Bab 37 : Embrace

174 13 0
                                    

Tampilan 3 dimensi tampak terpampang di layar bewarna hitam dan putih. "Nah yang warna hitam ini dedek bayinya Bu,"ucap dokter yang tengah menangani ku. Mataku melihat binar bahagia Fajar sembari terus mencium punggung tangan ku. Bibir nya tak berhenti mengucap syukur setiap kali tampak janin yang masih sangat kecil.

Saat aku pulang, Nayla meminta ku memeriksakan diri khawatir terjadi sesuatu dengan ku maupun janin yang ada di dalam kandungan ku. Tentang Fajar? Dia enggan ditinggal di kamar membuat Nayla yang mengalah duduk diluar sembari menunggu.

"Pak nanti Ibu nya disuruh makan ya. Kondisi janin nya jauh lebih kecil dari yang seharusnya. Efek depresi juga berbahaya Bu untuk kesehatan janin. Makanya harus sehat jangan mudah stres,"ucap dokter membuatku mengingat setiap kali aku makan malah ku enyahkan.

"Baik Dok. Nanti saya beri tau,"ucap Fajar. "Bu Isyana ngga usah stres lagi ya. Kan Pak Fajar nya sudah kembali lagi dan sudah seperti sediakala,"ucap nya tak ku herani. Dulu mungkin kaget kok orang ini tau aku kenapa. Sekarang sudah ngga karena ya begitulah ide Widya dan Aresth menaruh di media sosial.

Bahkan orang yang tak ku kenal kadang memberiku bunga dengan ucapan semoga langgeng. Tak masalah karena itu doa tulus. Apa salahnya mengamini nya? "Makasih banyak Dok,"ucapku tersenyum tipis sebelum keluar dari ruangan pemeriksaan. "Gimana sayang adeknya,"tanya Nayla. "Nanti kita perbaiki makan Bundanya Ummi.

Bunda nya terlalu lama ngga makan sampai kurus begini,"ucap Fajar merangkul Nayla. "Ngga papa. Kan waktu itu sedih jadi ngga fokus makan nya. Sekarang ngga kan. Umma belum kasih tau siapa-siapa sesuai permintaan kalian,"ucap Nayla sembari mendorong pelan tiang infus Fajar.

"Eum Makasih Umma. Tadi adeknya kayaknya mau liat Umma,"ucapku memberikan foto yang di ambil. "Masya Allah. Semoga sehat selalu sampai lahiran ya Nak,"ucap Nayla kembali memeluk ku erat dalam haru.

"Aamiin. Umma nya juga harus jaga kesehatan. Biar bisa temani Ani lahiran nanti"ucapku membuat Nayla tak berhenti tersenyum lebar. "Makin ngga sabar pulang,"ucap Fajar membuatku menatapnya heran. "Kenapa memang nya kalo cepat pulang,"tanya Nayla. "Ya bagus kan Ummi. Ngga enak bau rumah sakit,"ucap Fajar membuatku terkekeh ringan.

"Ck kamu itu rewel. Masih di perut rewel, lahir pun rewel,"

Suara bising juga beberapa tatapan mata yang fokus pada satu titik mengundang ku untuk melihatnya. "Fani?,"ucapku heran. Ku lihat anak di gendongan nya yang tak berhenti menangis malah semakin di marahi membuatku tak bisa diam.

Namun tangan Fajar yang menahan lengan ku membuatku hanya bisa diam dan melihat. "Nak mungkin anakmu lapar. Coba di susui,"ucap Nayla mendekati Fani. "Jangan sok tau. Urus urusan mu sendiri,"ucap Fani membentak Nayla membuatku tak bisa tahan lagi.

"Hey bibir. Umma cuma kasih saran lagian lebih paham mana Umma yang sudah pernah ngurus sampai besarkan anak atau kamu,"tanyaku. "Kamu lagi An. Gara-gara kamu juga aku akhirnya di gugat cerai Aileen. Dia terlalu memuja mu padahal cover nya aja yang hebat. Bisanya suami sampai hilang ngga tau,"ucap Fani.

"Aku? Aileen hanya mau temukan kedamaian dirumah nya lagi. Sudah ayo Umma kasihan Fajar sudah berdiri lama,"ucapku menarik Fajar dan Nayla berlalu pergi. "Kamu memangnya pernah ketemu dengan Aileen lagi Nak,"tanya Nayla begitu menjauh membuatku terdiam sejenak.

"Pernah Umma hanya untuk berdamai dengan masa lalu. Aileen sengaja cerai kan Fani karena terlalu banyak keributan di rumah sampai semua orang di rumahnya perlahan pergi ingin membangun rumah sendiri. Ani sekarang hanya teman lama dengan Aileen.

Ekawira Danadyaksa~Completed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang