17. Rencana Kedua Belah Pihak

2.1K 220 9
                                    

Haii. Kalau dipikir pikir eps 16 kemarin pendek banget ya 😭😭😭. Soalnya aku mau bahas tuntas tentang kerajaannya dulu. Biar konfliknya lancar dan gak membingungkan.

Rosalina tuh orangnya kayak gimana sih kayaknya dan siapa dia?

Kira kira ada berapa banyak hal yang Raja sembunyikan dari semua orang termasuk anaknya sendiri?

Kira kira kapan Soraya bakal ngaku ke Devabrata kalau Soraya yang asli sebenarnya meninggal diusianya yang ke sebelas tahun? Dan gimana kira kira reaksi Devabrata?

Kira kira Raelta emang keluar Istana karena mentalnya gak kuat atau karena alasan lain?

***

"Yang Mulia. Yang mulia tuan Raelta!" Seorang pengawal yang kelimpungan mengejar langkah besar Raelta berseru.

"Ada apa sih? Jangan buat aku marah pagi hari sepeerti ini!" Raelta membentak. Sejak kekalahan telaknya beberapa bulan lalu, susana hatinya benar-benar buruk.

"Maaf, Yang Mulia. Saya kira karena peperangan itu sudah lewat empat bulan, suasana hati Yang Mulia sudah membaik.

"Kira-kira siapa yang suasana hatinya membaik setelah kepalanya putus Rens?!" seru Raelta kencang di hadapan muka Rens, rekan setianya selama ini.

Rens sedikit terlonjak melihat perlakuan Raelta yang tak pantas, tapi berselang beberapa detik hening Rens tersenyum miring pada Raelta.

"Apa yang kau lakukan hah?" Raelta bertanya sarkas saat emosinya semakin terbakar melihat senyum Rens.

"Aku memiliki sesuatu yang bisa membuat suasana hatimu membaik Yang Mulia," jawabnya santai.

Raelta menaikkan alisnya penasaran. Rens bukan orang yang main-main dengan ucapannya, jika ia mengatakan akan membuat suasana hatinya membaik itu sudah pasti akan ia lakukan bagaimanapun caranya.

"Kemari, Yang Mulia. Ini rahasia. Jika bocor, maka suasana hatimu akan semakin hancur," bisiknya pelan.

Raelta melangkah mendekat, mempersempit jaraknya dengan Rens.

Perlahan, senyuman sinis muncul diwajahnya mendengar bisikan Rens.

"Bisa juga orang itu. Jadi wanita cantik itu benar-benar menjadi tunangannya? Bagus."

***

"Apakah Yang Mulia Putri Mahkota ingin menyampaikan sesuatu pada saya?" Delisa bertanya bingung.

"Sebenarnya ini agak sensitif. Apakah tak apa saya katakan sekarang?" Soraya balik bertanya; ragu. Sejak mengetahui Raelta adalah saudara kembar Devabrata, Soraya selalu mengurangi perbincangan mengenai Raelta.

"Apa yang mau kamu tanyakan? Apakah kamu menyembunyikan sesuatu?" Devabrata menatap Soraya penasaran. Siapa yang ditanya, siapa yang penasaran.

"Begini. Jujur saja, jika saya lihat musuh kita kemarin mundur saat melihat sihirku kan? Bukan karena gugurnya pengawal mereka, apalagi karena mereka merasa kalah kuat. Kalau begitu, berarti mereka bukan mundur karena kalah, tapi mundur untuk maju lebih jauh," ucap Soraya mengelurkan semua hal yang terjebak dalam benaknya belakangan ini.

"Bisa dijelaskan lebih jelas Yang Mulia? Maaf, saya kurang mengerti."

"Mereka bukan mundur karena merasa kalah. Mereka mundur untuk melangkah lebih jauh lagi," ucap Soraya lagi.

"Katakan semua yang ada dipikiranmu sekarang Soraya. Aku mohon"," ucap Devabrata.

Soraya jelas terkejut mendengar perkataan Devabrata. Baru kali ini Devabrata memohon pada orang lain.

"Jujur saja. Kita harus merekrut penyihir lebih banyak. Aku merasa sihir adalah kelemahan mereka. Posisikan di setiap sudut perbatasan. Aku yakin Raelta akan melakukan serangan mendadak dengan penyihir sebagai pasukannya. Pastikan di setiap kelompok ada penyerang dan penyembuh. Dengan begini, kita tidak memiliki kelemahan. Setiap salah satu penyihir penyerang terluka, maka akan langsung disembuhkan oleh penyihir penyembuh. Pastikan setiap hal dilakukan secara cepat dan kompak," ujar Soraya lagi.

Devabrata bergeming. Ucapan Soraya jelas masuk akal jika melihat reaksi mereka kemarin saat Soraya mengeluarkan sihir. Tapi memposisikan penyihir di setiap sudut perbatasan terdengar agak berlebihan? Lagi pula, bekerja sama dengan penyihir yang ada sekarang saja sudah susah. Apalagi merekrut penyihir yang baru lagi.

"Aku tau yang ada dikilirsin. Tenang, ini urusanku untuk merekrut mereka. Tapi, mau bagaimanapun keputusan ada ditanganmu. Tanpa izinmu aku tidak akan melakukan apapun," ucap Soraya dengan senyum tenangnya.

"Maaf, Yang Mulia Putra Mahkota. Tapi menurutku, apa yang dikatakan Yang Mulia Putri benar. Ditambah musuh kita tidak memiliki jumlah penyihir yang banyak bukan?"

"Tapi tidak cukup jika hanya penyihir. Kita harus meletakkan seseorang yang handal dalam berpedang juga," ucap Devabrata pelan.

"Jika itu mau mu, akan sangat susah mencarinya. Kita harus merekrut orang secepat mungkin. Lagipula mana ada yang mahir keduanya?"

"Ada," ucap Devabrata cepat.

"Siapa?"

"Kamu."

Soraya diam seribu bahasa. Jika dipikir-pikir benar juga. Ia bisa menyihir sekaligus bertarung.

"Sepertinya masih ada lagi yang ingin kamu katakan?" Devabrata bertanya saat melihat ekspresi tak nyaman Soraya.

"Sejujurnya, menurutku Raelta sedang merencanakan sesuatu." Soraya menjeda ucapannya sejenak. "Ada kemungkinan sangat besar, Raelta akan menjadikanku sandera. Atau lebih parah, mereka ingin mencuri kekuatanku. Jika dilihat dari ekspresi Rosalina waktu itu, hal ini mungkin saja terjadi.

Devabrata tersenyum tipis. "Aku tahu, Soraya. Maka dari itu, penjagaanmu akan diperketat," ucapnya sembari tersenyum. Senyum yang membuat Soraya ingin menendang mukanya sekarang juga.

***

THE TRUTH OF THE VILLAINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang