35. Rencana pertama

773 63 5
                                    

Devabrata menatap datar Hesperos yang terus mengatakan hal-hal yang entah kenapa membuat emosinya memuncak.

"Sudahi omongan tak berdasarmu itu, Grand Duke Regulus. Saya tidak mau mendengarnya. Yang saya butuhkan adalah rencana," ujar Devabrata akhirnya.

"Omongan saya berdasar Yang Mulia. Lagi pula saya sudah memberikan saran saya dulu kan? Merelakan Putri Mahkota."

"Itu berarti kau mempercepat kejadian ini Grand Duke."

Hesperos terkekeh. "Tidak Yang Mulia. Jika kita menyerahkan Putri Mahkota lebih dulu, maka beliau dapat kita jadikan mata-mata."

"Omong kosong. Bagaimana cara melakukan itu?"

"Dengan sihir Putri Mahkota yang luar biasa tentunya."

Devabrata mendengus. Sihir katanya? Ini sama saja dengan berbicara kepada para bangsawan kolot itu. "Apakah kau tahu kalau saat ini, energinya sedang diambil secara perlahan untuk mengisi daya pasukan tidak jelas nya itu."

Hesperos terperanjat. "Untuk apa?"

"Mana aku tahu."

"Yang mulia," Hesperos menjeda sejenak ucapannya. "Anda membutuhkan bantuan saya. Tapi Anda tidak memberi tahu saya apapun. Bagaimana cara saya membantu Anda? Setidaknya beritahu saya hal-hal yang memicu perang ini Yang Mulia."

Devabrata mengulum bibirnya, ditatapnya Hesperos dengan ragu.

Devabrata menghembuskan napasnya, kemudian dengan perlahan. Diceritakannya hal-hal yang selama ini ia pendam dengan baik kepada Hesperos yang hanya terdiam.

...

Soraya menatap tajam Raelta.

"Sialan kau Raelta," sarkasnya.

Raelta tersenyum meremehkan. "Jika kau tak menyerang salah satu orang yang aku kumpulkan dengan susah payah, mungkin dia tidak akan melemparkan kepalamu dengan batu hitam, dan kau tidak akan berada di markas utama dengan keadaan mengenaskan seperti ini, Nona."

Soraya berdecak. Selalu kalimat itu. Raelta selalu membuatnya diselimuti rasa bersalah dengan menyudutkannya.

"Kenapa kau terdiam? Perkataanku benar kan?"

"Tidak. Tidak benar. Semua yang ada dalam dirimu salah."

Baik. Jangan tanyakan mengapa Soraya bisa mengatakan hal yang sangat jahat seperti ini. Sudah dikatakan sebelumnya 'kan? Otak nya sudah mulai tak waras.

"Kurang ajar. Kesalahan? Apa yang kau katakan? Aku kesalahan?"

Soraya terlonjak melihat respon Raelta. Baru kali ini Ia dapat diprovokasi dengan mudah.

"Ah, sudahlah. Aku lupa kalau orang yang ada di depanku sekarang ini sedang tidak waras," ucap Raelta kemudian sebelum akhirnya ia meninggalkan Soraya di dalam jeruji besinya.

Soraya menghembuskan napasnya lega saat Raelta sudah tidak ada lagi dihadapannya. Digantikan dengan dua orang pria dengan baju besi yang menjaganya.

Soraya mengingat-ingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu. Saat seorang pria berbadan besar yang tidak ia kenal masuk kedalam ruangannya. Rasa takut akan hal yang terjadi selanjutnya, membuatnya yang sudah tidak dapat berpikir waras langsung saja menyerang orang itu dengan sihirnya yang sedang dalam keadaan bergejolak, membuat sihir yang dikeluarkan terlalu banyak.

Siapa sangka orang itu akan langsung terjatuh, dan entah bagaimana caranya, sebuah sihir hitam meluncur mengenai dadanya. Membuatnya spontan berteriak, dan membuat beberapa orang lain datang.

Soraya yang sudah lama tidak melihat orang sebanyak itu akhirnya menyerang mereka secara bersamaan dengan brutal, dan mengakibatkannya berada di ruangan yang sepuluh kali lebih parah dari ruangannya sebelumnya.

Dan mungkin, ia akan merasakan kelaparan karena tempatnya kali ini benar-benar berada di penjara. Dia dianggap tahanan disini, bukan lagi barang berharga yang dibutuhkan.

...

Hesperos berdecak. Permasalahan kalau mereka melakukan perang bersaudara memang sudah diketahui semua orang karena musuhnya itu mengatakannya didepan semua orang dan membuat kerajaan kacau balau. Tapi siapa sangka permasalahannya serumit ini?

"Jadi Pangeran kedua, tidak, Raelta, memutuskan untuk pergi dari kerajaan saat berumur sepuluh tahun?"

Devabrata mengangguk.

"Saya kira hal ini baru-baru ini terjadi. Saya sudah cukup terkejut dengan pernyataannya saat itu. Ada apa dengan keluarga kerajaan, Yang Mulia?"

Devabrata mengulum bibirnya, kemudian menggeleng pelan. Ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada keluarga kerajaan—keluarganya juga. Kenapa dua generasi lalu, sang Ratu bisa tidak memiliki anak? Mengapa kakeknya membenci ayahnya? Kenapa ayahnya pun membenci dirinya? Dan sekarang adiknya pun membencinya.

"Ini bukan masalah yang dapat ditanggulangi dengan pertumpahan darah, Yang Mulia."

Devabrata menatap Hesperos bingung, menimang-nimang apa yang akan dikatakan Hesperos setelahnya.

"Harus saya akui, Anda berdua masih sangat muda. Terlebih, ini semua adalah masalah didasarkan dendam pada keluarga. Saya rasa, Anda sendiri yang harus menyelesaikannya Yang Mulia. Secara perlahan. Secara kekeluargaan."

Devabrata menatap Hesperos bingung. Kenapa semua orang menyarankan hal yang sama?

"Anda pernah menyusup bukan? Datanglah lagi ketempat yang sama."

Devabrata membuang napas lelah. "Jika dia berada di tempat yang sama, surah dari lama aku menemukannya. Itu adalah tempat pertama yang aku tuju."

"Dimana lagi menurut Anda pengkhianat kerajaan itu bersembunyi?"

Devabrata menatap Hesperos intens.

"Anda sendiri yang mengatakan kalau mereka bisa membuat pulau ilusi. Kemungkinan mereka membuat ilusi seakan benteng persembinyian mereka hilang juga besar kan?"

...

THE TRUTH OF THE VILLAINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang