13. Sisi Gelap Martanesia

3.3K 341 3
                                    

Devabrata berlari secepat yang Ia bisa di sepanjang lorong menuju kamar Soraya di Istana. Tujuannya hanya satu, menyelamatkan Soraya secepat mungkin/

Brak!

"Rathaera Lagisha memberi salam pada Yang Mulia Putra Mahkota." Dokter yang bernama Rathaera itu menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Rathaera adalah adalah seorang gadis dari kalangan biasa yang memutuskan mengembara. Enam belas tahun lamanya dia menghilang dan kembali dengan nama barunya. Rathaera Lagisha.

Devabrata perlahan meletakkan Soraya yang sudah kehilangan banyak sekali darah di ranjang. Rathaera menatap Soraya terkejut.

"Yang mulia? Apa yang terjadi?" Rathaera mengerutkan keningnya melihat Soraya yang tak sadarkan diri dengan darah segar terus mengalir.

"Tertusuk pedang miliknya," jawab Devabrata dengan napas yang masih tidak beraturan.

Rathaera membulatkan matanya terkejut. Jika instingnya tidak salah, maka orang yang dimaksud Devabrata adalah mantan selir sekaligus mantan panglima perang istana, Rosalina.

Rathaera melangkah pelan mendekati Soraya. Ia meringis melihat baju Soraya yang sudah penuh dengan darah. Dalam sepersekian menit, ranjang Soraya pasti akan penuh dengan darah pula.

Rathaera meletakkan tangannya pada nadi tangan Soraya, bersyukur detak jantung masih dapat dirasakan dari sana.

Perlahan Rathaera menyalurkan kehangatan pada tubuh Soraya. Jika ia langsung melakukan pengobatan, bisa fatal akibatnya. Pengobatan sihir dilakukan dengan menyalurkan mana yang akan menjahit dan mengganti sel-sel dan kulit yang rusak. Bayangkan saja jika ia langsung melakukan itu dengan Soraya yang masih sadar. Lagipula mengapa Devabrata tidak memanggil dokter umum saja?

Setelah dirasa Soraya sudah tenang, ia menyuntikkan cairan bius pada lengan kiri Soraya. Selesai dengan bius, ia segera mengalirkan kehangatan untuk menyembuhkan. Rathaera sedikit terkejut melihat darah yang mengalir dalam diri Soraya.

Lima menit berlalu dengan sangat hening. Perlahan, Rathaera melepaskan tangannya dari perut Soraya. Cahaya biru yang melapisinya dan Soraya pun ikut berhenti.

"Yang Mulia, saya ingin bicara," ucapnya kemudian.

"Silakan."

"Apakah Yang Mulia Putri sudah melewati level sebelas dalam sihir?"

"Tujuh."

Rathaera yang mendengar ini hanya menghela napasnya. Sepertinya ia tau apa yang terjadi. Soraya melakukan sihir tanpa mempelajarinya atau dapat dikatakan kemampuan alami. Tapi siapa yang menurunkan bakat ini kepadanya? Umur Soraya belum mumpuni.

Dua puluh menit menit kembali berlangsung hening. Devabrata memutuskan keluar dari ruangan lima menit yang lalu. Perlahan Soraya mengerjapkan matanya. Membiasakan matanya dengan cahaya pada ruangan.

"Putri Mahkota?" Rathaera berseru takjub saat melihat Soraya membuka matanya.

Soraya terduduk. Aneh, ia tidak merasakan apapun pada tubuhnya. Rasa sakit bahkan sedikitpun tidak ia rasakan. Yang Soraya rasakan hanya pusing, bukan sakit dari bagian tubuh seperti sebelumnya.

Rathaera tersenyum mengerti. "Saya menggunakan sihir penyembuhan putri. Memang berbeda rasanya dengan pengobatan umum. Hanya saja, efek sampingnya terkadang sangat menyakitkan. Apakah Putri Mahkota merasakan rasa pusing yang mendalam?"

Soraya manggeleng, rasa pusing yang ia rasakan tidak separah itu.

Hening beberapa saat. Tidak ada yang membuka pembicaraan, keduanya sama-sama tidak tahu apa yang harus dibicarakan.

THE TRUTH OF THE VILLAINS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang