[26] Kalah

180 24 5
                                    

Terhitung sudah hampir 6 hari Bagas pergi untuk bekerja, meninggalkan Cindy seorang. Oleh karena itu daripada harus tinggal di apartement mewah milik Bagas sendirian, Cindy memutuskan pulang ke kostnya.

Selama 5 hari juga Cindy disibukkan menjadi asisten dosen yang super dadakan lagi. Dalam waktu seminggu Cindy harus memimpin sekaligus memandu jalannya tutorial PBL angkatan dibawahnya mengingat disaat yang bersamaan Professor Gunawan ada pertemuan di Manado selama seminggu. Yang semakin membuat Cindy kesal adalah dalam sehari dirinya harus mengontrol 2 kelompok bahkan kadang lebih, dan sekarang adalah kelompok terakhir sekaligus hari terakhir dimana merupakan kelompok Ijal dan Fajar yang kebagian sesi.

Cindy memandangi Fajar yang tengah menulis di whiteboard, sedangkan dirinya duduk dibalik meja panjang-ruangan tutorial PBL memang didesign khusus mirip ruangan rapat plus whiteboard dan infocus. Bisa dibayangkan seperti ini, Cindy sebagai manager yang tengah memantau jalannya diskusi sedangkan Ijal dan kawan-kawan lainnya sebagai si staff. Dalam satu kelompok biasanya ada 6 hingga 7 orang mahasiswa.

"Kamu yakin pasien stroke mengalami imobilitas fisik sekaligus intoleransi aktivitas disaat yang bersamaan?" selidik Cindy.

Fajar berhenti ditengah-tengah saat sedang membuat pathway di whiteboard.

Mampus.

"Fajar denger nggak sih?"

"Denger, Mba, " Fajar berhenti nulis.

Cindy mendengus, "Disini kalian masih ada yang belum bisa bendain mana imobiltas mana intoleransi?" Cindy memandang ke sekeliling. Seluruhnya sibuk pura-pura menulis.

"Stop pura-pura nulis, dengerin penjelasan saya, imobilitas itu karena pengaruh otot, tulang, atau sendi yang berperan dalam fungsi pergerakan. Sudah dipastikan semua pasien stroke akan mengalaminya, kalian tau kan hemiparesis? Itu salah satu contoh gejalanya. Masukin itu sekarang, Jar," Fajar kemudian manut menuliskan hal yang dimaksud tadi ke whiteboard kolom tanda dan gejala.

"Next, kalau intoleransi aktivitas nggak termasuk, karena itu include buat pasien yang mengalami gangguan pernafasan atau masalah sirkulasi yang membuat mereka gampang LEMAS, inget LEMAS, misalnya gini, nafasnya pasien pneumonia pasti keganggu, nah tentu waktu mereka gerak dikit bakal ngap-ngapan kan? Bakal gampang sesek dan gampang capek? Paham?"

Semua audiensi mengangguk mendengarkan penjelasan Cindy.

"Oke sekarang hapus intoleransi aktivitas, kita lanjut bahas manajemen terapeutik dan tindakan kolaboratifnya,"

***

Cindy di kampus dan Cindy di luar kampus adalah pribadi yang super duper berbeda. Itu prinsip Ijal dan Fajar selama berteman dengan Cindy, juga alasan kenapa mereka tidak takut berteman dengan kakak kelasnya ini. Lain halnya dengan mahasiswa lain, baru berpapasan di koridor saja sudah gelagapan, khawatir nanti bukannya disapa ditanyain kabar malah diajak pretest dadakan, misalnya kayak "GCS pasien nilainya 11, cara membedakan dia pasien somnolen atau ngantuk itu bagaimana caranya?" kan serem.

Tapi tidak, Fajar dan Ijal sudah khatam dengan perangai Cindy. Ibarat kata, mereka berdua sudah berhasil menyelami kepribadian Cindy dari dua dimensi yang berbeda. Nah kalau tadi sudah selesai dengan dimensi ala kakak kelas menyeramkan yang sedang jadi asisten dosen, sekarang Cindy berubah jadi teman mereka yang paling gampang buat diajak nongkrong sana sini.

"Giliran lo, Jal,"

Saat ini, Frisca, Ijal, Fajar dan jangan lupakan Cindy tengah menyantap makan siang mereka di sebuah café di dekat kampus. Café yang terkenal dengan menu ricebowlnya yang ramah di kantong. Selain itu juga karena disediakan berbagai mainan yang bisa di mainkan secara kelompok. Kali ini mereka bermain uno balok dan sudah putaran kedua, di putaran pertama tadi Frisca sudah kalah dan seperti biasa tantangan bagi yang kalah adalah dare.

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang