Bab 13 : Setan Pondok

167 18 0
                                    

Pagi yang baru juga suasana kembali baru. Ku lihat Fajar kembali memakai seragam nya. Dari dulu yang ku kenal sebelum akhirnya hilang kontak. Fajar yang ku kenal memang orang yang rapi bahkan tampak jelas garis bekas setrika di pakaian yang di pakainya.

"Sayang,"ucap Nayla tersenyum lebar membawa susu di dalam gelas membuatku mendongak. "Umma kenapa bawakan? Ani nanti ke meja makan kok. Cuma tungguin Mas Fajar dulu,"ucapku. "Hah? Aku?,"ucap Fajar menunjuk dirinya. "Gimana sih kamu Nak. Kasihan Isyana harus sarapan biar bisa minum obat kamu siap-siap lama betul,"ucap Nayla.

"Maaf Ummi. Udah selesai kok,"ucap Fajar segera membantu ku berjalan keluar. Berbeda dengan Aileen yang selalu memperhatikan parfum. Bahkan dari aku digendong semalam sampai sekarang aroma segar yang menguar ngga ada habisnya. "Dek udah bisa jalan?,"ucap Kania. "Sedikit aja Mba,"ucapku tersenyum lebar.

"Alhamdulillah,"

Menu pagi ini pecel lengkap dengan sayuran. Ku ambil satu piring lengkap dengan sayuran lebih banyak serta sambel pecel dengan kerupuk ke depan Fajar. Seperti orang yang ngga pernah melakukan apapun begitu pula rasa terkejut yang di tampakkan Fajar dari wajahnya.

"Kurang?,"tanyaku. "Sudah cukup. Terimakasih,"ucap Fajar cepat. Berbeda dengan Fahri yang menahan tawa melihat ekspresi Fajar. Lagian dia ini kayak ngga pernah aja ku sajikan makan. Padahal waktu di rumah kami sendiri hampir setiap hari aku yang sajikan.

"Santai aja liatnya Jar,"ucap Usman memecah suasana canggung. "Ani nanti habis kerja mau ikut Ummi ke asrama santriwati?,"tanya Nayla. "Boleh Umma,"ucapku sumringah. "Ani gimana Nak kondisi nya,"tanya Usman. "Alhamdulillah Bi. Tapi baru bisa selangkah dua langkah,"ucapku.

"Di bantu Jar mau nya,"ucap Fahri. "Jangan Mas nanti ngga malah di bantu malah di angkat,"ucapku jujur. "Tau Jar maksudnya kamu perhatian cuma ya Dek Ani kan juga mau terapi,"ucap Fahri semakin gencar. "Bukan Mas yang semalam itu karena turun tangga ruang hadrah,"ucap Fajar.

"Loh kok ruang hadrah? Aku loh bahas habis sholat Magrib,"ucap Fahri. "Ani habis dari ruang hadrah santriwan semalam?,"tanya Kania kaget. "Maaf Kak. Semalam aku nungguin Mas Fajar sampai larut ngga pulang-pulang makanya cari sendiri,"ucapku.

"Ish parah Fajar kasihannya Dek Ani belum sembuh kamu suruh cari kau,"ucap Fahri resek. "Ngga gitu Mas. Aku kira habis Isya langsung tidur jadi Santai aja ngumpul sama anak hadrah. Tau-tau sudah ada di ruang hadrah aja,"ucap Fajar. "Kan ngga mungkin aku tidur duluan terus kamu belum pulang. Sebelumnya kan kamu bilang kalo ada tugas atau apa.

Semalam tiba-tiba hilang. Umma Ani aja yang dihukum,"ucapku yakin. Aku sempat membaca larangan melewati batas santriwati dan santriwan. "Kan Ani ngga termasuk di dalam situ Nak. Biar nanti di jelaskan aja sama Abi,"ucap Usman. "Ngga papa Abi. Lagian banyak yang belum tau Ani.

Nanti malah jadi salah paham dan biar adil,"ucapku. "Ngga usah aneh-aneh An. Kamu belum sembuh,"ucap Fajar. "Tapi kan sama aja ngga adil buat yang lain. Malah jadi cemburu bagi yang ngga tau. Please ya Umma,"ucapku menatap Nayla penuh harap. "Ani bener kata Abi sama Fajar kamu belum sembuh dan semuanya kan salah paham,"ucap Nayla.

"Ngga papa Umma. Ani masih sanggup kok,"ucapku tersenyum lebar membuat Nayla tak sanggup lagi menolak. "An mending kamu istirahat aja,"ucap Fajar. "Dan mending kamu kerja dengan baik. Karena aku sedang ngga butuh itu untuk saat ini. Lama-lama sakit semua badan ku pake tidur terus,"ucapku menatapnya.

"Bener juga Jar. Dek Ani cuma mau biar adil aja maksudnya. Lagian setelah itu bisa diputuskan salah paham biar ngga riweh dan hukuman nya ngga akan seberat yang kamu bayangkan,"ucap Kania. "Tuh. Yakin aja lagian biar semua adil dan jelas,"ucapku sembari melantunkan makan.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang