Bab 36 : Meresahkan

179 13 0
                                    

Plak

Aku menaikkan sebelah alisku tanpa membuka mataku heran. Kok ngga terasa apa-apa. Rasa ingin tahu yang terlalu menggerogoti membuatku membuka mata. Ku lihat Fajar yang meniup nyamuk yang singgah di wajahnya. Aku masih diam menatapnya yang seolah tak peduli.

Maksudnya aku disuruh pergi kah tanpa dia peduli? Atau apa? Apa dia terlalu muak sampai ngga mau ngomong sama aku? Sengaja mengabaikan ku kah dia?

Bosan dalam ketidaktahuan, ku langkahkan kaki menjauh pasrah lagian laki-laki mana yang masih mau istri ngga berguna kayak aku. Apa aku harus menginap di hotel selama mencari rumah? Ayolah untung aku bukan pengangguran juga kan.

"Satu langkah lewat dari pintu, ku nikahi lagi kamu An,"

Mendengar kalimat aneh Fajar membuatku berbalik menatapnya heran. "Aku setuju dengan ngga menjaga diri dengan baik. Tapi ngga dengan surat ini,"ucap Fajar melempar asal map biru beserta pulpennya. Bibir ku masih terbungkam tapi air mata yang sejak awal turun tak bisa berhenti.

Apa dia berpikir balas dendam dengan KDRT seumur hidup? "Kemari,"ucap Fajar tegas seperti saat dirinya memimpin pengamanan saat tawuran waktu itu. Hormon kehamilan malah membuatku begitu mudah menangis. Bahkan belum sampai di dekatnya air mata ku sudah tumpah ruah.

Tanganku ditarik pelan menambah air mata yang terus bercucuran. "Apa kamu sudah bosan dengan ku,"tanya Fajar ku gelengkan cepat. "Apa kalimat ku menyakiti mu,"tanya Fajar kembali ku gelengkan. "Terus apa alasan mu minta hal yang paling dibenci Allah Dek,"tanya Fajar. "Karena aku hamil sebelum kamu menyentuhku,"ucapku terbata.

-^-

Fajar POV

Sudut bibirku terangkat maksimum begitu mendengar pernyataan yang keluar dari bibir manisnya. Bisanya aku lupa menceritakan kejadian dia tak sadar karena minuman yang telah di campur obat. Hingga dia lepas kendali memaksa ku sampai kemeja yang ku pakai robek.

Apa dia tidak mengingat apapun tentang malam itu sampai bisa depresi begini? Padahal dia juga yang cuek begitu tau kemeja ku robek. Ingin rasanya tertawa lepas tapi melihat bagaimana depresi nya dirinya. Mencari ku dengan kondisi yang dia juga lupa bukan suatu kesalahan.

Ku tarik tangannya mendekat. Dirinya terus saja menunduk tanpa mau mengangkat wajahnya bersama lelehan air mata yang tak kunjung berhenti. Ku tangkup wajahnya yang jauh lebih kecil dari sebelum aku pergi sembari mencium lembut kening nya. "Sudah nangisnya? Kalo bukan saya yang nyentuh siapa yang berani sentuh setan pondok kayak kamu,"tanyaku terkekeh geli.

Ku lihat wajahnya yang menatapku bingung. "Maksudnya,"tanya Isyana sesenggukan. "Kamu ingat insiden kamu cuek seharian gara-gara kemeja ku robek ngga wajar. Menurutmu siapa lagi yang berani robek itu kalo bukan setan pondok,"tanyaku. "Aku? Kapan aku robek kan baju mu?,"ucap Isyana tepat seperti dugaan ku.

Dia ngga ingat sama sekali kejadian malam itu. "Malam resepsi Aileen. Kamu ngga ingat malam itu saya bilang kalo memang niat mu mau buat saya benci dengan bercampur dengan orang lain lebih baik ngga usah,"ucapku membuatnya berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Saya bilang begitu karena saya malam itu menemukan kamu pingsan.

Saya sudah ingatkan tapi kamu sendiri yang memaksa sampai merobek baju kemeja yang saya pakai. Dan ya malam itu begitu. Saya sudah menahan diri tapi kamu sendiri yang memaksa sampai bilang kalo ngga mau kamu memilih cari Aileen. Saya yakin kamu kena pengaruh obat malam itu. Tapi ya nasi sudah jadi bubur,"ucapku.

Ku lihat wajahnya yang bingung berangsur menjadi memerah. "Aileen kamvret. Ini ternyata maksudnya aku sudah baik hati,"ucap Isyana malah mengumpat hanya ku perhatikan saja. "Dek istighfar,"ucapku mengusap bahu nya pelan. "Asem cok,"ucap Isyana malah semakin menjadi. "Hey hey. Ingat,"ucapku mengguncang lengan nya perlahan.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang