[18] Next Level

227 40 8
                                    

Bagas membelokkan HRV-nya menuju rest area, beruntung saat ini agak sedikit macet memasuki area tersebut mengingat akhir pekan.

“Cin, tolong dengerin saya, nanti kita ke restaurant yang disana, terus kamu ke toilet sebentar, ketemu sama Pak Alam, kamu diam-diam pulang ikut mobil mereka,” Bagas menunjuk ke arah restaurant cepat saji yang masih ada di dalam kawasan rest area tersebut.

“Lah terus kamu gimana?”

“Santai, ada yang harus saya tanganin dulu, saya pulang nyusul, kamu tunggu di apartemen aja pokoknya,” jelas Bagas.

***

Alamsyah akhirnya berbagi tugas dengan Bagas saat mengetahui mobil mereka disadap. Saat di rest area nanti mobil mereka akan berpisah, dan sesuai insting Bagas pastinya mobil si penyadap akan memilih mengikuti mobil Bagas. Bagas sengaja membawa Cindy menuju ke toilet karena bertepatan dari sana ada pintu belakang yang langsung terhubung ke restaurant lain, tempat dimana Alamsyah dan kedua stafnya memarkirikan kendaraannya.

“Kamu serius nggak apa-apa aku tinggal?”

“Nggak apa-apa sayang, jangan khawatir gitu,” Bagas menghapus peluh di dahi Cindy.

Setelahnya mereka berpisah, Cindy dibawa Alamsyah menuju mobil lain, sedangkan 2 staf Alamsyah yang lain mengikuti gerakan Bagas.

“Terakhir mereka juga ngikutin saya antre makanan di sini, perkiraan saya mereka ada di smooking area,”

“Siap, Mas, kebetulan daerah sana juga sepi, jadi kita bisa ekskusi sampai habis,”

“Oke, pelan-pelan aja, jangan sampai mencurigakan,” Bagas memberikan beberapa lembar kain basah yang sudah disemprot cairan khusus didalamnya.

Beruntung smooking area yang kawasannya paling luar dan paling belakang sedang sepi, hanya ada petugas cleaning service yang sedang mengepel lantai. Bagas kemudian menunjukan kartu identitasnya sebagai intel yang selalu dibawa kemana-mana. Si petugas cleaning service ketakutan saat melihat mata menyalang Bagas yang terkesan serius, dirinya hanya menggangguk dan Bagas langsung berjalan mendekati meja-meja si penyadap tadi.

“Enak ya ngikutin orang,” Bagas duduk dengan jumawa didepan dua orang si penyadap tadi. Kaki dan tangan dia silangkan, meninggalkan kesan sombong. Sedangka dua buah anak Alamsyah yang lain berdiri dibelakangnya.

Salah satunya tidak terima dengan membanting sendok cream soupnya kencang hingga patah, “Lo siapa? Tiba-tiba asal nebak aja Hah?!”

Bagas tidak bodoh, diambilnya sebuah laptop yang sedang dipakai oleh mereka secara kasar, “Ini buktinya apa?” Bagas mengangkat santai laptop itu dan menjatuhkannya dengan sengaja ke bawah. Sontak membuat laptop itu mati.

Mereka tidak terima, langsung bangkit dan menggebrak meja kasar, “Apa-apaan lo? Hah?!” Bagas kemudian membuka sebuah video di ponselnya, video dari Alamsyah yang merekam pergerakan mereka sejak mengikuti Bagas dari pintu tol.

Semakin tidak terima, si pelaku kemudian memiringkan meja dengan kasar membuat segala isi diatas meja itu tumpah, termasuk cream soup tadi. Salah satu dari mereka kemudian mencoba kabur namun berhasil dihadang oleh salah satu anak buah Alamsyah, Nanang, yang mengancamnya dengan pistol. Sontak seluruh restaurant menjerit ketakutan melihat kerusuhan yang ada.

Sementara itu, penyadap yang lain berusaha mendorong Bagas agar jatuh tersungkur dan mencoba kabur. Bagas hampir saja jatuh namun kuda-kuda pertahannya lebih kuat, saat merasakan dirinya di dorong, Si penyadap tersebut berhasil kabur melewati Bagas dan pengunjung resto lain sepertinya berniat menuju mobil mereka.

Saat berlarian kuar tiba-tiba BRAK. Penyadap kedua jatuh tertabrak oleh mobil yang sedang ditumpangi Cindy. Tidak bisa bangkit, akhirnya Bagas membantu orang tersebut juga untuk bangkit. Dari dalam mobil Cindy hanya bisa melongok tidak percaya, sedangkan Bagas seperti sudah biasa dirinya kemudian membawa orang tadi dengan santai, jangan lupakan borgol yang langsung Bagas pasangkan dikedua pelaku tadi.

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang