Part 23 [Heartache] 1

221 76 69
                                    

Jika memang masih bisa aku dan kamu menjadi kita dipelaminan. Aku menunggumu...

NO COPAS NO BULLY

Burhan tersenyum kecut lalu menepuk pundak Alief dua kali, "Papa keluar dulu, salam ya buat Emelly sama Mamanya."

Alief mengangguk beberapa kali tanpa mengatakan apa-apa. Tangannya masih menggenggam surat undangan tersebut dengan hati-hati.

Saat Papanya keluar menutup pintu baru Alief kembali merebahkan tubuhnya lagi sambil meletakkan surat undangan tersebut disisi meja tempat tidurnya.

Pikirannya menerawang mengingat Emellyana.

"Udah empat tahun berlalu, gimana kabar Emelly? Apa dia sudah menikah atau belum? Apa Emelly sudah punya pacar? Atau dia masih sendiri?" batin Alief sesak. "Emelly... Apa aku bisa menahan diri untuk gak meluk dia nanti? Huufh! Aku yakin kamu udah punya pacar atau malah calon suami, gak mungkin empat tahun kamu masih sendiri."

Alief membalikkan badannya beberapa kali karena gelisah.

"Emelly andai kamu juga mencintai aku, saat tamat sekolah dulu aku pasti udah melamarmu waktu itu, mungkin sekarang kita udah nikah, mungkin."

Tiba-tiba senyum miring Alief membuatnya terkekeh, "Tapi sayangnya itu cuma khayalan bodoh aku, karena kamu gak cinta sama aku, gak pernah mau aku."

Akhirnya setelah bergelut lama ditempat tidur mata Alief terpejam juga dengan susah payah.

❤❤❤

Empat hari kemudian.

Di markas gudang tua yang biasa dulu Alief dan teman gengnya selalu bercanda gurau saat senang maupun susah kini duduk seorang Alief mengamati lukisan lukisan Thalia yang sudah berdebu.

"Thalia...," batin Alief perih. Di usapnya lukisan-lukisan yang terasa berdebu dijari-jari Alief.

"Seperti mimpi waktu itu kamu bilang gak cinta sama aku, seperti mimpi Emelly."

Alief menutup matanya mencoba menenangkan hatinya yang semakin luka.

"Woi bro! Sampe kapan ngelihatin lukisan-lukisan lu?" teriak Varrel di kursi empuknya. Bersender disana. "Jam berapa nih ke Bandung? Jadi gak?"

Alief membuka matanya kaget. Gara-gara Emellyana dia hampir lupa dengan temannya Radit.

"Ali lu baik-baik aja kan?" tanya Samuel.

Alief berdiri dari duduknya mendekati mereka berdua, "Gua masih ada urusan. Penting! Kalo kalian mau pergi kalian duluan aja gak apa-apa! Gua nyusul aja sendiri, lagian nikahnya besok pagi kan?"

"Gak asyik lu Li!" ucap verrel kesal. "Ini kan malam terakhir Radit sendiri, besok dia udah beda jadi laki orang, masak gak dikerjai sih?"

"Iya gua tahu! Tapi gua harus nemuin seseorang! Gua udah disuruh sama bokap! Terus gua mesti langgar gitu?"

"Gak gitu juga Li, kita kan selalu sama-sama berempat masa lu gak ada. Gak setia kawin dong, omel Verrel."

"Kawan kali," Samuel membenarkan.

"Suka gua dong mau ngemeng apa," cetus Verrel lagi.

"Ya udah kalo kalian mau nunggu, gak apa-apa! Abis gua ngurusin urusan gua! Kita ke Bandung bareng! Gimana? Tapi kalo gak mau ya... gua nyusul aja."

KITA YANG BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang