"Kamu agak berubah akhir-akhir ini. Maaf kalau menyinggung. Tapi pikiranku terus memikirkan hal ini," ucap Devabrata pelan.
Keduanya sedang berada di taman Istana saat ini. Ditemani dua cangkir teh dan makanan ringan yang memiliki cita rasa menyejukkan. Teh Istana rasanya sudah banyak berkembang, tidak ada lagi rasa manis yang mencekat.
"Apanya yang berbeda?" Soraya bertanya bingung, padahal saat ini hatinya sedang bergejolak menjaga ekspresi wajah.
"Ah, lupakan," ucap Devabra sembari menggelengkan kepala.
Soraya hanya tersenyum sebagai jawabannya. "Bagaimana dengan urusan pemindahan tahtamu? Kamu mengajukan proposal untuk meminta pemberian mahkota saat berusia tujuh belas tahun kan? Bukankah itu terlalu cepat?"
Devabrata terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Aku harus memiliki otoritas pemegang tahta resmi untuk dapat menggerakkan pengawal, mewaspadai serangan Raelta selanjutnya. Lagipula Ayahku tidak akan bisa terlalu lama lagi memegang tahta," jelas Devabrata tenang namun penuh penekanan.
"Kenapa? Sepertinya Ia baik-baik saja saat ini. Urusan di Kerajaan berjalan tenang kan?"
"Apakah kamu tau nama lahir Ayahku? Dan kenapa nama itu selalu disembunyikan olehnya selama ini?" Devabrata bertanya lagi.
Soraya menggeleng pelan. Antara penasaran dan tak peduli.
"Nama ayahku, Pas Attendu La Loren de Martanesia."
Kali ini Soraya menatap Devabrata bingung. Kalau tak salah, ia pernah mendengar kata-kata ini di tempatnya dulu.
"Pas Attendu berarti tidak diharapkan. Loren nama keluarga Kakek ku. Dulu keluarga inti kerajaan ini tidak memiliki keturunan. Kakek juga keluarga inti, tapi keluarga Kakek adalah keluarga yang sudah melepaskan diri dari kekaisaran bertahun-tahun lalu dan membuat keluarga sendiri, Loren. Tapi karena adanya masalah dengan keluarga inti, keluarga kakekku yang masih menghargai tanah kelahirannya memutuskan kembali memasukkan namanya dalam anggota keluarga kerajan dan memutuskan meninggalkan tahta begitu masa kekuasaanya sudah habis dan menyerahkan kepemimpinan pada salah satu keluarga bangsawan," jelas Devabrata panjang lebar. Cerita yang membuat mata Soraya membulat sempurna. Apakah semua orang di kerajaan tahu ini?
"Tapi aku masih tidak mengerti mengapa mantan Raja terdahulu memberikan nama yang tidak layak pada Yang Mulia Raja."
"Karena mantan Ratu mengandung tepat saat ayahku ingin mengatakan pada semua orang bahwa dia akan menyerahkan tahta. Yang berarti masa keluarga Loren sebagai pemegang tahta akan terus berlanjut."
"Itu tidak menjelaskan alasannya," ketus Soraya.
Devabrata menghembuskan napasnya. Soraya dan sejuta pertanyaannya, hal ini tidak pernah berubah. "Karena mantan Ratu lebih memilih melahirkan ayahku dari pada nyawanya sendiri tanpa memberi tahu mantan Raja. Raja Tranda yang tiba-tiba diberi tahu berita kematian Nenek sangat marah, tanpa sadar ia terus menyebutkan kata 'Pas Attendu' tiap memanggil Ayah. Sampai kakek meninggal, Ayahku tak memiliki nama. Para pelayan yang tak memiliki pendidikan bahasa menganggap Pas Attendu lah nama Ayah. Cerita ini tercatat dengan baik di dalam buku harian pemimpin Martanesia." Devabrata tersenyum kecut mengingat hal ini.
Sebetulnya ini merupakan hal yang sangat berbahaya jika didengar orang lain.
"Sebentar, bagaimana kamu mengetahui semua hal ini?" Soraya bertanya bingung.
"Ah, itu, aku masuk kedalam ruangan Ayah diam-diam. Lalu entah kenapa kakiku bergerak
untuk menghampiri meja kerjanya. Tanpa sadar tanganku meraba laci-laci mejanya. Dan yah... kau tau... aku... seperti itu lah," ucap Devabrata gugup. Jujur saja, sampai saat ini ia masih takut jika mengingat apa yang telah dia lakukan. Masuk ruangan kerja Raja saja sudah terlarang, apa lagi mendekati meja kerjanya."Itu apa? Aku tidak mengerti," tanya Soraya lagi. Sebenarnya ia mengerti setengah bagiannya. Tapi ia hanya ingin mendengar dengan jelas seterusnya dari Devabrata secara lengkap.
"Itu... ah sudahlah. Begini, saat tanganku meraba laci kerjanya, jari kelingkingku tak sengaja masuk kedalam ceruk antara laci pertama dan kedua. Tapi saat ku tarik kelingkingku keluar, sebuah map yang berisi informasi mengejutkan itu keluar. Dan...," Devabrata terhenti sejenak, enggan meneruskan ceritanya.
"Dan...?"
"Dan aku membacanya," jawab Devabrata jujur.
Soraya tersenyum miring mendengar penjelasan Devabrata. Hanya saat saat seperti ini Devabrata memperlihatkan sosok manusianya. Kadang Soraya berpikir, apakah memang seperti ini karakter semua orang lelaki bangsawan di dunia yang ditempatinya sekarang. Ataukan hanya Devabrata?
Dah lama ya nggak up. Hehe. Sibuk mikirin masuk sekolah 😭😭😭. Doain ya biar aku dapet sekolah yang aku mau dengan lancar. Bye byee
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasySeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...