Malam belum terlalu larut, namun hujan semakin deras. Seno mengintip dari balik jendela kantornya. Dirinya sudah ingin pulang, segera mandi, kemudian bersantai di ranjang empuknya. Jarak dari rumah ke kantor memang tidak terlalu jauh hanya sekitar 20 menit menggunakan sepeda motor, tapi jika suasana sedang hujan seperti ini ditambah bertepatan dengan jam pulang kantor, pulang dengan sepeda motor sepertinya bukan pilihan yang tepat. Selain karena malas terjerembab antara hujan dan kemacetan, suasana hati Seno sedikit tidak stabil mengingat seseorang gadis yang sedikit membuat perasaannya bergetar ternyata sudah direbut orang, apalagi kalau itu sahabatnya sendiri.
Seno berjalan menuju lift, tidak berniat menuju basement mengambil motornya karena lebih memilih menaiki transjakarta untuk pulang ke rumah. Beruntung halte bus tepat berada di depan kantornya.
Sepertinya melamun sepanjang perjalanan pulang di dalam transjakarta adalah pilihan yang tepat.
***
Seno merutuki pilihannya naik transjakarta, berhubung hari sedang hujan seperti ini sudah dipastikan banyak transjakarta yang berkurang jumlahnya. Sudah hampir setengah jam, bus menuju Rawamangun--area tempat tinggalnya belum juga tiba. Padahal kalau dipikir-pikir naik transjakarta tidak ada salahnya, toh halte tersebut berada tepat di depan perkomplekan tempat tinggalnya jadi sekali turun tinggal masuk ke area komplek.Seno termenung di antara kursi tunggu, mengamati pengendaran sepeda motor lain yang terjibaku diantara derasnya riuh hujan dan macet. Beruntung yang mengendari mobil karena tidak perlu basah-basah, ngomong-ngomong soal mobil, biasanya di hari jumat atau menjelang akhir pekan Seno tidak pernah membawa mobil ke kantor dengan alasan, "pasti bakal lebih macet,"
Sampai tiba-tiba suara seorang wanita yang tengah panik karena e-money nya tidak bisa connect ke sistem pembayaran otomatis transjakarta membuyarkan konsentrasi Seno.
"Ayo dong, masa masih nggak bisa sih, perasaan baru kemarin diisi," panik gadis itu yang terus membolak balikan e-money nya.
"Ayo dong, Mba, antrian makin panjang nih," seru bapak-bapak yang mengantri dibelakangnya. Belum lagi mba-mba yang usianya bisa dibilang sepantaran Seno sudah mendumel sejak tadi.
Seno diam, belum berniat membantu, sampai ketika wajah perempuan itu yang berwarna putih pucat khas kulit wanita korea mendadak menjadi semerah tomat, belum lagi keringat yang terus mengalir.
Seno kemudian bangkit, menempelkan e-moneynya tepat dimana perempuan itu berdiri, "Maaf Pak, Bu, atas ketidaknyamanannya," ujar Seno yang kemudian menarik tangan perempuan itu dalam genggamannya.
Perempuan itu tidak menolak, tidak juga memberontak, hanya satu kalimat yang bisa dia ucapkan, "Maafin Nina,"
Seno berhenti dari langkahnya, kemudian menatap perempuan bernama Nina itu, "Seriously, Nin? Setelah 7 tahun kita ketemu di tempat kayak gini?"
Nina meneteskan air mata. Gadis itu masih sama, teledor, gampang panik dan .......... penuh rindu.
***
Alih-alih menaiki bus jurusan Rawamangun, Seno malah menuju Pulo Mas, mengikuti arah pulang Nina. Mereka duduk bersisian namun tidak ada sepatah katapun yang saling terucap. Seno terlalu kaget, karena momennya tidak terduga mengingat pertemuannya dengan Nina hari ini. Setelah beberapa tahun lebih mereka bahkan tidak pernah saling sapa atau menanyakan kabar.Flashback 7 tahun lalu.
"Kita putus," ucap Sandra kepada Seno yang saat ini posisinya wah sekali. Di balkon komplek Pusat Kegiatan Mahasiswa tepatnya kawasan milik BEM Universitas tanpa badai apapun Sandra tiba-tiba mengajaknya putus.
Seno yang kala itu sedang disibukkan sebagai Presiden BEM periode terbaru tentunya semakin kalang kabut, baru beberapa bulan menjabat, ditengah banyaknya program kerja dan aduan mahasiswa--Sandra, kekasihnya sejak SMA malah mengajaknya mengakhiri hubungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
Beletrie./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...