Seorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup.
Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kalo aku ganti sampul jadi kayak gini bagus ga siihh.
***
Soraya berjalan perlahan menemui Blanc dan Noir. Hari ini ia akan meminta sesuatu yang cukup besar sepasang Penyihir Agung tersebut.
Brak!
Soraya mendorong kencang pintu keduanya, membuat Noir yang sedang membawa air nenumpahkannya tepat dirambut Blanc yang tipis.
"Hei! Sudah tua tetap tidak punya sopan santun!" Sentak Blanc pada Noir yang masih mengatur napasnya.
"Daripada kau Blanc. Sudah tua, berjiwa tua pula," hardik Noir balik.
"Tenang tenang. Kalian sama sama berjiwa muda dimataku," ucap Soraya cepat membuat keduanya memandang dirinya lekat. "Sudahlah Blanc, aku tahu kamu dapat membersihkannya dengan mudah."
Blanc mendecih pelan, tapi kepalanya tetap menjadi kering dalam sekejap.
"Semua masalah memang akan menjadi besar karenamu." Noir sepertinya masih ingin bertengkar dengan kembarannya itu.
"Kalian ini penyihir agung, tapi seperti tidak pernah belajar menjaga wibawa," sindir Soraya keras.
"Memang kami tidak pernah belajar. Kami mendapatka semua hal cuma-cuma kau tahu," balas Blanc sembari tersenyum meledek.
Soraya memutar bola matanya malas, entah apakah Noir benar atau tidak, Soraya tak peduli.
"Sepertinya kau ingin meminta sesuatu pada kita ya," tanya Blanc sembari menyamakan cara duduknya. Noir yang berpikiran sama dengan Blanc cepat-cepat duduk di sofa yang tersisa.
"Kalian pernah mengikuti peperangan kan?" Soraya bertanya pelan.
"A- Kami? Kami tentu saja kan." Noir tergagap dan Soraya menyadari hal ini.
Soraya tahu mereka ingin menolak. Tapi kalau mereka mengikuti peperangan, maka kemungkinan kerajaan Martanesia menang akan naik jauh lebih besar. Adanya kehadiran dua Penyihir Agung ini akan membuat perubahan yang benar-benar besar.
"Aku mohon. Kalian tidak mau tanah kelahiran kalian hancur kan?" Soraya kembali membujuk.
"Kami..." Blanc menjeda ucapannya cukup lama, bahkan Noir yang biasanya sudah banyak bicara ikut terdiam. "Tidak tahu," ucapnya setelahnya.
Soraya menghembuskan napasnya berat. "Aku mengerti perasaan kalian. Aku tunggu jawabannya. Ingat, kita bisa diserang kapan saja. Bahkan bisa saja mereka mengirimkan ultimatum yang menyuruh kita untuk menyerah."
Keduanya masih bergeming, Soraya dengan enggan beranjak berdiri. "Permisi," pamitnya dengan kepala sedikit ditundukkan. Hal bodoh jika dia tetap memaksakan keduanya dalam satu kali pertemuan. Soraya harus membujuknya perlahan.
Jujur, sebenarnya Soraya ini berada disini untuk menikmati hidup menjadi seorang bangsawan atau seorang prajurit. Atau...
Soraya berlari kecil setelah menyadari apa yang terjadi.