Bab 35 : Terbuka

148 11 0
                                    

Fajar POV

Usapan lembut di wajahku membuatku tetap terjaga. Entah mengapa tapi aku merasa Isyana menyembunyikan suatu hal padaku semenjak kembali. Bukannya mau su'udzon tapi kalimat Ilyas yang mengatakan Isyana mau donasi kan bajunya tampak aneh ku rasa.

"Ngelamun terus,"ucap Isyana ku rasakan merapikan rambutku. "Terbayang wajahnya Ning Isyana itu. Tapi jangan kaget ya Jar mukanya Isyana kayak penderita anoreksia,"ucap Kania. "Ish mana ada,"ucap Isyana. Tidak. Bukan hanya raut wajahnya, setidaknya dengan melihatnya aku tau situasi apa yang tengah dia sembunyi kan.

"An kenapa matanya bengkak sayang,"tanya Nayla membuatku makin yakin dirinya tengah dalam kondisi buruk. "Sedih Bu. Kayak ngga nyangka aja. Oiya Umma, Mbak Ani mau pergi dulu ya,"ucap Isyana. "Mas ganteng, Isyana mau pergi dulu ya. Nanti kita ketemu lagi di rumah sakit,"ucap Isyana mengambil punggung tangan ku.

"Eh bentar mengabadikan momen. Kapan lagi coba foto bareng,"ucap Isyana membuatku menaikkan sebelah alisku. Yang benar saja pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Tapi apa?

"Isyana berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum,"ucapnya terdengar menjauh.

"Wa'alaikumussalam,"

"Jar ada masalah? Kamu diam aja dari tadi,"ucap Rafael. "Ani ngga ada cerita apa-apa sama kamu kah?,"tanyaku. "Ani? Ada sih semalam. Ani kayaknya tau siapa pelakunya. Makanya dia semalam takut kalo nanti ternyata dokternya anak buah pelaku. Makanya dia semalem sempat kok keliatan depresi. Mungkin dia masih terngiang gimana kamu tiba-tiba hilang sampai lama sekali,"ucap Rafael.

"Pelaku?,"ucapku langsung paham. Tapi ngga ada bukti kalo pelakunya Aileen dan atas alasan apa Aileen malah menyerang ku bukan Isyana malam itu. Isyana selamat sampai rumah. Ku rasa bukan dirinya. "Sudahlah Jar jangan banyak pikiran. Tenangkan diri jam setengah 8 lah kita ke rumah sakit,"ucap Rafael ku angguki.

-^-

Isyana POV

Bangku taman kota tampak lebih ramai dari biasanya. Sudah setengah jam aku duduk setelah bingung akan kemana setelah pulang. Galeri ku menunjukkan foto bahagia tadi pagi tak bisa membuatku menarik senyum. Bahkan saat seluruh instansi mengucapkan selamat atas kembalinya Fajar juga tak bisa ku tampilkan wajah bahagia. "Mbak,"ucap Widya datang bersama sebuah map biru. "Lama ya Bu,"ucapku melirik jam tangan ku.

"Hehe tadi belibet sama Aresth. Mbak seriusan ini mau ngurus surat cerai sama Fajar,"ucap Widya duduk di sebelahku. "Siapa sih istri yang mau di cerai dengan suami yang ngga pernah kasar? Aku cuma mau fasilitasi aja,"ucapku melihat nama ku tertulis di atas sana.

"Mbak masih bisa dibicarakan dengan Fajar,"ucap Widya ku gelengkan. "Aku sudah final Wid. Siapa yang mau di khianati kayak gini?,"ucapku. "Memang Mbak ngga sayang sama perjuangan kalian sampai akhirnya di titik ini,"tanya Widya membuatku mengingat bagaimana bisa ada dua cincin di tangan ku hingga bagaimana perdebatan kami yang tak pernah berujung.

Tidak hanya aku yang selalu merusuh dari dulu. Saat aku tak bisa berjalan saat itu. Dirinya selalu menjadi pelindung meskipun aku juga tak membutuhkan itu. "Liat Mbak. Cincin ini sampai sekarang dia simpan. Padahal punya ku aja ilang ngga tau kemana,"ucap Widya menyentuh cincin di jari telunjuk ku.

"Mbak. Insya Allah bisa dibicarakan dengan baik. Mbak tau ada orang di luar sana yang berusaha mati matian berada di posisi Mbak tapi malah dipisahkan ajal,"ucap Widya. "Tapi apa kalo kamu jadi Fajar juga mau nerima aku? Ngga kan,"tanyaku. "Mbak ngga ada salahnya mencoba.

Sekarang belum nyesel tapi nanti Mbak punya anak terus ketemu dengan Fajar yang sudah memiliki gadis lain. Apa Mbak juga tetep santai,"tanya Widya. "Terlalu jauh bayangan mu Wid. Sudahlah aku mau ke rumah sakit. Maaf ya kalo selama ini aku ada salah. Makasih banyak sudah mau bantuin cari Fajar,"ucapku.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang