“Pasti sakit, hiks,” Cindy terus terisak saat sedang membersihkan luka di lengan kiri Bagas saat ini yang ternyata hampir menjalar ke punggung belakang,“Nggak, Cin, ini udah biasa,” Pertanyaan dan jawaban itu lagi, mungkin ini sudah pertanyaan yang ke 9 kalinya Cindy ucapkan. Sedangkan Seno ditempatnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keuwuan pasangan didepannya ini.
“Bohong! Ini lukanya panjang!” Jangan lupakan juga hidung Cindy yang terus mengeluarkan cairan sehingga membuat dirinya semakin terisak.
“Nggak, AW!” ucapan dan keluhan tidak sepadan, Bagas teriak mengadu sakit manakala Cindy menyeka bekas lukanya dengan kapas alkohol.
“Itu sakit! Badan doang keker! Sekarang puter badan, gantian punggung belakangnya,”
Bagas menuruti perintah, Cindy hampir kesulitan menelan ludah saat Bagas mencoba membuka mengangkat keseluruhan baju bagian belakangnya, tentunya agar Cindy lebih mudah mengakses lukanya.
Seno tiba-tiba saja beranjak dari sofa tempatnya duduk seraya mengambil jaketnya yang tersampir di bahu sofa, “Dah lah gue cabut aja,”
“Loh mau kemana?” heran Bagas. Jelas ini masih jam setengah 2 pagi, lebih baik Seno menginap pikirnya daripada harus pulang.
“Ke rumah lah, nggak usah sok nahan gue, Gas, jarak dari apart lo ke rumah gue Cuma 15 menit,” Seno kemudian mengambil kunci mobilnya yang tergeletak diatas meja. Setelahnya Seno berjalan menuju pintu keluar dan menghilang dibaliknya.
Bagas tidak bergeming ketika Seno pergi meninggalkan tempat ini, sekarang berarti hanya tersisa dirinya dan Cindy saja.
“Gas, bajunya nggak mau dibuka aja? Ini agak susah buat bersihin luka soalnya baju kamu ganggu,”
“Boleh, tapi saya nggak bisa buka sendiri Cin,”
Cindy mengerjap, meskipun dirinya sudah terbiasa melihat pasien yang melepas bajunya saat pemeriksaan area abdomen dan thoraks di masa-masa magangnya dulu di puskesmas, namun kali Cindy merasa jantungnya lebih deg-degan saat Bagas meminta bantuannya barusan, “Oke, aku bantuin,”
Aroma musk khas Bagas langsung mengenai indra penciuman Cindy saat dirinya dan Bagas berhasil melepas kaos kemeja dengan logo instansi kantor di bagian dada kirinya ini. Cindy semakin kesulitan menelan ludah saat melihat dada bidang Bagas plus perut sixpacknya.
Tidak ingin hilang fokus terlalu lama, Cindy segera saja membersihkan luka dengan kapas alkohol dilanjutkan dengan memberikan perban.
***
Cindy tidak bisa tidur, bagaimanapun dirinya merasa tidak enak hati jika saat ini Cindy sedang tidur diatas kasur empuk milik Bagas sedangkan yang punya malah sedang tidur tergeletak di sofa, ditambah luka yang menghiasi tubuhnya.
Cindy kemudian berjalan menuju keluar kamar, menghampiri Bagas yang sedang tidur dengan posisi miring ke kanan. Bahkan Bagas hanya menggunakan kaos singlet hitam biasa yang menampakan jelas lengan berototnya yang terluka.
Cindy mengambil selimut, menyelimuti Bagas hingga dada, minimal agar Bagas tidak kedinginan. Dirinya kemudian terduduk dibawah sambil sesekali mengelus lembut rambut-rambut kepala Bagas. Hingga Cindy tidak sadar di detik berikutnya dia tertidur berbantal lengannya tepat disamping Bagas.
Cindy terbangun ketika dirinya merasakan tangan seseorang sedang memainkan puncak hidungnya. Matanya membelalak ketika mengetahui Bagas sudah terbangun terlebih dahulu namun belum merubah posisinya yang berbaring ke arahnya.
“Morning,” Cindy tidak menjawab pertanyaan Bagas, dirinya langsung bangun sambil sesekali mengaduh kesakitan pada lehernya.
“Mau kemana Cin? Baru bangun?” Bagas langsung ikut-ikutan bangkit, sepertinya Cindy malu dengan posisinya semalam yang terlalu dekat dengan Bagas saat tidak sengaja tertidur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
General Fiction./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...