Urusan makan memang kebanyakan akan menjadi urusan yang ribet jika mengajak pacar. Itulah yang menyebabkan Bagas lebih senang meminta Cindy masak daripada harus makan di luar. Selain karena hemat, juga tidak boros uang. Bayangkan sudah hampir satu setengah jam, Bagas dan Cindy mengitari wilayah Senayan guna mencari sate taichan yang terkenal itu, namun hasilnya nihil, mereka tidak buka karena bertepatan dengan tanggal merah.
Jam sudah menunjukan hampir pukul 08.00 malam namun Cindy belum memutuskan untuk makan apa sebagai pengganti sate taichan yang tutup tadi. Mau tidak mau daripada ambil pusing, Bagas melajukan HRVnya menuju Plaza Senayan—berhubung disana banyak tersedia food court, Cindy tinggal memilih saja.
“Ih, kok jadi kesini!”
“Ya terus mau kemana, sayang? Kalau nggak begini nanti yang ada nggak makan-makan,”
“Tapi pakaian aku, Mas, nggak banget,”
Bagas meneliti dari ujung kepala hingga ujung kaki pakaian yang Cindy kenakan. Daster motif floral perpaduan biru dan tosca dengan tali spaghetti yang ditutupi cardigan warna coral untuk menutupi lengan Cindy yang terbuka. Bagas sendiri masih aman-aman saja pakaiannya yang menggunakan celana pendek model pleated dan kaos navy bermotif dari brand H&M.
“Ah, sebentar,” Bagas mengancingkan cardigan oversize Cindy, “Nah, kalau kayak gini jadinya kan kayak lagi pakai dress,”
“Terserah,” Cindy kepalang kesal, gadis itu kemudian langsung keluar dari mobil meninggalkan Bagas yang masih tersenyum jahil.
***
“Ayo dong, sayang jangan ngambek mulu, nanti pulangnya aku beliin es krim B&R mau? Atau mau boba?”
“Apa sih, udah ah, aku laper,” Cindy menyingkirkan tangan Bagas yang sedari tadi merangkul bahunya. Gadis itu kemudian menuju ke sebuah restaurant ramen, Bagas mengikutinya dari belakang. Sebelum masuk, seperti biasa, Cindy membaca standing menu yang ada di pintu masuk, bersebelahan dengan sepasang kekasih yang Bagas kenali.
Bagas kaget kegita melihat Aldi ada disana bersama Sheilla sedang mengantri membaca standing menu—disamping Cindy. Bagas kemudian meraih saku jeans Aldi yang membuat lelaki itu tertarik ke belakang mendekati Bagas, Kini tersisa Sheilla dan Cindy yang berdiri bersebelahan membaca buku menu.
“Lu ngapain anjir?”
“Ya lo pikir aja kesini mau ngapain? Senam SKJ hah?”
“Nggak begitu, Jir, dari sekian banyak resto ngapa lu kesini?”
“Lah Sheilla yang pengen makan disini!”
“Cari resto lain sana sih elah,”
“Eh bangsat, ini udah lumayan ya Sheilla sekalinya gue tanyain mau makan apa nggak jawab terserah, langsung bilang mau kesini, sebuah kemajuan tau nggak?”
“Lah lo nggak tau gue? Dari tadi bolak balik muterin Senayan ujung-ujungnya Cindy minta kesini?”
Bagas sama Aldi masih saling adu percakapan, sampai tidak sadar, Cindy dan Sheilla saling pandang melihat keanehan dua laki-laki dihadapannya.
“Eh lo kan yang kemarin nungguin gue di RS sama Seno and Ricky nggak sih?” celetuk Cindy.
“Lo Bagas bukan sih? Yang pas itu bantuin bawa mahar Aldi pas kita lamaran?”
“Jadi kalian beneran temenan?” ucap Cindy yang berbarengan dengan Sheilla mengatakan, “Jadi lo sama-sama temen sekantor Aldi?”
Dua laki-laki dihadapannya mengangguk. Percuma juga ingin menghindar, toh sudah ketauan. Akhirnya mereka memesan 4 kursi kosong sekaligus yang letaknya agak sedikit jauh dari tempat duduk pelanggan lain. Sembari menunggu pesanan, Cindy dan Sheilla memasang tampang menyelidik terhadap dua pria yang ada dihadapan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
General Fiction./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...