10 : Kerusuhan

167 39 13
                                    

Hai, apa kabar? Semoga kalian selalu baik-baik saja.
Terima kasih yang telah membaca cerita ini, semoga kalian bisa mengawal cerita ini sampai akhir.
Cerita ini mengandung kekerasan, harap bijak dalam membaca ya.. jangan lupa vote dan komen yang banyak-nya ❤️

___________________________________________

Matahari sudah menunjukkan diri di titik puncaknya, teriknya matahari tak menghalangi para mahasiswa yang menunjukkan kemarahan atas kematian empat rekan mereka kemarin.

Ari, Rudi, dan ratusan mahasiswa lain terlihat sedang berorasi dan menguasai Jalan Daan Mogot, Jakarta. Sebelumnya, mereka sudah melakukan aksi duka terhadap korban demo kemarin. Lalu dilanjutkan dengan aksi demo yang berujung kerusuhan.

Truk sampah, bus kota tak ada yang bisa lewat. Semua menjadi korban amukan massa, tak hanya mahasiswa tetapi juga masyarakat lainnya. Mobil mewah yang terparkir juga menjadi korban, tanpa pandang bulu mereka membakar mobil-mobil dan fasilitas umum. Rambu lalu lintas, pembatas jalan, gedung perkantoran, tak lagi berdiri tegak, semua rusak oleh kebrutalan masyarakat.

"Rud, kita harus kabur dari sini. Sudah mulai nggak aman," ucap Ari.

"Iya, gue setuju sama lo. Ayo kita pergi," sahut Rudi.

Ari dan Rudi langsung berlari ke arah berlawanan dari kerumunan yang sedang merusak fasilitas umum.

"Eh! Lo mau ke mana?" Terdengar teriakan dari seseorang dalam kerumuman. Doni, salah satu mahasiswa Salakanagara melihat Ari dan Rudi yang berusaha menghindari kerusuhan.

Doni segera menghampiri Ari dan Rudi. "Lo berdua mau ke mana?"

"Kondisinya sudah mulai nggak bagus, Don. Kita berdua mau cabut. Saran gue, lo juga ikut bareng kita." Ari bicara sambil melihat kerumunan yang semakin membabi buta.

Doni mendengus. "Lo berdua pengecut! Tugas kita di sini belum kelar!"

"Tugas apa maksud lo? Lo pikir dengan ngerusak fasilitas umum, suara lo bakalan didengar sama yang duduk di atas sana?" Telunjuk tangan kanan Ari terangkat, mengarah tepat di depan wajah Doni. Emosinya tersulut karena dibilang pengecut.

Doni menepis tangan Ari yang berada di depan batang hidungnya. "Kita buktikan nanti, siapa yang benar! Dan lo berdua, pengecut sialan! Mending lo pulang aja, berlindung dibalik ketek nyokap lo!"

"Bajingan!" Tangan kiri Ari mencengkeram kerah baju Doni. Tangan kanannya sudah mengepal di udara, siap untuk melayangkan tinjunya.

Rudi yang melihat keduanya hampir berkelahi, menahan tangan kanan Ari untuk bertindak lebih jauh. "Cukup, Ri! Percuma lo pukul dia! Dia bukan musuh kita! Dia nggak akan menang lawan kita!"

Menyadari kekeliruannya, Ari segera melepas tangannya dari kerah baju Doni. Doni menyeringai, padahal dalam hati pria itu, dia bersyukur tak jadi dipukul Ari, yang tubuhnya lebih besar darinya.

"Awas lo!" ancam Ari. Lalu dia dan Rudi berlari menghindari kerumunan.

Sementara itu, aparat polisi yang melihat kerusuhan, segera mengambil tindakan. Gas air mata dan water canon diturunkan untuk membuyarkan kerumunan massa.

"Ri! Mata gue perih!" keluh Rudi. Sepasang matanya itu sudah perih akibat gas air mata, membuatnya sulit melihat.

Ari juga merasakan hal yang sama, belum lagi kepulan asap akibat pembakaran mobil dan fasilitas jalan membuatnya sedikit sesak, napasnya terganggu akibat kumpulan karbon monoksida itu.

"Jalan! Sedikit lagi sampai parkiran!" ucap Ari.

Dua pasang kaki itu berlari mengikuti arus orang-orang yang mengarah ke Jalan Kyai Tapa, sebelah timur Jalan Daan Mogot. Tak hanya berlari, sebenarnya mata Ari sambil bekerja mencari tempat perlindungan terdekat. Napasnya sudah sesak karena kepulan asap, belum lagi suara desingan peluru yang membuatnya khawatir akan tertembak.

KITA DI ANTARA REFORMASI ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang