Bab 22 : Melodi

140 14 0
                                    

"An bangun sholat Subuh dulu,"

Suara lembut itu tak terdengar asing. Seperti Fajar tapi tumben dia begitu. Gila saja kau An semalam siapa yang memintanya tidur di sisi mu. Ku buka mata ku bersitatap dengan sorot mata teduh yang tampak bersinar sekali pagi ini.

"Kok kamu sudah rapi?,"ucapku heran melihatnya memakai baju koko lengkap dengan sarung. "Kan tadi jam 3 tahajud dulu di masjid,"ucap Fajar mengusap keningku. "Kan begitu memang. Itu surga luasnya ngga mau ngajak memang. Coba dibanguni kek. Sengaja di tinggalnya aku,"ucapku mencebik sebal enggan bergeser.

"Eum ya sudah mulai besok aja kamu ku bangunin,"ucap Fajar ku angguki. "Bangun sudah An nanti aku telat ke masjid nya,"ucap Fajar. "Haruskah? Ngga bisakah kamu imamin aku? Aku waktu belum nikah sering liat post nya orang di Instagram di imamin suami sendiri kalo jamaah sholat fardhu.

Kayak tampak so sweet gitu. Suami imamin istri dengan merdunya. Sampai sampai aku halu nanti kalo nikah pasti begitu sebelum tidur. Tapi begitu nikah ngga pernah,"ucapku menunduk dalam menampilkan wajah sendu. Diangkat nya wajahku perlahan menatapnya.

"Tapi kamu bangun dulu baru bisa aku turun bilang ke Kak Fahri biar nanti digantikan imam pagi ini,"ucap Fajar membuat senyum terbit di wajahku. Wew niatnya mau jadi setan di pagi buta ngga jadi. Sontak membuatku segera berlalu mengambil wudhu dan mukena sementara Fajar berlalu keluar.

Kapan lagi coba jadi istri yang bener sedikit? Mendengar suara merdunya membaca ayat suci Al Qur'an. 2 rakaat ngga kerasa berat kayak biasanya kalo aku sholat Subuh sendirian. Sampai habis salam pun masih ada dzikirnya sanggup. Maka biasanya ngga usah ditanya betapa beratnya aku pergi sholat Subuh.

"Mau ngaji?,"tanya Fajar membuatku mengangguk pelan. Diambilnya dua mushaf sembari dirinya berbalik duduk berhadapan denganku. "Surah apa,"tanya Fajar membuatku terdiam. Kapan terakhir kali tanganku pegang mushaf ya?

"Dari depan aja kalo gitu,"ucap Fajar ku angguki. Ngerasa berdosa banget aku karena jarang buka mushaf. Buka aja jarang apalagi baca coba. Mendengar suaranya terlantun merdu bersama suaraku yang tercekat di kerongkongan mengingat dosa. Membuat air mataku leleh begitu saja tanpa alasan.

"Shodaqallahul adzim,"

"Nangis?,"tanya Fajar ku gelengkan cepat. "Terharu aku sholat Subuh tepat waktu dengan bener ngga halu sampai kelewat tidur. Ditambahi dzikir pula sama baca Al Qur'an,"ucapku berbaring di pangkuannya. "Besok lagi mau begini kah?,"tanya Fajar mengusap wajahku lembut.

"Mau lah masa ngga,"ucapku sudah mau terpejam lagi ini mata. Gara-gara di usap muka ku. Fyi semenjak insiden semalam yang berakhir Fajar minta maaf, kayaknya hobi barunya kalo ngga ngusapin muka ku pasti kepala ku. Dan itu bikin mataku tambah berat. "Ani sayang loh sudah sama Fajar ternyata. Nak mau mandi sekarang kah,"tanya Nayla membuatku bangkit.

"Mandi? Eum udah tadi. Kalo bersihkan jahitan baru nanti aja,"ucapku. "Masih demam Nak,"tanya Nayla lembut. "Sudah turun kok Ummi,"ucap Fajar membereskan mushaf dan semua perangkat sholat. "Tadi malam makan mual ngga,"tanya Nayla.

"Sebenarnya ngga ngerasa pahit Ani Umma. Jadi bisa makan apa aja,"ucap ku. "Oalah alhamdulillah,"ucap Nayla. "Umma mau masak ya. Ani ikut ya,"ucapku. "Ehh ngga usah. Kata dokter kemarin apa yo. Ngga boleh banyak gerak dulu. Udah siap-siap gih nanti kalo bersihkan jahitan panggil Ummi aja ya,"ucap Nayla berlalu.

Sementara itu Fajar melanjutkan kegiatan membaca Al Qur'an dengan khusyuk. Sedangkan aku ya kan tadi di suruh mandi. Dengan rambut sengaja ku urai. Ku dudukkan diriku di sebelah Fajar membuatnya memalingkan wajah nya. "Kenapa rambutmu kamu urai An,"ucap Fajar.

"Kenapa juga malah liat kesana,"ucapku sebal membuatnya beranjak mengambil sisir dan karet dari meja rias. "Ingat nanti di rumah jangan banyak gerak. Jangan keliling pondok dulu mending habis kerja liat santriwati latihan hadrah,"ucap Fajar menyisir rambutku.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang