Bab 23 : Rain

133 16 2
                                    

Isyana POV

Asem memang luka jahitan nih. Ngga bisa kan aku kemana-mana dengan santai. Makanya aku cuma bisa duduk diam tungguin Fajar pulang. Bakteri Salmonella itu juga ngajak kelahi. Isyana yang lincah dijadikan lemah lembut ngga sesuai karakter.

Kelamaan nunggu Fajar di teras masjid bikin mataku semakin berat juga. Duh mana ribetnya nauzubillah lagi mau tidur. Terpaksa bersandar sambil pejamkan mata barangkali bisa resapi udara yang lewat.

"Akh,"ucapku saat hidung ku di tarik kencang membuatku meringis. "Dosa kamu Mas,"ucapku sebal melihat Fajar yang baru pulang di depan ku. "Sudah sore jangan tidur. Katanya mau keluar tadi? Ngga jadi,"tanya Fajar membuat ku segera berdiri. "Jadilah justru itu aku sudah kayak tape di sini.

Kamu ngga mau ganti baju dulu kah,"tanyaku. "Sudah, waktu singgah ke rumah tadi,"ucap Fajar sebelum kami berlalu keluar dari kawasan pondok pesantren dengan ya sepeda yang waktu itu. "Kamu marah?,"tanyaku penasaran mendengar nadanya yang terdengar sedikit cuek. "Nggaklah ngapain mau marah.

Tadi Bu Yolanda ada titipan buatmu. Ku taruh di atas meja mu karena ngga mungkin ku kasih langsung. Kenapa tunggu di teras masjid bukan di rumah aja,"tanya Fajar. "Aku? Bosan juga aku di rumah. Kayak orang sakit parah aja. Padahal cuma tifus sama luka jahitan aja,"ucapku. "Bukan cuma. Itu dua duanya meskipun sepele kalo dibiarkan bisa parah juga An,"ucap Fajar.

"Iya tau. Tapi aku cuma bosan di rumah mending ikut Umma ngisi pelajaran sekalian belajar atau ikut Mbak Kania keliling hubby,"ucapku terkekeh pelan. "Hu kamu bilang apa tadi An,"tanya Fajar membuatku tergelak ringan. "Hubby,"ucapku. Aku yakin pasti wajah nya sudah sangat memerah. Untung juga aku ikut Nayla tadi belajar bahasa Arab.

"Kamu kayaknya mulai aneh An,"ucap Fajar malah ngga nyambung. "Please lah Mas. Aku tau kamu salah tingkah tapi ngga usah merusak momen. Kenapa ngga sekalian kesambet,"ucap ku sebal. "Maaf,"ucap Fajar hanya bisa ku gelengkan. Coba saja kalo aku bisa mendapatkan versi Fajar yang romantis mungkin menarik kali ya...

Ketinggian dah halu mu An. Yang penting selama ini dia sayang sudah cukup. Hidup ngga melulu romantis juga kan. Ku pasang headset sembari menikmati suasana sore yang berbeda dengan biasanya. "An aku mau bilang tapi kamu jangan marah. Dan maaf kalo kecewa,"ucap Fajar membuat alisku bertaut.

"Apa itu,"tanyaku penasaran. "Eum kita pergi umrah tapi ngga bisa bareng dengan Mbak Kania sama Kak Fahri. Kamu tau kan profesi ku juga sama dengan mu,"ucap Fajar penuh hati-hati. "Ya terus? Di taruh di pesantren begini sudah rasa honeymoon kali meskipun kamu sekali ngajak kelahi pengen ku gantung di menara masjid,"ucapku.

"Kamu ngga kecewa gitu,"tanya Fajar. "Dasar over thinking. Jadi gara-gara itu kamu dari tadi diam? Ya kali kecewa. Aku sudah sadar diri siapa aku sejak sumpah jabatan apalagi setelah kamu nikahi yang harus selalu ada every where everytime,"ucapku.

"Makasih An atas pengertiannya,"ucap Fajar. "Ngapain terimakasih cong,"ucapku menggeleng mendengar kalimat Fajar yang kelewat baku. Dia ngomong sama istri kayak ngomong sama Kapolda aja.

-^-

Katanya mau pergi ambil air tapi lama betul Fajar ini. Ngga lama menjamur juga aku duduk di sini sendirian pula. Untung pemandangan nya enak kalo dilihat. Sembari berdiri melihat padi yang membentang manis cukup merefresh kejenuhan otak.

"An,"

Mendengar panggilan itu sontak membuatku berbalik. Ku lihat Fajar malah menyunggingkan senyum. Perasaan tadi bilang mau ambil air. "Katanya mau ambil air,"ucapku berkacak pinggang. "Udah tuh,"ucap Fajar menunjuk tumblr membuatku bergegas mendekatinya.

Namun lenganku ditahan mendekat membuatku menaikkan sebelah alisku. "Kamu over thinking kenapa lagi he?,"ucapku sebal. Bukan Fajar kalo ditanya malah jawab dengan jelas. Justru dirinya malah menunjuk ke arah sawah yang membentang luas. "Ngga lama ku ceburin lagi ini makhluk,"ucap ku makin sebal melihat Fajar mulai aneh.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang