“Terus gimana? Mereka nggak keliatan dari kemarin di kontrakan itu?” tanya Bagas ke Ricky melalui sambungan telepon.
Ricky kemudian membolak balikan laporan kegiatannya kemarin, “Bener Suh, dari jam 6 sore sampai jam 12 malam gue pantau sepi nggak ada kurir yang dimaksud beberapa waktu lalu, Cuma nih si Darmaji pulang pas jam 9 malem kurang, masih pakai baju cleaning service,’
Bagas menganggukan kepala mengerti, “kayaknya emang karena salah satu dari mereka ketangkep sama kita, jadi mereka agak sedikit lebih aware pergerakannya, Rick, terus?”
“Nah bisa jadi Suh, tapi masalahnya si yang ketangkep sama kita ini susah banget diinvestigasi, nggak bisa buka mulut,” Yang dimaksud Ricky adalah Jose, anak buah Chandra sekaligus gembong bandar narkoba yang tidak sengaja tertangkap oleh mereka.
“Ya udah, tahan dulu aja, biar senin besok gue yang investigasi, selain itu ada lagi?”
“Cukup, Suh,”
“Oke, gue tutup dulu,”
Bagas sudah hampir 5 hari ini tinggal di villa bersama Cindy, Mbok Asih, dan Pak Ahmad, tak lupa beberapa satpam yang juga ikut berjaga di luar sana. Sebenarnya bisa saja tidak sampai 5 hari Bagas disini, namun semua karena ulah Cindy, gadis itu memberitahu Heri jika Bagas sama-sama terkena luka di hari yang sama pula dengan Cindy. Cindy juga bilang kalau Heri terlalu jahat kepada Bagas, karena saat lukanya belum sembuh betul, lelaki itu sudah disuruh dinas ke luar kota dengan menyampingkan urusan kerjanya. Alhasil karena Heri merasa cukup bersalah, dirinya kemudian memberikan jatah cuti selama seminggu kepada Bagas secara cuma-cuma.
***
Bagas baru saja menyendokkan nasi ke piringnya saat tiba-tiba ponselnya kembali bergetar menandakan panggilan masuk. Bagas geram tanpa berniat membaca nama yang muncul, dirinya langsung mengangkat panggilan itu,
“Apalagi sih, Rick? Ini belum ada setengah hari lo udah nelpon gue sebanyak 3 kali ya!”
“Oh kurang ajar ya sekarang sama kakak sendiri!” suara perempuan menyambut indra pendengarannya, sontak saja Bagas kaget ketika melihat nama yang muncul di display. Cindy yang duduk di sebrang Bagas hanya memainkan alisnya heran.
“Sorry, sorry Kak, gue kira staff,”
“Alah berdalih lagi ke staf, gue lapor papa baru tau lo!”
“Duh jangan gitu dong, kasian nanti baby-nya kalau mamanya lagi badmood gini,” balas Bagas.
Daniar berdecih diujung sana, selalu saja sang adiknya ini pintar mengalihkan topik, “Ah ngomong-ngomong soal baby, jadinya baby shower gue sekalian syukuran 4 bulanan di adain di Bandung dong! Seneng kan lo? Pasti seneng lah!”
Omong-omong soal Bandung, Bagas sejak SD hingga SMP memang bersekolah disana mengikuti tempat dinas ayahnya yang sering berpindah, sedangkan Daniar sendiri hingga kuliah tetap tinggal di Bandung, berhubung kakek dan nenek dari pihak ibu mereka adalah asli orang bumi pasundan ini. Baru lah setelah Bagas lulus SMP, dirinya dan sekeluarga memutuskan pindah ke Jakarta.
Bagas memijat pelipis, nafsu makannya langsung hilang, “terus?” tanpa harus bertanya lebih lanjut lagi Bagas sudah paham mengingat komen instagram Daniar di postingan Bagas kemarin.
“Ya bagus dong, jadi kita bisa segera ketemu sama cewek lo itu! Please deh ya gue nggak menerima penolakan. Acaranya jam 4 sore sampai malem minggu, tempatnya di villa nenek yang kawasan Dago, lo inget kan? Awas sampai nggak dateng! Oh ya dresscodenya all white! Gue nggak terima kalo lo sampai salah kostum,” tutup Daniar sebelum Bagas sempat menyebutkan sepatah dua patah kata.
Bagas menundukan kepala lesu, kalau sudah begini pasti tidak akan jauh-jauh dari acara keluarga juga jika melihat lokasi yang mereka pilih. Sial, gerak cepet juga Daniar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
General Fiction./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...