Soraya memukul kepalanya kencang. Ini baru strategi perang. Bahkan dia saja hanya membantu saat ini. Bagaimana nanti?
"Ada apa?" Devabrata bertanya tanpa mengalihkan atensinya pada berkas-berkas di mejanya.
"Pikir saja sendiri," ketus Soraya.
Kali ini Devabrata mengalihkan atensinya pada Soraya. Sebenarnya ia merasa bersalah karena Soraya harus ikut terseret dalam masalah yang tidak gadis itu timbulkan. Namun sudah terjadi mau bagaimana lagi, kehadiran Soraya dalam perang beberapa bulan lalu menyeretnya dengan paksa.
"Jangan menatapku seperti itu. Suasana hatiku sedang buruk."
Soraya ikut menatap berkas-berkas di hadapannya. Soraya sudah benar-benar tidak peduli lagi dengan surat dari para rakyat yang menumpuk. Sebenarnya Soraya bingung, apa susahnya sih hidup disiplin dan menaati peraturan yang sedang berlangsung? Toh mereka hanya tinggal makan, tidur, dan bekerja seperti biasa. Masalah keamanan mereka sudah ditanggung pihak kerajaan.
"Aku tahu apa yang ada dipikiranmu Soraya. Jangan berpikir negatif kepada rakyatmu. Kau tahu sendiri mereka tidak memiliki apapun untuk bertahan hidup jika perang benar-benar terjadi," ucap Devarata pelan.
Soraya menatap Devabrata sinis. Dengan cepat Soraya membereskan barangnya di atas meja kerjanya.
"Mau kemana?"
"Keluar." Soraya berjalan cepat keluar. Sebelum keluar dari ruangan, Soraya berbalik kembali menatap Devabrata. "Kau pasti berpikir aku baper."
"Baper?"
"Bawa perasaan."
"Kan memang sikapmu begitu."
BRAK!
***
Soraya berjalan cepat menuju kamarnya. Matanya sudah tidak bisa lagi menahan kantuk. Dia tidak tidur selama empat puluh lima jam. Mungkin bagi beberapa orang, tidak tidur dua hari adalah hal yang biasa saja. Tapi bagi Soraya yang sering mengantuk, tidak tidur dua hari adalah pencapaian luar biasa.
Soraya membuka pintu kamarnya kasar, membuat Nana yang sedang menyiapkan teh menjatuhkan cangkirnya.
Nana meringis kecil dengan tangan kirinya yang terus mengipasi tangan kanannya yang terasa terbakar.
Soraya mengernyitkan dahi saat mencium bau aneh dari teh yang ditumpahkan Nana.
Dengan cepat, Soraya menghampiri Nana dan mengobati lukanya. Hanya mengobati luka kecil sangat mudah, Soraya bahkan tidak perlu memakai tenaganya. Rathaera mengajarinya beberapa hari lalu.
"Ngomong-ngomong Nana, kau dapat teh itu dari mana?" Soraya bertanta setelah selesai dengan luka Nana.
"Ah, terlihat ya perbedaannya?" Nana bertanya balik pada Soraya yang dibalas dengan anggukan.
"Tadi ada seorang pelayan tua yang sepertinya ingin pensiun, dia memberikan teh ini. Katanya ini dapat menambah energi Nona," jelas Nana dengan mata berseri-seri.
Soraya tersenyum manis pada Nana. Soraya yakin jika saat ini Nana sedang berpikir kalau dia sudah menemukan harta berharga yang akan membantunya, tentunya tanpa tahu kandungan apa yang ada di dalamnya.
"Tolong bersihkan saja bekas teh yang tumpah. Dan jangan pernah sajikan teh ini lagi," ucap Soraya setelah mencium teh yang tumpah. Teh hijau yang terlihat mengiurkan itu akan membuat orang yang meminumnya terhipnotis dan tak dappat mengendalikan dirinya sendiri.
"Kenapa?" Nana kembali bertanya kecewa.
"Katamu teh ini akan menambah energiku kan?" Nana hanya mengangguk kecil. "Energiku sudah sangat banyak. Jika aku meminum ini, maka energi dalam tubuhku akan terlalu banyak dan aku akan meledak," ucap Soraya berbohong.
Nana membulatkan matanya dan segera membersihkan teh yang tumpah tanpa bicara.
Soraya tersenyum, jika ia mengatakan yang sebenarnya Nana pasti segera menunduk dan meminta maaf berkali-kali. Keributan yang sangat tidak diperlukan.
Setelah selesai membersihkan teh, Nana berjalan meninggalkan Soraya tanpa menoleh ataupun berkata apa-apa. Soraya menatap pintu kamarnya yang kini sudah ditutup rapat oleh Nana. Aneh. Baru kali ini Soraya merasa Nana menjaga jarak dengannya. Apakah Nana merasa bersalah? Atau kata-katanya yang salah?
Soraya menghela napas kasar. Semoga saja Nana tidak terlalu lama berdiam diri seperti itu. Dia sudah cukup pusing dengan urusan perang, ditambah rakyat dan bangsawan yang ribet sendiri. Bahkan sekarang rasa kantuknya sudah hilanng.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasySeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...