Soraya terbangun dari tidur lelapnya. Matanya mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan cahaya dalam kamarnya. Sudah satu bulan sejak kejadian itu terjadi. Banyak gosip menyebar setelah para prajurit pulang dengan keadaan buruk. Terutama Devabrata yang mengenderai kuda dengan kecepatan penuh, tentu dengan Soraya dalam gendongannya yang bercucuran darah. Belum lagi kening Devabrata yang mengerut dan mata yang terlihat sangat fokus.
Gosip melaju cepat begitupun dengan kemampuan akademis maupun fisik Soraya. Berkat penjelasan Rathaera pada Delisa, level Soraya dipaksa lompat tiga langkah, yang berarti Soraya sekarang menekuni level sepuluh. Sedangkan kekuatan fisik Soraya kali ini sudah menyamai kemampuan prajurit utama. Beberapa kali pula Soraya melakukan sparing dengan Devabrata. Soraya terkadang memenangkan pertandingan—walau dengan Devabrata yang terpaksa melemparkan pedangnya karena ekspresi Soraya yang ingin membunuhnya. Sungguh tubuh ini sangat amat berbakat.
"Nona?" Terdengar seruan Nana dari luar ruangan.
"Silahan masuk saja, Nana," seru Soraya balik. Ia dengan cepat menutupi gaun tidurnya dengan jubah tidur.
"Nona, apakah masih ada yang terasa sakit?"
Nana bertanta lembut. Topik ini sangat sensitif untuk Soraya. Namun rasa khawatirnya lebih besar, Soraya terkadang bangun dalam keadaan perut yang tiba-tiba sakit. Rathaera tidak berbohong tentang efek samping pengobatan sihir."Tidak ada," jawab Soraya dengan senyuman manis terpatri di bibirnya.
Nana menghembuskan napas lega. Sepertinya kondisi Soraya mulai pulih seluruhnya.
***
"Baik. Pelajaran saya akhiri hari ini. Terimakasih atas hal-hal istimewa yang telah dilakukan Yang Mulia Putra dan Putri Mahkota," ucap Delisa sembari menunduk rendah.
Soraya dan Devabrata balas menunduk sebagai jawaban. Setelah merapikan peralatannya, Delisa segera meninggalkan ruangan.
Devabrata menghempaskan punggungnya lelah pada sandaran kursi.
"Kamu pasti sangat lelah ya? Maafkan aku yang tiba- tiba harus lompat level. Pasti kamu sangat pusing menyamakannya," Soraya menatap iba pada Devabrata. Memang Devabraya dipaksa menyamakan levelnya dengan Soraya oleh Raja. Soraya sendiri sudah mengetahui tentang hal ini.
"Tidak masalah, tidak ada yang perlu dimaafkan. Ini terjadi karena kamu mau menyamatkan aku, Soraya. Anggap saja ini bayarannya."
Soraya tersenyum kecil mendengar perkataan Devabrata. Dengan cepat Soraya merapikan peralatannya, bersiap kembali ke Mansion Anarres.
"Mau kemana, Soraya?" Devabrata bertanya dengan tangan yang menggenggam erat lengan Soraya.
"Pulang," jawab Soraya jujur.
"Tidak. Kita kan sudah tiga hari tidak bertemu. Kamu tidak menginginkan waktu lebih lama di Istana?"
Soraya tersenyum kecil. Ia tahu maksud Devabrata. "Tidak. Aku lelah. Ingin cepat pulang,"
Devabrata melipat bibirnya kecewa. Namun beberapa saat kemudian, Devabrata melepaskan genggaman tangannya dari tangan Soraya. "Datanglah lagi besok pagi."
Soraya mengangguk sebagai jawaban.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasiSeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...