh di atas meja rendah, di depan Ari dan Susanto.

"Makasih, Yu." Ari tersenyum pada Ayu.

"Ayah masuk dulu deh," ucap Susanto, ia sudah hendak berdiri meninggalkan dua sejoli itu di ruang tamu.

"Yah, tehnya, buat Ayah," cegah Ayu.

"Udah buat kamu aja, masa Ayah gangguin orang pacaran." Susanto pun beranjak dari kursinya.

Ari dan Ayu hanya terkekeh geli.

Prang!!

Sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa, masuk tanpa izin ke dalam rumah Ayu, memecahkan kaca jendela ruang tamu rumah itu.

Sontak Ari, Ayu, dan Susanto terkejut. Ari dengan sigap berdiri keluar rumah, dilihatnya seseorang bertopi hitam di luar pagar rumah Ayu.

"Siapa lo!" Ari mengerjar pria itu.

Pria itu juga tidak kalah sigap dengan Ari, ia segera berlari menghindari kejaran Ari.

"Brengsek! Berhenti lo di sana!" teriak Ari.

Tentu saja pria itu tidak menghiraukan Ari. Tetap ia berlari sekuat tenaga. Namun langkah Ari yang lebar jauh lebih cepat dari pria bertopi. Langkah lebar Ari, memudahkannya menjangkau pria itu.

KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang