Soraya benar-benar tidak tahu apalagi yang harus ia lakukan.
Ia gila. Soraya pastikan itu. Tidak jarang pikirannya kosong. Bahkan dia hampir saja mengiyakan ajakan seorang pria mata keranjang jika saja Raelta tidak lebih dulu datang dan mencegahnya.
Apakah Devabrata masih marah hingga ia tidak mencarinya? Apakah tidak ada yang menyadari kehilangannya? Apakah Duke Anarres belum pulang dari perjalanan panjanganya sampai sekarang? Apakah Nana tidak menyadari Nonanya yang hilang?
Pertanyaan demi pertanyaan terus melintas dalam pikiran Soraya.
Kepalanya terasa pusing karena terus dipaksakan berpikir. Soraya hanya takut, jika Ia membiarkan kepalanya kosong, maka sisa-sisa kewarasannya akan benar-benar menghilang.
"Hei!"
Seorang gadis yang tampak begitu cantik dan indah perlahan tampak makin jelas.
Apakah tahap kegilaannya sudah sampai tahap imajinasi?
"Kau dengar aku tidak? Apakah kau tuli? Bodoh!"
Soraya mengernyit saat menyadari betapa miripnya sosok itu dengan dirinya. Hanya saja perawakannya begitu angkuh.
"Benar-benar ya. Tidak ku sangka-sangka penggantiku adalah orang tuli."
Sampai saat ini, akhirnya Soraya menyadari. Jiwa pemilik tubuh yang saat ini ia tempati adalah jiwa di depannya.
"Intinya begini ya Soraya palsu pilihanku. Pilihan hidupmu saat ini hanya dua. Pergi dengan cara yang sama, atau hidup tanpa kewarasan. Nah sampai saat ini kau mengerti?"
Soraya terdiam, lidahnya terasa kelu bahkan hanya untuk berkata "iya."
Keberadaan jiwa itu perlahan pudar. Meninggalkan Soraya dengan segala pikirannya.
Pergi dengan cara yang sama? Cara apa? Apa yang sama?
...
Devabrata menatap jenuh dua orang lelaki yang saat ini saling bersitatap. Siapapun dapat merasakan aura yang tidak menyenangkan diantara keduanya.
"Hei bodoh! Kenapa kau memaksa ikut sih? Kerjaanmu kan membuat strategi. Nanti kau hanya akan jadi beban. Pulang sana."
Yang lebih muda memutuskan membuka prakata lebih dulu.
"Kau yang bodoh! Enak saja hanya membuat strategi. Aku ini juara pertama lulusan-"
"Halah, tidak ada hubungannya kau juara pertama atau apapun itu. Turun langsung ke lapangan dan berlatih di balik tembok akademi itu berbeda."
"Kau tidak tau apa-apa dasar-"
"Alatas, kau berada di barisan terdepan. Siapkan pasukanmu. Pasukan Istana akan berada di barisan terdepan. Hesperos, kembalikah kedalam Istana, pantau aku dengan bantuan penglihatan Rathaera. Kalau butuh bantuan, telepati ku akan menghubungi mu. Lalu... Blanc dan Noir akan ikut pasukan Istana. Duke Anarres dan pasukannya akan berada di sayap kiri dan kanan, mengawasi jika ada senjata yang disiapkan Raelta."
Hesperos memutar bola matanya malas. Jelas sekali dia kalah. Sedangkan Alatas tampak begitu bangga karena pasukannya berada di barisan terdepan.
"Kadang aku lupa kita melakukan ini untuk melawan remaja berusia belasan tahun. Juga dipimpin anak remaja belasan tahun. Dan berada di belakang komandan remaja belasan tahun pula." Joseph bergumam kecil, walau gumaman itu tetap didengar telinga Devabrata.
"Cepat siapkan posisi. Kita berangkat sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/263429469-288-k191752.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TRUTH OF THE VILLAINS
FantasíaSeorang wanita berdiri gemetar ditengah tengah persidangan. Menunggu keputusan apakah dia akan dihukum mati atau dibiarkan hidup. Soraya, putri dari duke Anarres diduga meracuni putri dari viscount Debaran Elea. Soraya dikatakan mencampurkan racun d...