"Pergi sana kau. Kehadiranmu itu mengganggu," caci Viscount Debaran pada Elea.
Elea yang diteriaki mengganggu segera menyingkir. Meninggalkan ayahnya yang sedang berkutat dengan berbagai berkas di mejanya yang entah apa. Padahal jelas sekali hari ini ulang tahunnya.
Elea berjalan perlahan menuju kamarnya. Perasaannya kalut, tapi seharian ini ia harus bahagia. Tapi bagaimana bisa dia bahagia kalau awalnya saja sudah seperti ini?
Terakhir kali Elea merayakan ulang tahunnya adalah saat dia lahir. Atau dapat dikatakan tidak pernah. Entahlah, apakah ayahnya memang sangat sangat membencinya tanpa alasan atau memang ayahnya memiliki alasan kuat untuk membencinya. Yang pasti, Elea tidak tau alasan apa yang dipakai ayahnya untuk membenci dirinya. Elea sama sekali tidak takut dibenci, masalahnya ia sendiri tidak tau alasannya dibenci. Bagaimana dia bisa memperbaiki kesalahannya sedangkan kesalahanya saja ia tidak tau.
"Ah, kalau jalan dilihat dong. Kau pikir dunia ini hanya milik kau seorang Nona?" Aresa berkata kasar pada Elea.
Katakanlah seburuk itu pandangan orang-orang terhadapnya sampai pelayannta sendiri saja tidak memiliki sopan santun terhadapnya. Setiap bertemu dengan Elea, semua pelayan pasti akan berpikir "hah anak itu lagi. Tenang saja. Bersikap biasa saja terhadapnya. Seburuk apapun sikap kita, Viscount Debaran tidak akan menggubrisnya,"
"Kau yang menabrakku Aresa," balas Elea.
"Terserahlah. Aku lelah sekali hari ini," ucap Aresa. Setelah mengatakan dua kalimat itu dengan wajah mengejeknya, Aresa dengan cepat melangkahkan kaki jenjangnya menjauhi Elea.
Elea menghembuskan napasnya gusar. Ingin sekali ia menghukum Aresa, tapi bagaimana caranya. Dengan cepat Elea berjalan menuju kamarnya, satu-satunya tempat yang tenang untuknya.
Tok, tok!
Suara ketukan pada jendela kamar sedikit mengejutkannya. Elea bergegas berjalan menuju jendalanya, memberikan jalan masuk untuk seekor merpati berbulu cokelat. Elea tersenyum, ia jelas mengenal merpati ini. Dengan cepat, Elea membuka ikatan surat yang dibawa sang merpati dan menerbangkannya kembali. Jika tidak cepat, entah apa yang akan terjadi.
Setelah memastikan sang merpati terbang menjauh, Elea berjalan menuju mejanya, membuka surat berwarna putih sederhana. Isinya singkat.
Temui aku ditaman hutan.
Hari ini pukul satu malam.
Penolongmu.Elea mendengus geli melihat kata terakhir dalam suratnya.
"Penolong apanya. Yang ada aku yang menolongnya," gumamnya.
Elea merobek kertas itu menjadi beberapa bagian dan memasukkannya pada sampah plastik kecil. Tidak akan ada yang repot-repot menyelidiki sampahnya. Tapi Elea tidak sebodoh itu untuk menjadi lalai hanya karena hal ini.
Elea membuka lemarinya, menarik sebuah kotak hitam yang dia simpan baik-baik didalam lemari bagian dalamnya. Seperti yang dikatakan, tidak ada yang peduli pada apa yang dilakukannya. Bahkan Elea memakai pakaiannya sendiri. Tapi itu menjadi sebuah keuntungan untuknya, privasinya jelas menjadi lebih terjaga.
"Elea," panggil Viscount Debaran membuat Elea terlonjak kecil.
Dengan cepat, Elea memasukkan kotak hitamnya kembali kedalam lemari dan menutupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasySeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...