Bab 2 : Amukan Gita

327 25 0
                                    

"Mbak siapa sih tadi yang sengaja tarik jahitan Mbak,"tanya Lisa sebal saat kami sudah kembali ke kantor. "Tau Lis. Gara-gara kemarin, waktu kecelakaan keluarga korban kebetulan tetangga ku sebelum pindah ya baik lah.

Kayak tetangga pada umumnya jadi waktu nawarin pulang ketinggalan ID ku di mobil nya. Ehh sekalinya malah di kasih kotak bekal tadi tuh,"ucapku kesal sendiri sementara kening ku masih terasa agak ngilu. "Baru calon aja loh,"ucap Lisa membuat ku terkekeh pelan sembari menaiki lift.

Luka Gara-gara perban yang lengket di jahitan di tarik mana masih basah. Apa itu bagus kedengaran nya? Asli masih ngilu rasanya. Aku ngga pernah main fisik karena itu terlalu cewek mending diam. Karena diam itu lebih berharga. "Isyana lukanya sudah,"tanya Natasya saat tak sengaja bertemu.

"Sudah Bu. Sekali mohon maaf Bu saya sudah menimbulkan kekacauan besar di kantor,"ucapku. "Ngga papa. Saya yakin kamu anak baik. Mendapatkan menantu yang baik harapan semua Ibu seperti saya. Memangnya kamu kenal dengan korban yang kamu tabrak,"tanya Natasya. "Tetangga sebelum pindah rumah Bu,"ucapku.

"Oalah. Tapi yang tadi itu kenal kamu,"tanya Natasya. "Yang tadi itu. Calon istri nya. Keluarga korban memang menikah dengan sepupu sendiri. Dan yang kemarin sepupu nya. Saya ngga sengaja kenal semenjak SMA hanya saja ngga begitu akrab. Sekedar kenal,"ucapku.

"Istri posesif ngga salah tapi kalo masih calon posesif sampai segitunya itu harus di pertanyakan. Kamu juga kapan ini izin cuti nikah,"tanya Natasya membuat senyumku terukir manis. "Jangan jawab tunggu Allah berkehendak, orang tua merestui dan guru meridhoi,"ucap Natasya.

"Tunggu ada yang serius langsung lamar,"ucapku yakin. "Nah gitu dong. Kalo jawaban mu biasanya kayak jawaban putus asa aja dek. Ya sudah di lanjut pekerjaan nya. Kalo masih sakit langsung pulang. Atau sekarang langsung pulang aja gimana,"tanya Natasya. "Janganlah Bu. Saya malah bosan kalo di rumah,"ucapku jujur.

"Ya sudah nanti kalo sakit hubungi saya,"ucap Natasya ku angguki sebelum berlalu. Bos besar ku mantap sekali rasanya. "Ani gimana lukanya,"tanya Meylan begitu aku masuk ke dalam ruangan. "Aman aja Mbak,"ucapku. "Beneran deh kayaknya udah di notice tuh sama yang di tabrak,"ucap Fara. "Ngga lah Mbak saya sudah ngga mau berurusan dengan cewek tadi. Amit-amit aja lah,"ucapku.

"Btw kamu kenal dong sama korban kalo dari kata cewek tadi,"ucap Meylan masih penasaran. "Tetangga sebelum Bapak pindah kerja,"ucapku. "Berarti ibu mertua nya itu mau nya sama kamu An,"ucap Fara. "Ngga lah Mbak. Orang sudah lamaran sama Mbak yang tadi kok,"ucapku enggan berkelit.

"Duh susah sih kalo cantik,"ucap Meylan. "Jangan gitu Mbak nanti saya terbang kan susah kalo jatuh,"ucapku jenaka. "Loh serius ini An. Kadang apa yang selalu di hindari di situ kita bergelung,"ucap Fara mengehentikan kegiatan ku. "Saya ngga menghindar.

Hanya Mbak gimana ya susah jelasin nya. Kadang saya malu juga kalo dihina sembarangan di muka umum,"ucapku mengingat jelas tingkah laku Najwa. "Kamu tanggapi An,"tanya Meylan. "Kalo cuma berdua ku tanggapi kalo banyak orang lebih baik diam. Capek juga nanggapi,"ucapku.

"Nah bener biar orang yang menilai. Kita yang penting ngga salah ya sudah ngga usah berkomentar. Kayak prinsip yang di ajarkan Bu Natasya,"ucap Fara ku angguki. Saatnya jadi gadis cerdas. Diam nya orang cerdas lebih bermakna bukan.

-^-

Panorama Cafe & Resto
20.00 WITA

Ku lirik jam tangan yang melekat di pergelangan tangan ku. Di prank kah aku ini. Bisanya ngga muncul padahal sudah jam 8. Sembari menunggu, ku buka kembali ponsel ku melihat sosial media. Entah berita apa yang sedang beredar saat ini aku juga ngga tau.

Chat di WhatsApp menumpuk hanya bisa ku pandangi. Semuanya tentang pekerjaan. Ku lihat status satu dua orang yang berkelit. Ku lihat status Mas Deva yang sedang manis manisnya pacaran setelah nikah dengan Mbak Dewi membuatku tersenyum tipis. Aku nanti kalo punya suami begitulah.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang