Malam hening aku hanya bisa diam di balik kaca bertuliskan ICU. Ku lihat Fajar terbaring dengan semua penopang kehidupannya. Mata sembab juga dengan rasa takut mendera. Darah yang masih membekas di baju ku cukup kontras.
Ku lihat perlahan tangannya bergerak membuatku segera berlari mencari dokter. "Dok suami saya sudah siuman. Bisa di cek kondisi nya kah,"ucapku sontak membuat dokter yang ku panggil turut berlari bersamaan dengan itu rasa berdebar kencang menunggu hasil pemeriksaan dokter.
"Pasien sudah bisa di kunjungi,"ucap dokter sontak membuatku segera masuk ke dalam. Baru saja mau masuk, ada seorang wanita yang lebih dulu masuk mendahului ku. "Kamu siapa?,"tanyaku mengejarnya tapi di abaikan. "Kamu pergi aja,"ucapnya malah mengusir ku hendak bertemu dengan Fajar.
"Kenapa? Dia suami ku,"ucapku kekeuh ingin melihat Fajar lebih dekat. "Oiya. Kalo gitu kemana aja kamu waktu Fajar sakit punggung nya? Kamu suka betul kan semasa hidup ngamuk dengannya. Kamu suka kan cuekin? Aku juga istri nya dan aku ngga terima,"ucapnya membuatku tersentak.
"Semasa hidup?,"tanyaku bingung sendiri. "Memangnya aku sudah mati? Ngaco kamu dan aku satu-satunya istri yang dia punya,"ucapku yakin. "Kalo aja kamu juga ngga sok pahlawan di saat terakhir sampai ke tabrak mobil. Mungkin kamu juga ngga perlu ketemu Fajar dulu,"ucapnya tak bisa masuk di nalar ku.
Wait
Aku sudah mati? Tapi dokter tadi? Fajar juga sudah tiada?
"Bohong kamu,"ucapku yakin sembari masih bersikeras. "Untuk apa aku capek capek bohong? Aku ditakdirkan mendampingi Fajar di sisi nya karena istrinya ngga punya otak selama hidup. Selalu di sia-siakan. Sekarang kamu ngga usah ikut campur,"ucapnya mendorongku bahkan ingin melihat saja tak bisa.
"Mas Fajar,"panggilku kencang sambil melambaikan tangan ke udara. "An
"Sana pergi. Kamu terima sendiri apa yang kamu buat selama dunia,"ucapnya membawa pergi Fajar sementara kaki ku terbelenggu rantai yang perlahan melilit seluruh tubuhku. Apalagi rantai itu cukup panas sampai mencekik ku kencang. Sakit hingga aku kehabisan nafas. Di sela-sela nafas yang tercekat di ujung, hanya satu sosok yang terlihat di mata ku.
Fajar
-^-
"Mas Fajar,"ucapku terengah-engah begitu ku buka mata. Ku lihat sekitar sembari menarik nafas pelan. Kolong meja kantor?
Pranggg
Bunyi pecahan kaca di dekat meja ku membuatku sadar apa penyebabnya hingga membuatku pingsan bersamaan dengan kening yang mengucur darah. Perlahan ku langkahkan kaki keluar mengabaikan resiko, bayangan tentang mimpi barusan terlalu membuatku pelik.
"Wah ada satu tuh,"tunjuk massa yang berada di bawah begitu melihatku. Tak peduli dengan kondisi ku yang penting Fajar selamat. Sembari berlari menuju tangga darurat, ku abaikan rasa menyengat dari kaki yang tak sengaja menginjak pecahan beling.
Bagaimana bisa aku pingsan sedangkan tengah chaos diluar. Gedung tempat ku bekerja yang tadinya mempesona hancur dengan pecahan kaca dimana mana. "Kejar itu,"teriak salah satu masa membuatku segera berlari ke bawah. Namun kaki yang basah karena darah membuatku dengan bodohnya malah terpeleset hingga terguling pojok ruangan.
"Jangan cuk cewek dia,"
"Biar cewek tetep aja buat kita menderita. Apa bedanya?,"
"Tapi cuk bayangin kalo cewek mu atau ngga ibu mu,"
"Alah ibu sama cewek ku ngga akan kayak gitu,"
Sontak ku rasakan tendangan keras di punggung berulang. "Udah ehh kita ngga akan sakiti cewek,"ucap yang lain berdatangan memberiku kesempatan untuk bangkit sembari menatap mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekawira Danadyaksa~Completed
RomanceMenikah dengan perjodohan bukan hal yang bagus ralat lebih tepatnya hanya pihak laki-laki yang sudah lebih dulu mencintai pihak perempuan. Bak kata pepatah menikah dengan orang yang mencintai dengan tulus, begitu Isyana diperlakukan istimewa seolah...