Ketiga-puluh-empat

2K 147 76
                                    

Kedua belas jimat yang dilemparkan ke langit membentuk satu garis panjang, dan semuanya secara serempak terbakar sebelum melayang dan mendarat ke tubuh Wen QiongLin jauh di depan mereka. Jimat-jimat itu seperti rantai api yang terhubung satu dengan yang lainnya, mengekang tubuh Wen QiongLin dan tak membiarkannya lepas. Akan tetapi, seolah jimat-jimat itu saja tidak cukup untuk menghentikan lajunya, Wen QiongLin tetap memaksakan lajunya meskipun pergerakannya sedikit terhambat.

Lan WangJi merasa ada yang aneh dengan sikap Wei WuXian. Apa Wei WuXian selalu seceroboh ini sampai tidak mengingat di mana dia meletakkan pedangnya sendiri? Dia tahu dia memiliki jiwa yang bebas dan tidak bisa dikekang, tetapi untuk sampai melupakan pedangnya sendiri rasanya agak sedikit keterlaluan. Bukankah itu pedang yang dibuat khusus untuk dirinya oleh kepala sekte Jiang terdahulu, Jiang FengMian-seseorang yang sepengetahuan Lan WangJi sangat dihormati dan disegani oleh Wei WuXian?

Keterbatasan waktu untuk berpikir lebih dalam tentang kecurigaannya karena himpitan keadaan memaksa Lan WangJi untuk tidak berkomentar lebih banyak sekalipun dia mau dan fokus pada apa yang ada di hadapan mereka saat ini. Lan WangJi menjentikkan jari-jarinya pada senar guqinnya, mengirimkan serangkaian benang tak kasat mata untuk menghentikan laju Wen QiongLin yang seperti tidak tahu kata menyerah itu.

Wen QiongLin berhenti sebentar, namun selang berapa lama kemudian, dia kembali bergerak maju. Wei WuXian tidak punya pilihan lain selain turun tangan dan menggunakan Chengqing untuk menghadapinya. Dia memainkan beberapa not dan melakukan kolaborasi dengan Lan WangJi. Fokus Lan WangJi ada pada mayat ganas di hadapan mereka, namun sesekali-sering kali-dia menyempatkan diri untuk melirik orang di sebelahnya, memastikan keadaannya.

Pemuda itu mengeluarkan darah dari sudut bibirnya sembari mengerutkan dahi. Lan WangJi tahu itu adalah dampak dari luka dalam yang diterimanya sebelumnya dan jelas dilihat dari keadaan dan ekspresinya, Wei WuXian sedang menahan sakit di dadanya. Seolah dia sendiri juga ikut merasakan sakit di dadanya, Lan WangJi mengerut dahi dan berharap Wen QiongLin bisa segera dihentikan. Dia tidak memiliki waktu untuk dibuang. Bagaimanapun, orang itu sedang terluka dan membutuhkannya. Atau mungkin, Lan WangJi-lah yang sebenarnya butuh untuk segera pergi ke sisinya agar kegelisahan hatinya tidak berlanjut.

Dengan performa keduanya, pergerakan Wen Ning akhirnya berhasil dihentikan. Dia berlutut di tanah dan mengeluarkan suara ganas sembari menghadap ke langit. Wei WuXian tidak bisa bertahan lebih lama lagi dan memuntahkan seteguk darah. Lan WangJi melirik ke arahnya sebentar sebelum balik memusatkan perhatiannya pada Wen QiongLin. Dia tidak punya pilihan lain selain menambah jumlah petikan-petikan senarnya untuk menjaga agar Wen QiongLin tetap pada posisinya. Sejujurnya, dia tidak juga tidak bisa bertahan lebih lama lagi dengan permainan guqinnya. Bukan karena dia menderita luka dalam seperti Wei WuXian dan ingin memuntahkan darah, tetapi karena tingkat kekhawatirannya pada pemuda di sampingnya sudah ada pada titik tertinggi. Dia ingin segera mencampakkan alat musiknya dan bergegas memeriksa keadaan Wei WuXian, tetapi melakukannya sekarang hanya akan memperburuk keadaan mereka.

Wen QiongLin menjerit kesakitan dan menggunakan kedua lengannya untuk menutupi kepalanya, melengkungkan tubuhnya menjadi bola di tanah. Lan WangJi berpikir untuk menambah petikan guqinnya lagi ketika suara Wen Qing tiba-tiba terdengar dari belakang, “A-Ning! A-Ning!”

Wen Qing hendak bergegas ke arah Wen QiongLin, tetapi Wei WuXian segera menghentikannya, “hati-hati!”

Melihat seberapa menderitanya adik semata wayangnya, Wen Qing tidak bisa tidak memohon kepada Lan WangJi, “HanGuang-Jun, jangan terlalu keras padanya!”

Wei WuXian ikut berkata, “Lan Zhan! Pelankan sedi-”

Namun sebelum Wei WuXian sempat menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara sayup-sayup dari arah Wen QiongLin berada. Meskipun tidak terlalu jelas, Wei WuXian yakin itu adalah suara yang membentuk kata-kata manusia, bukan raungan monster seperti yang didengar mereka sebelumnya, “...Tuan...muda...”

Segalanya BaginyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang