Tanggapan warganet telah dirangkum oleh tim Humas. Mereka akan membahasnya siang itu. Tuti membuka pertemuan dengan sapaan ramah untuk Kukuh dan Yasmina. "Mas Kukuh, kita lihat hasil konferensi pers tadi pagi. Mbak Yas, kalau ada yang nggak enak, jangan diambil hati. Warganet memang kadang sadis-sadis."
Yasmina dan Kukuh mengangguk bersamaan. Tuti dan timnya menayangkan cuplikan-cuplikan respons warganet yang dikumpulkan dari berbagai platform media sosial. Bersama-sama tim Humas, mereka mencermati berbagai tanggapan tersebut.
"Salut untuk kejujuran Kukuh," kata Tuti membacakan salah satu kicauan. "Nggak sangka, alim-alim bisa begitu. Semua orang punya salah. Yang penting udah insaf kan, Bro?"
"Ini bagus, Mas, 'Itu kan masa lalu mereka. Kukuh, semoga bahagia dengan pendamping yang baru, ya.' Tapi ada juga yang sangsi, 'Pacar barunya mana? Paling-paling cuma alibi aja.' Nah ... gimana tuh?" kata salah satu anggota tim.
"Biarin aja. Responsnya banyak mana, negatif atau positif?" tanya Kukuh.
"Fifty-fifty, sih, Mas."
"Nah, bagus itu."
"Klub penggemar sudah bergerak. Makin ke sini makin positif kok."
"Ada yang mengutak-atik Next! Mencari Cinta nggak?" tanya Kukuh.
"Nggak ada yang serius. Paling-paling cuma bilang 'Semoga sukses programnya' atau 'Nggak sabar menunggu hasil', gitu-gitu doang."
"Tapi pas banget momen gosip ini. Acara puncaknya jadi dapat banyak perhatian."
"Kalau itu sih nggak pake gosip udah heboh."
"Tapi gara-gara isu ini, promosi kita semakin nano-nano, loh, beneran."
Kukuh dan Yasmina cuma diam menanggapi kicauan para anggota tim. Akhirnya Tuti membubarkan pertemuan itu dengan senyum kelegaan.
"Langsung pulang habis ini, Mas, Mbak?" tanya Tuti.
Kukuh mengiyakan.
"Mas Kukuh mau ikutan meeting sama tim keamanan yang baru?"
"Nggak usah, kamu aja Tut."
Tuti mengangguk, lalu pamit keluar. Setelah perempuan itu pergi, Kukuh meraih tangan kekasihnya.
"Kamu masih dikawal penjaga-penjaga kakekmu?" tanyanya pada Yasmina.
"Begitulah."
"Kalau gitu aku nggak usah suruh Hariman mengantarmu pulang."
"Nggak. Nanti malah ribet sama mereka." Yasmina bergerak menjauh untuk mengambil tas. Gerakannya terhenti karena Kukuh semakin erat menggenggam tangannya. Melihat tangan itu, lalu sorot mata Kukuh yang mendadak aneh, ia tertegun. "Kuh?"
Lelaki itu tidak menjawab, hanya menatap sambil mengelus tangannya dengan ibu jari, seolah tidak rela ia pergi. Yasmina memutuskan meletakkan tas kembali, lalu menarik sebuah kursi dan duduk di samping Kukuh.
"Kenapa?" bisiknya.
Kukuh tersenyum manis. "Nggak papa. Aku cuma senang ada kamu di sini."
Yasmina yakin sekali ada hal lain yang mengganggu pikiran kekasihnya. "Kalau begitu, aku akan tetap di sini sampai kamu usir," katanya lirih dengan bibir menyunggingkan senyum.
"Bukannya kamu mau menemani kakekmu ke soft launching?"
"Nggak jadi. Kakek masih bisa ditemani Nenek. Aku lebih suka di sini. Boleh?"
Seharusnya senyum itu membuat Kukuh gemas seperti yang sudah-sudah. Namun, kali ini tidak. Senyum manis itu justru menyebabkan rasa pilu. "Ya, tetaplah di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yasmina
RomanceKukuh Arkatama, lajang berkualitas tinggi, pewaris tunggal sebuah grup bisnis besar, terpaksa menggunakan kursi roda seumur hidup setelah tragedi kecelakaan maut yang merenggut sebagian besar anggota keluarganya. Sementara itu, kekasih selama 13 ta...