“Ayo dong sayang, udahan ngambeknya, ini kuenya keburu meleleh loh,”
Bagas masih terus merayu Cindy agak tidak berlarut-larut dalam kekesalan hanya karena tadi meneriaki Cindy setan saat lampu apartemen yang sedang remang-remang dan Cindy muncul tiba-tiba masih menggunakan clay mask. Bagas duduk setengah berlutut didepan Cindy yang saat ini tengah menyender di sofa ruang tengah, tentunya dengan tampang judesnya sambil melipat tangan didada.
“Ayo dong sayang, masih di hari ulang tahun mukanya ditekuk gitu sih, sisa 2 jam lagi nih sebelum ganti tanggal,”
“Ya siapa suruh datengnya baru jam segini,”
“Ya maaf kan aku ketiduran di kantor, yang,”
“Tuh kan! Pasti kamu udah sampai di Jakarta dari siang tapi baru sempet kesininya sekarang!”
“Aduh awh, awh,” Bagas tiba-tiba mengadu sakit pada area disekitar dada kanannya bekas peluru kemarin.
“Eh, eh, kenapa, ih, katanya kamu nggak ada luka,” Cindy dengan sigap membantu Bagas yang membungkuk lemas dihadapannya malah berakhir dirinya juga ikut-ikutan duduk bersila di karpet bersama Bagas. Kue ulang tahun bahkan sudah dikesampingkan di meja rendah depan sofa.
“Sakit,” Bagas mengadu pelan padahal aslinya bohongan, pura-pura aja biar Cindy nggak judes lagi.
“Terus diapain dong biar nggak sakit? Mau aku kasih aerosol? Eh tapi kan itu buat keram otot, aduh kasih apa dong!” Cindy sudah tau sebetulnya Bagas sudah memberi tadi kalau dirinya terkena cedera tembakan, sebagai upaya bentuk memperbaiki hubungan mereka.
Cindy hendak bangkit, mencari kotak P3K yang biasanya di letakkan di kabinet-kabinet pantry namun Bagas keburu mencegahnya dan menarik tangan Cindy sehingga saat ini malah keduanya berakhir diposisi yang lumayan menguntungkan. Cindy terduduk dipangkuan Bagas.
Setelah saling pandang cukup lama, dan ketika dirasa Cindy sudah bisa agak tenang, Bagas mengambil kue yang dianggurkan sejak tadi kemudian menyalakan lilinnya dengan pemantik.
“Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday Cindy, and I Wuf You,”
Cindy diam dan selanjutnya menatap sinis ke Bagas, dirinya hendak bangkit menjauh namun tangan Bagas lebih dulu mengeratkan pinggangnya agar lebih rapat.
“Serius Cin, maafin aku, udah kelewatan kayak begini, di hari ulang tahun kamu, aku malah bikin kamu kesel, meskipun nggak bermaksud tapi mau gimana lagi,”
Cindy menatap lamat Bagas yang sedang menatap balik Cindy dengan penuh penyesalan dari balik netra hitam pekatnya. Bagas beneran serius kali ini meminta maaf.
“Cin? Masih kesel ya? Kadonya ada kok, di mobil tapi belum diambil, hehehe,”
“Gas,” Cindy mengalungkan lengannya di leher Bagas kemudian meniup lilin yang ada diatas kue.
“Hmm?”
“Thank you ….. kamu orang terakhir yang ngucapin aku ulang tahun hari ini,”
“Loh terakhir banget?” Cindy mengangguk dengan senyum yang dibuat-buat.
“Terakhir dan ada di list paling belakang dari hampir ratusan orang,”
“Hah bisanya?!”
“Karena kamu kalah cepat sama panitia program kerja BEM Universitas, temen-temenku, ayah dan ibuku, dan pastinya,” Cindy mendekat ke telinga Bagas, “Kak Fathan dan keluarga!” dan diakhiri tawa jumawa oleh Cindy diujung kalimat.
***
Cindy dan Bagas tengah menikmati kue ulang tahun yang dibawa Bagas tadi di meja rendah depan sofa sambil menikmati serial Netflix. Sekarang gentian Bagas yang cemberut, dan Cindy tersenyum ceria karena berhasil membuat mereka sama-sama impas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
General Fiction./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...