Juli, 2020
"Widih, morning pak bos Bagas! Bagaimana liburan satu minggunya? Mengasyikkan bukan?" ledek Ricky, rekan satu tim Bagas di Divisi Agen Intelijen.
"Berisik, Rick, ini masih pagi," jelas ini masih pagi. Jarum jam kantor baru menunjukan pukul 08.00 pagi. Kubikel-kubikel di lantai ini bahkan masih sepi, baru terisi beberapa orang saja.
"Serius pak bos, kalo bos bahagia, gue juga harus bahagia dong," kali ini Ricky menarik kursinya mendekat ke arah Bagas.
Ricky rasanya ingin memgucap sujud terima kasih bagi si pembuat denah lokasi penempatan meja antar divisi dan tim---read: komandan divisi, karena bisa bersebelahan dengan Bagas akan membuatnya kecipratan banyak rezeki. Rezeki disapa cewe-cewe cantik satu kantor yang tidak sengaja atau sangat sengaja melewati meja Bagas sekedar untuk menyapa si bos ganteng tersebut, dan ini yang paling beruntung. Setiap habis menyelesaikan misi si bos ganteng ini akan mengambil jatah libur sehari hingga seminggu dan selalu pulang dengan oleh-oleh apapun itu.
"Kali ini oleh-olehnya apa, Suh? Bukan kacang sama jagung rebus lagi, kan?"
Teringat 3 bulan lalu saat menyelesaikan tugas, Bagas kala itu membawa 1 kotak tupperware besar berisi kacang dan 7 jagung rebus--sisa menjadi intel merangkap pedagang selalu membuatnya mubazir makanan. Alhasil daripada tidak ada jalan keluar, Bagas membawa itu semua ke kantor.
"Beruntung lah lo Rick, Mba Daniar kemarin resepsi di Bandung, so gue libur merangkap jadi keluarga pengantin, nih buat lo,"
Tidak main-main satu plastik besar dari toko kue terkenal di Bandung, sudah pasti isinya kali ini bukan kacang rebus.
"Wah, rezeki anak soleh di senin pagi yang mendung, makasih suh!" Raut bahagia Ricky kali ini tidak main-main. Setidaknya Bagas harus banyak berterima kasih kepada Ricky. Seseorang yang selalu menyebut dirinya sebagai anak buah kesayangan Bagas, padahal bagi Bagas, Ricky sudah seperti sahabat yang tingkahnya kadang suka kurang ajar bahkan menjengkelkan.
***
"Mas Bagas, dipanggil Komandan di ruangan," interupsi seseorang yang Bagas kenal sebagai Dinda membuyarkan konsentrasinya.
"Sekarang banget?" Dari balik kubikel Dinda hanya menggangguk tanpa berniat membalas pertanyaan Bagas.
"Kayaknya Dinda masih kesel sama lo, Gas, gara-gara cintanya bertepuk sebelah tangan," canda Ricky dengan tawa diujung kalimat
"Ya mau gimana lagi, gue juga gak suka sama dia, " Bagas santai menjawabnya.
Ricky dibuat melongok dengan jawab singkat dan rasional tersebut.
"Gue ke atas dulu," lanjut Bagas cepat sambil membawa beberapa berkas.
"Bener-bener ya lo, Gas! Secantik Dinda aja lo tolak! Beneran harus di ruqiyah kayaknya lo, mata hati lo buat jatuh cinta udah ketutup kayaknya!" Kali ini Ricky sedikit membesarkan suaranya yang jelas saja menari perhatian rekan sekubikel lain. Sedangkan yang dimaksud disana malah dengan santai asyik berjalan sambil membuat lingkaran dengan kedua jempol dan telunjuk disatukan.
"Gue gak peduli," gerakan mulut Bagas tanpa suara dari kejauhan.
Bagas benar-benar tidak peduli. Sekalipun ada wanita cantik ditempat kantornya bekerja. Selama hatinya merasa belum pas dan tidak ada yang pantas. Biarkan mereka berlalu seperti angin. Wanita itu banyak, tapi yang sesuai kriteria itu sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
General Fiction./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...