Ketiga-puluh-dua

1.5K 165 145
                                    

A/N: maaf sebelumnya karena ini ff lama banget lanjut. Author tahu author salah. Jangan lupa sering2 diingatin biar author gak khilaf. Mohon maaf lahir batin 😂🙏

Sudah lima hari berlalu sejak pertemuan mendadak di Golden Pavilion itu diadakan. Siapa yang menyangka bahwa lima hari setelahnya, kepala sekte Jiang, Jiang WanYin, benar-benar melancarkan aksinya dengan mendatangi Yiling dan menantang Wei WuXian untuk berduel?

Lan WangJi sedang berada di paviliun perpustakaannya di Cloud Recesses ketika dia mendapatkan kabar angin itu. Kuas yang dipakainya untuk menuliskan kaligrafi-kaligrafi Cina itu berhenti seketika dan Lan WangJi langsung menjatuhkannya, kehilangan ketertarikannya sama sekali dalam melanjutkan.

Belakangan ini, dia merasa tidak berenergi sama sekali dalam menjalankan aktivitas apapun. Setelah pertemuan di Golden Pavilion itu, pikirannya sering kali menerawang jauh tentang bagaimana ini akan berakhir; bagaimana gerombolan-gerombolan kultivator yang tidak menyukai Wei WuXian itu akan bertindak melawannya; dan bagaimana Wei WuXian akan menjalani aktivitasnya menjadi satu-satunya orang yang menentang seluruh dunia dan berdiri membela klan Wen.

Satu-dua orang mungkin tidak akan berani menentangnya secara terang-terangan, tetapi bagaimana dengan seratus? Bagaimana dengan seribu? Terlebih lagi, kali ini, setelah mendapatkan pemberitahuan bahwa Wei WuXian dan Jiang WanYin bertarung, kekhawatiran Lan WangJi semakin menjadi-jadi.

Bukannya dia tidak mengerti bagaimana jalan pikiran seorang Wei WuXian. Bukan juga dia mengatakan apa yang dia lakukan itu salah dan apa yang dilakukan orang-orang yang menentangnya itu adalah benar. Kalau itu Lan WangJi, dia juga mungkin akan membela klan Wen sama seperti halnya yang Wei WuXian lakukan sekarang. Tetapi untuk bertindak sejauh menentang satu dunia kultivasi, bahkan berduel dengan saudara seperguruannya sendiri hilang terluka parah dan organ dalamnya keluar, Lan WangJi tidak yakin dia bisa.

Bagaimanapun, dia merupakan anak yang penurut sejak lahir, tidak pernah sekalipun melanggar peraturan sekte, apalagi membantah perkataan senior-seniornya secara langsung­─yang mana hal itu jugalah yang membuat Lan WangJi merasa kagum akan sosok seorang Wei WuXian. Dia selalu berani membantah apa yang menurutnya salah sekalipun itu orang-orang yang berpengaruh yang dilawannya maupun kerabat-kerabat yang memiliki ikatan dengannya. Dan meskipun dia cukup kuat untuk menangani orang-orang itu dan seribu satu kesempatan untuk menguasai dunia, Lan WangJi adalah yang paling tahu bahwa keinginan seperti itu tidak akan pernah terbersit dalam pikiran pemuda Yunmeng itu. Dia tahu bahwa seberapa banyak pun Wei WuXian berubah dan meskipun kata-katanya terdengar angkuh dan sombong di telinga yang lain, meskipun metode yang dia lakukan mungkin bukanlah metode terbaik yang pernah ada, hati dan tujuannya tetap sama.

Lan WangJi mendadak merasa konyol telah mempertanyakan kondisi hatinya. Hatinya tidak akan berubah, bukan?

Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri juga kalau jalan berlekuk yang dipilih Wei WuXian sedikit banyak berpengaruh pada perubahan sikapnya. Sifatnya menjadi temperamental dan meskipun itu mungkin bukan tujuannya untuk terdengar sombong, kata-katanya yang diucapkannya ketika marah bisa menjadi bumerang baginya suatu hari nanti. Kemarahan berlebihan juga bisa mengacuh pada destruksi yang tidak diinginkan di masa mendatang. Sebelum apa yang masih bisa dikontrol menjadi tidak terkontrol, Lan WangJi harus...

“Ji... WangJi.”

Lan WangJi tersadar dari lamunannya ketika dia mendengar namanya dipanggil untuk kesekian kalinya oleh orang di depannya yang dipanggilnya kakak ini.

Lan XiChen tidak bisa tidak menatap adiknya dengan ekspresi khawatir. Bagaimana tidak? Dia sudah memanggil Lan WangJi dari tadi, tetapi baru mendapatkan respon sekarang. Terlebih lagi, alasannya memanggil Lan WangJi adalah karena tingkah Lan WangJi sendiri. Ini pertama kalinya dia melihat seseorang menggunakan sumpit untuk ‘menyendoki’ sup. Lan XiChen tidak tahu harus menangis atau tertawa melihat hal ini. Untungnya, semua tetua sekte GusuLan yang makan bersama mereka telah pergi sejak tadi. Kalau tidak, apa yang harus dikatakannya?

Segalanya BaginyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang