Bab 18 : Cuek

174 16 0
                                    

Fajar POV

"Behh kenapa dengan muka mu itu.  Habis ada morning dari Mba Isyana kah,"ucap Widya mengambil tempat bersama dengan Aresth. "Ngga. Makan gini loh masih tanya,"ucapku sembari makan dengan tenang. "Iya tau paijo. Maksudnya kayaknya atmosfer nya makin hari makin baik,"ucap Aresth.

"Keinget tadi pagi,"ucapku ingin tertawa juga tersenyum mengingat Isyana tadi pagi. "Kenapa nih gan? Kayaknya seru ini kalo bahas Mbak Isyana,"ucap Widya. "Dia mau usil taruh garam di teh ku. Cuma ternyata dia ngga fokus jadi ngga tau kalo teh nya sudah di kasih gula Ummi.

Dan garam nya belum larut makanya ngga ada rasanya. Liat aku minum santai, dia yang penasaran. Waktu mau ku ambilkan gelas malah di minum sampai habis,"ucap Fajar. "Hiyak kamu ngga pake minum lagi kah? Kan bekas bibir nya Mbak Isyana tuh,"ledek Aresth. "Nggak lah orang ada garam yang belum larut.

Belum lagi gara-gara aku bantuin Najwa langsung keluar hadist ngga boleh pegang tangan yang bukan muhrim,"ucap Fajar. "Mulai bucinin kamu nih ceritanya. Kamu ngga ada respon lagi gitu,"tanya Widya. "Menurutmu. Seriusan ngga paham aku kenapa cewek jalan pikirnya rumit.

Semalem aku diem ku kira dia ini lagi bad mood. Kenapa malah dibilang habis makan lem Korea? Ngga ada perubahan tau tau marah benci nanti ketawa lagi,"ucapku. "Ajak jalan Jar. Barangkali dia suka kayak kemarin kamu bilang.

Tapi kamu juga salah sih tadi. Giliran Mbak Isyana yang nemplok kamu ceburin ke kubangan. Giliran Najwa di tahan,"ucap Aresth. "Itu refleks Res. Karena ngga biasanya dia kayak gitu,"ucapku. "Biasa Ustadz Fajar. Oiya Ustadz dipanggil Pak Mahendra,"ucap Agam. "Aku belum cukup ilmu buat dipanggil Ustadz. Aku duluan ya,"ucapku berlalu.

Tidak biasa Mahendra akan memanggil ku tiba-tiba. Biasanya melalui chat atau media lain. Ayolah Bos kan bebas Fajar mana bisa kamu yang ngatur. "Permisi Pak,"ucapku menghadap. "Oiya IPTU Fajar silahkan duduk ada yang perlu saya bahas,"ucap Mahendra. "Baik Pak,"ucapku segera mengambil tempat.

"Kan agenda kita setiap tahun itu membuat suatu media dakwah yang biasa dilakukan waktu perayaan hari besar tahun ini gimana. Kan jadi makin completed bisa handle juga untuk Polwan dan Bhayangkari. Jadi gimana IPTU Fajar,"ucap Mahendra membuat kening berkerut bertanya. "Izin Pak sebelumnya.

Agenda tersebut kan berjalan hanya di perayaan hari besar. Apa akan dilakukan di luar hari besar?,"tanyaku. "Loh kan lusa sudah Maulid Nabi,"ucap Mahendra. "Astagfirullah siap salah Pak,"ucapku merutuki kebodohan ku. Bagaimana aku bisa seceroboh ini. Kegiatan ini biasanya selalu ku siapkan dengan matang tapi tahun ini?

"Waduh serasa dunia berhenti ya IPTU Fajar kalo sudah menikah,"ucap Mahendra terkekeh. "Siap saya ceroboh Pak,"ucapku menahan malu. "Ngga papa IPTU Fajar dulu saya juga pernah begitu di awal menikah. Sampai saya yang biasanya lebih suka setelah kerja malamnya pergi keluar sama teman.

Sekarang sudah ada yang menunggu jadi selalu ingin rasanya pulang langsung ke rumah,"ucap Mahendra. Hah itu Yolanda care kalo Isyana aja begitu aku rajin pulang apalagi kalo care. "Siap Pak,"ucapku. "Ya sudah nanti coba diskusikan lebih lanjut. Saya tunggu hasilnya besok ya,"ucap Mahendra. "Siap Pak,"ucapku mengangguk paham.

Ceroboh sekali dirimu Fajar bisanya event yang sudah mendarah daging malah lupa. Baru saja mau mengirim pesan justru Isyana lebih dulu mengirim pesan.

"Astaghfirullahaladzim,"ucapku berdecak membaca pesan yang terkirim barusan.

-^-

Isyana POV

"Kalo menurut ku begitu setelah konfirmasi dengan Bu Yolanda. Cuma ntar kalo kurang tambah aja,"ucapku menaruh kertas yang telah ku isi kegiatan untuk perayaan hari besar. "Terimakasih,"ucap Fajar sebelum kami kembali tenggelam dalam diam selama perjalanan menuju acara.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang