"Tidak bisa!" Devabrata menolak tegas.
Hari ini adalah rapat kedua dan dengan seenaknya, Viscount Debaran mengusulkan Soraya dikorbankan sebagai umpan.
"Tetapi Yang Mulia Putra Mahkota, Putri Mahkota bahkan lebih hebat daripada penyihir kebanyakan. Bakatnya diakui semua orang di kerajaan," debat Viscount Debaran tak mau kalah.
"Tapi Soraya tidak berpengalaman. Soraya memang sehebat itu, tapi dia hanya pernah sekali turun dalam peperangan dan berakhir naas. Dia tidak memiliki bekal apapun," tolak Devabrata lagi.
"Tapi Yang Mulia Putri Mahkota dapat melakukannya. Bahkan menurut saya, Putri Mahkota tidak membutuhkan perlindungan apapun dalam misi ini," kilah Viscount Debaran.
Devabrata mengeraskan rahangnya. "Sehebat apapun dirinya, dia tetap tidak berpengalaman Viscount. Dan kau ingin memasukkan seseorang seperti ini kedalam tempat yang bahkan tak ada bedanya dengan neraka?"
"Berhenti. Cukup," lerai Soraya sedikit berseru. "Viscount. Apa yang membuat Anda merasa saya sanggup melakukan misi ini?"
"Kemampuan Anda, Yang Mulia," jawab Viscount Debaran.
Soraya menganggukan kepalanya pelan, kemudian beralih menatap Devabrata. "Kalau Yang Mulia Putra Mahkota? Apa yang membuat Anda tidak menyetujui hal ini?" Soraya bertanya sopan.
Devabrata terdiam, Soraya tersenyum melihatnya. Jawabannya hanya satu, khawatir. Bisa dibilang, Soraya adalah satu satunya orang yang bisa dipercayainya sekarang. Melihat Soraya berada di ujung hidupnya saat itu rasanya cukup satu kali saja.
"Anda... boleh melakukan misi itu," putus Devabrata membuat Viscount Debaran tersenyum senang. "Jika kamu pergi bersamaku," senyum Viscount Debaran seutuhnya luntur mendengar perkataan Devabrata kali ini. Terutama melihat bagaimana pandangan dan tutur kata Devabrata saat mengatakannya. Lelaki itu dalam keadaan tidak rasional saat ini.
"Baik. Kalau begitu, aku menyimpulkan jika hal ini cukup adil. Usulan Viscount Debaran disetujui dan Devabrata mengijinkannya tanpa berberat hati. Kalau begiru rapat berikutnya akan kita adakan untuk meyiapkan perlengkapan. Ada yang keberatan?"
Hampir semua bangsawan mengangguk, tentunya tanpa Viscount Debaran. Tapi Soraya tidak terlalu memikirkan hal ini. Lagipula, Viscount Debaran tidak mengatakan apapun. Memangnya ini rumahnya dimana semua reaksinya harus diperhatikan? Tidak, ini adalah istana dimana Viscount Debaran tidak ada apa-apanya.
Rapat selesai, setelah beberapa kata penutup dari Devabrata—yang belakangan ini seperti kehilangan kendari dirinya—para bangsawan keluar perlahan.
"Jadi kapan rapat berikutnya akan kamu adakan?" Devabrata bertanya sembari melepaskan jas bulu yang terus terpasang di bahunya.
"Tidak akan ada rapat selanjurnya," jawab Soraya mantap.
"Hm?"
"Karena kita akan memulai perjalanan ini hari ini, epat pukul sepuluh malam nanti."
Devabrata menatap Soraya bingung, namun tersenyum beberapa saat kemudian. Ia mengerti apa maksud Soraya kali ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasíaSeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...