Bab 9 : Stuck

190 17 0
                                    

"Mana Ani,"tanyaku saat berada di depan UGD. "Masih di tangani. Kamu kemana aja? Dari tadi ku telfon, ngga di angkat angkat. Kamu tau dia tadi itu kayak orang bingung baru di tabrak,"ucap Widya membuatku menghela nafas pelan.

"Pak Fajar, Ibunya kemana,"tanya Yolanda dan Ibu Bhayangkari yang lain di sini. "Dek Ani di dalam Bu. Ada apa ya,"tanyaku. "Tadi siang kami sudah janjian mau jenguk Bu Gilang. Bu Fajar sakit apa Pak,"tanya Yolanda. "Tabrak lari Bu,"ucapku. "Jadi sekarang gimana? Udah di tangani,"tanya Yolanda panik.

"Masih di tangani Bu. Sudah hampir satu jam setengah,"ucap Widya melirik jam tangan nya. "Ya ampun. Pantesan saya telfon ngga di angkat,"ucap Yolanda. "Keluarga pasien?,"tanya dokter keluar. "Saya suami nya Dok,"ucapku.

"Bisa ikut saya sebentar Pak,"tanya dokter. "Wid titip Dek Ani ya,"ucapku sembari segera menyusul dokter ke ruangan nya. Takutnya aja ada indikasi parah setelah kecelakaan.

"Pasien sedang tahap pemulihan. Patah tulang yang di alami juga bisa sembuh beberapa hari saja. Ada indikasi lain juga, pasien dalam kondisi stres. Karena selama kami melakukan penanganan, berulang kali kami suntik kan obat penenang. Karena setiap kali dirinya menyebut nama Aileen pasti mengamuk.

Akan lebih baik kalo pasien jangan terlalu di tekan Pak. Dan coba hubungi psikiater terkait gejala yang di alami. Karena kondisi ini kalo di biarkan terlalu lama bisa merusak mental nya,"ucap dokter hanya membuatku menghela nafas. "Dok ngga ada indikasi lain kan,"tanyaku di angguki nya sembari menulis resep.

Kamu apa kan Ani, Aileen??

-^-

Isyana POV


Bau menyengat dan familiar tercium jelas di indra penciuman ku. "Makan dulu An,"ucap Fajar membawa semangkuk bubur hangat. "Aku ngga makan bubur rumah sakit,"ucapku. "Aku beli di luar,"ucap Fajar. "Nanti, aku mau ke kamar mandi dulu,"ucapku malah di halangi Fajar. "Awas aku mau ke kamar mandi,"ucapku kesal. 

"Iya saya bantu,"ucap Fajar. "Ngga pergi sana,"ucapku tak di hiraukan malah mengangkat ku masuk ke kamar mandi dan mendudukkan di atas toilet. "Kamu ngapain masih di sini,"ucapku melihat nya. Sudah kebelet ngapain lagi di sini. "Buruan. Kamar mandi licin, ngga mau resiko kepleset,"ucap Fajar berbalik badan.

"Aneh,"ucapku menuntaskan keinginan ku. "Udah?,"tanya Fajar. "Aku bukan anak kecil ya Mas. Jadi jangan perlakukan seolah aku anak manja,"ucapku mencoba berdiri namun nyaris terhuyung karena rasa sakit mendera di kaki ku. "Akhhh,"ucapku meringis membuat Fajar segera mengangkat ku kembali masuk.

Rasa ngilu dan menyakitkan dari kaki membuatku kembali ingin mencoba berdiri. "Udah makan dulu An,"ucap Fajar menyajikan bubur di depan ku. "Ngga ngatur bisa ngga? Awas aku ngga mau lemah. Pasti tadi itu salah,"ucap Ani keras kepala. "An mending kamu makan.

Aku ngga mau ngatur tapi anjuran dokter jangan gunakan dulu kaki mu kalo ngga mau lumpuh,"ucap Fajar membuatku menatapnya tak percaya. "Maaf terlalu keras. Lebih baik makan dulu. Kamu pasti belum makan,"ucap Fajar sabar. "Sebentar jawab dulu. Maksudnya kaki ku patah,"tanyaku ngga bisa menahan rasa penasaran.

"Saya jawab kalo kamu mau makan dulu,"ucap Fajar. "Tinggal bilang iya kenapa pake maksa juga sih. Sok ngatur lagi kalo memang ngga mau aku ini itu kenapa juga harus nikah. Gitu aja ribet. Dasar norak,"ucapku sebal.

"Gitu cara ngomong sama suami Isyana,"

Suara menggelegar membuatku melihat Gita menatapku nyalang. "Oh selain norak kamu tukang adu? Kamu sampai bilang ke Ibu hanya karena begini. Wah heroik ya Fajar, mantu idaman banget,"tanyaku sinis. "Maaf Bu kayaknya Ani agak tertekan aja. Nanti kalo sudah pulih ngga gitu,"ucap Fajar mengajak Gita masuk. "Pinter banget akting mu,"ucapku tak tahan memaki nya.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang