Sudah sepuluh menit Soraya terus menerus berkonsentrasi menyalurkan energinya untuk memperkuat energi sihir disekitarnya. Kalau tahu akan seperti ini, dari awal Ia pelajari saja sihir, tidak usah semua buku-buku sejarah yang membuat kantuk menguasai.
BRAK!
Soraya mati-matian menahan pikirannya supaya tetap fokus mengalirkan energinya.
"Argh."
Terdengar suara orang mengaduh. Bukan. Bukan satu melainkan banyak orang. Fokus Soraya hilang begitu saja. Berapapun kerasnya ia mencoba, tetap saja tidak bisa. Soraya segera bergegas keluar dari ranjang. Kekuatan sihir pelindung itu jelas sudah rusak. Entah apapun itu yang menghancurkannya, hal itu sangat kuat.
Soraya sedikit terkejut saat melihat bahwa seluruh prajurit yang menjaganya terkapar. Tidak ada bekas luka, maka Soraya berani bertaruh hal ini karena sihir.
Soraya mengerutkan keningnya saat merasakan pusing yang menjalari tubuhnya. Sesaat ia merasa tubuhnya menjauh dari kamarnya. Kali ini, hal ini terasa nyata. Soraya dapat merasakan perubahan suasananya. Berbeda dengan Noir dan Blanc waktu itu.
Tubuh Soraya tersentak.
"ARGH!"
"SERANG PERTAHANAN BELAKANG!"
"Tolong sayap kanan kewalahan!"
"Hei hei itu Yang Mulia Aelta-"
Soraya mengerutkan keningnya mendengar suasana yang begitu ricuh. Matanya membulat melihat Devabrata dengan jarak terpisah lima meter darinya sedang melawan seorang pria yang—sebentar—tampak familiar?
Soraya refleks menunduk saat merasa ada seseorang yang hendak memeluknya. Ia memutar tubuhnya kebelakang untuk melihat orang yang ingin memeluknya.
Tidak, bukan memeluknya. Orang ini hanya ingin membekapnya dan menjadikannya sandera.
"Heh! Bisa melawan?" Lelaki itu berkata meremehkan.
Pria itu—entah siapa namanya—dengan cepat melayangkan pedangnya kesamping. Tepatnya pada lengan kanan Soraya. Soraya dengan cepat menunduk. Dia sudah memutuskan akan ikut berperang. Bodo amat tentang pendapat Devabrata. Toh ia sudah di sini.
"Soraya!"
Soraya mengenal suara ini. Suara Devabrata.
Soraya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia segera menghunuskan pedangnya kearah kaki kanan pria itu. Dengan cepat pria itu menghindar. Namun salah, itu gerakan tipuan. Soraya ganti menendangkan kakinya tinggi tinggi. Kaki soraya yang terbalut sepatu Bot dengan tebal tiga centi meter telak mengenai pria itu. Tidak akan mati, namun dapat membuat pria itu pingsan beberapa saat. Terimakasih kepada Devabrata yang meluangkan banyak waktu untuk mengajarkan Soraya teknik ini.
Soraya hendak berlari kearah Devabrata sebelum seorang kesatria wanita mendekat kearahnya. Wanita itu jelas ingin menebas kepalanya, Soraya dengan gesit menundukkan kepala menghindar.
"Devabrata! Di belakang!" Soraya berteriak saat melihat Raelta hendak menusuk Devabrata yang masih menindihnya.
Devabrata dengan cepat berguling. Raelta tidak menyia-nyiakan hal ini, ia segera berlari menyusul Devabrata. Posisi Devabrata yang masih telentang dan Raelta yang sudah tegap berdiri jelas membuat posisi mereka berbalik.
Melihat calon Raja mereka, pasukan Martanesia dengan cepat ikut melangkah bersiap menerjang lawannya. Perang gelombang kedua kembali terjadi.
Napas Soraya mulai tersengal-sengal dengan posisinya yang melawan kesatria berperang level tinggi. Dia ini ikut pelatihan resmi saja belum.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasíaSeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...