32. Penculikkan

862 86 2
                                    

Haloo, jadi seperti yang kalian juga alami kita bakal mengalami Penilaian Akhir Semester. Jadi cerita ini bakal lamaa banget upnya karena aku harus belajar. Sama kayak kalian, aku juga mengharapkan hasil dan nilai yang sempurna dalam ulangan.

Selain itu, aku juga bakal buat cerita tentang sudut pandang Elea. Biar rasa was was kalian sama Elea agak menurun, tapi rasa gemasnya makin naik.

Sudut pandang Elea bakal ngasih lihat semua kekejaman Visocunt Debaran selama hidupnya.

Sudut pandang Elea mungkin, bisa bikin kalian gak bingung lagi. Terus kalian juga bakal tahu beberapa rahasia keluarga kerajaan yang masih bikin bingung. Terutama tentang masa masa kelam martanesia. Banyak yang masih bingung kan?

Jadi tunggu aja updatenya, cerita ini bakal tetap didahulukan kok.

...

Soraya berjalan menuju kereta kuda, kakinya benar-benar akan melangkah kedalam jika saja seorang kusir tidak menahan pergerakannya.

"Maaf Yang Mulia Putri Mahkota, tetapi kereta kuda ini belum siap, pengawalan masih disiapkan." Sang Kusir, dengan sangat sopan menahan pergerakan Soraya sembari menundukkan kepalanya.

"Ini perintah Putra Mahkota," balas Soraya cepat.

Sang Kusir terlihat ragu, tetapi pada akhirnya tetap memberikan jalan untuk Soraya.

Soraya menatap sang Kusir sejenak, hanya beberepa detik sebelum pada akhirnya dia memasuki kereta kuda dengan langkah cepat.

Setelah sang Kusir menutup pintu dan kereta kuda mulai berjalan, Soraya menghempaskan punggungnya pada dinding kereta kuda yang dibuat senyaman mungkin bahkan untuk perjalanan lintas kerajaan, memikirkan hal yang baru saja terjadi dengan sangat cepat ini.

Kembali ke rencana awal. Lalu untuk apa semua hal yang dia pelajari? Untuk apa semua relasi yang dia bangun? Untuk apa semua kekuataan yang dia latih? Untuk apa semua rencana yang dia buat? Dan yang terpenting, untuk apa semua rasa sakit yang ia rasakan?

"Jika dari awal aku bisa menahan rasa penasaranku, apa semuanya akan berjalan seperti biasa?" Soraya bergumam. "Tak apa, yang pasti, aku akan mendapatkan cukup dukungan jika suatu saat nanti hal yang tidak menyenangkan terjadi."

DUAR!

Soraya meringis ketika dengan tiba-tiba kereta kuda berhenti dengan hentakan kencang, membuat kepalanya terantuk jendela pintu. Soraya sontak mengerjapkan matanya saat bayangan hitam memenuhi indra penglihatannya, sampai rasa pusing benar-benar menguasainya. Rasa gelisah menjolak dalam dadanya, ingatan masa lalunya tentang bom yang menewaskan nyawanya dan memasukkannya kedalam dunia fana ini kembali berputar di otaknya.

...

"Bangun juga kau Nona pemalas." Suara berat seorang lelaki adalah hal yang pertama kali menyambutnya.

Soraya mengerjap, pandangannya masih belum sepenuhnya membaik. Entah apa yang terjadi setelah suara ledakan yang didengarnya sebelum kehilangan kesadaran, tapi Soraya tahu keadaannya tidak menguntungkan disini. Kaki dan tangannya diikat pada sebuah kursi, untung saja tidak pada tembok seperti saat itu.

"Pengecut kau Raelta," desis Soraya setelah akhirnya bisa mencerna apa yang terjadi.

Raelta terkekeh. "Pertama-tama Nona, jangan panggil aku Raelta, Ael saja sudah cukup. Toh, itu nama panggilanku. Kita akan jadi keluarga kan?" Aelta terdiam sejenak. "Dan kata-kata yang kau ucapkan tadi, sepertinya itu agak kasar walaupun memang seperti itu adanya."

Soraya mengernyit. "Apakah kau baru saja mengakui kalau kau adalah seorang pengecut?"

"Bisa dibilang begitu," jawab Raelta santai.

"Kau tahu aku kurang suka berbasa-basi, tolong jawab pertanyaanku. Untuk apa kau menculikku?" Soraya bertanya, berusaha mengendalikan keadaan.

"Jawaban yang sangat mudah. Karena kau kunci kemenangan kalian. Kau memiliki kekuatan kedua Penyihir Agung yang disatukan dalam dirimu Nona Soraya, dan jika kau berada dalam genggaman kami, maka kami yang akan menang."

"Kau pikir aku akan memberikan sihirku?"

"Aku cukup tahu diri, dan aku tahu kalau kau tidak akan memberikan barang sepeser pun sihir atau energimu pada ku."

Soraya memandang Raelta yang mulai beranjak mendekatinya, entah apa yang digenggamnya, tetapi benda itu mengeluarkan aura sihir yang sangat luar biasa. Soraya jelas merasakan auranya yang sangat menakjubkan sekaligus menakutkan.

"Kau tahu Soraya? Aku mendapatkan barang ini dengan penuh perjuangan," ucapnya.

Raelta menunduk, kemudian menarik salah satu tangan Soraya dengan kasar, membuat tangan Soraya yang lain terasa seperti terpelintir dan menempelkan benda yang digenggamnya pada telapak tangan Soraya.

Soraya membelalakkan matanya, batu itu adalah batu energi saat dirasakan pada awalnya, namun entah kenapa rasanya Soraya gelisah saat Raelta meletakkan batu itu padanya. "Kau apakan batu energi ini Raelta?" Soraya bertanga saat energi dalam dirinya makin bergejolak gelisah saat Raelta menempelkan batu itu pada telapak tangannya.

"Menambahkannya sedikit sihir hitam."

Soraya membelalakkan mata. Sihir sucinya benar-benar tidak nyaman jika didekatkan dengan sesuatu yang kotor, terutama sihir hitam. Delisa pernah memberi tahunya hal ini, dan merasakannya langsung sangat tidak nyaman.

"Dengan siapa kau bekerja sama hah?" Soraya bertanya. Emosinya tidak terkontrol, perasaanya gelisah dan senggolan sedikit saja dapat membuat membuat emosinya meluap. Setengah mati Soraya menjaga cara bicaranya.

"Kenapa kau penasaran sekali hah? Apa ada hubungannya denganmu?"

"Tentu saja ada dasar bodoh. Jika dia tidak bekerja sama denganmu maka aku tak akan tertangkap. "

Jika dalam keadaan seperti ini, Soraya jelas dapat merasakan perbedaan antara Devabrata dan Raelta dengan sangat jelas. Manusia yang terus tersenyum ini tidak memiliki setitikpun tanda kewarasan di dalam dirinya.

Sedangkan Raelta jelas orang yang sangat pintar mengendalikan ekspresinya, Soraya tidak dapat menyulut emosi dan amarahnya. Di saat seperti ini saja dia masih dapat terkekeh dengan ekspresi jenaka.

"Kau lucu sekali ya." Raelta menjeda ekspresinya sejenak kemudian melanjutkan, "Seperti yang kau bilang tadi, karena kau tidak suka berbasa-basi aku akan memberi tahu rencanaku padamu."

Soraya mengerutkan keningnya bingung, kebodohan apa lagi yang akan ditunjukkan Raelta padanya?

"Aku tahu kau sangat merasa gelisah saat aku mendekatkan batu ini, dan aku memiliki sangat banyak batu energi yang sudah tercemar. Rencanaku sangat sederhana Nona, aku akan mengurungmu pada ruangan yang berisi batu energi yang sudah tercemar itu, dan membuatmu terus berada disana." Raelta menatap sinis Soraya, tak lama ekspresinya kembali berubah.

"Sekuat apapun kau, rasa gelisah akan membuatmu gila, dan pada saat itu, kau akan memohon padaku untuk melepaskanmu. Aku benar benar tidak sabar menunggu saat itu Nona." Raelta terkekeh lagi, kemudian menghempaskan tangan Soraya dengan kasar, membuat Soraya dapat bernapas lega karena dapat berpisah dengan batu hitam itu.

Saat ini yang diharapkan Soraya hanya dua. Devabrata datang menyelamatkannya, atau keseluruhan energinya akan pulih dan ia dapat menyelamatkan nyawanya sendiri.

THE TRUTH OF THE VILLAINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang