Sepanjang perjalanan pulang, Bagas dan Cindy tidak terlibat pembicaraan apapun. Cindy masih ketakutan sedangkan Bagas belum siap untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Disaat seperti ini Bagas rasanya ingin menyalahkan keteledoran diri sendiri yang mengatasi segala macam masalah dengan insting intel-nya. Tanpa memikirkan terlebih dahulu dampak kedepannya, khususnya hubungannya dengan Cindy.
Bahkan ketika mobil Bagas sudah terparkir sempurna didepan gerbang pintu masuk kost Cindy, gadis itu sama sekali tidak mengucapkan kalimat apa-apa. Cindy langsung turun dan agak sedikit membanting pintu mobil. Bagaspun sama saja, dirinya bahkan bingung harus mengatakan apalagi alih-alih mencegat Cindy. Ucapan maaf sepertinya tidak akan cukup.
Akhirnya hari ini mereka tutup dengan saling berdiam diri.
***
Bagas tiba di apartemennya saat langit menjelang senja. Sesampainya di apartement, dilihatnya Ricky dan Seno yang sedang santai menyantap indomie rebus di meja pantry. Tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan, Bagas melanjutkan langkahnya menuju kamar, mengambil laptopnya untuk terhubung ke sistem khusus pencarian orang yang hanya dimiliki oleh instansi tempatnya bekerja.
"Kenapa sih? Nyampe rumah mukanya ditekuk gitu?"
"Lo udah tau nama anak yang kemaren gue temuin pas lagi beli sate di depan pos ronda?" tanya Bagas ke Ricky yang sedang menyenderkan dirinya di pintu.
"Oh itu bocah, sebentar gue cek dulu," Ricky kemudian merogoh ponselnya yang berada di saku celana.
"Hendi namanya," Bagas menggangguk paham
Ucapan terima kasih mestinya Ricky ucapkan kepada Bagas karena berkat penyadap yang menempel diam-diam di pos ronda, dirinya bisa menyelidiki nama si pemuda yang dimaksud Bagas tadi lewat obrolan para pemuda itu tentunya yang terekam.
Setelahnya berbekal informasi sistem, Bagas mencari nama orang bernama Hendi tadi. Sialnya memang Ricky tidak tau nama lengkap si Hendi tersebut, sehingga mau tidak mau Bagas harus mencari manual dengan mencocokan nama dengan profil picture yang muncul di layar sistem.
***
"DAPET!" Heboh Bagas dengan suara lantangnya yang terang saja mengganggu keseruan Ricky dan Seno yang sedang menonton pertadingan sepak bola di TV LED milik bagas.
Akhirnya selang beberapa jam, Bagas berhasil mendapatkan informasi yang diinginkan. Anehnya si pelaku yang bernama lengkap Hendi Rifanto ini ternyata merupakan mahasiswa buron dari fakultas teknik jurusan informatika yang dimaksud Komandan Yusuf tempo hari lalu. Yang semakin membuat Bagas heran, kenapa dirinya tidak pernah melihat secara langsung si pelaku ini di kelas, minimal disekitaran kampus.
"Ngapa sih suh?" celetuk Ricky seraya menengok ke arah Bagas yang sedang sibuk memangku laptopnya di atas sofa. Sedangkan Seno dan Ricky sedari tadi hanya duduk di atas karpet.
"Aneh, ternyata si Hendi ini buron yang dimaksud Komandan, Rick,"
Seno kemudian bergabung dengan obrolan, "Kok bisa? Kok lo baru tau? Kirain gue dari awal tugas lo udah dapet informasinya,"
"Sebentar, kayaknya ada yang janggal,"
Bagas kemudian membuka sebuah file di laptopnya.
"Pantes! Dia nyamar ternyata, di kampus namanya Satria Subianto," terang Bagas.
"Oke gue mudeng, jadi kalo di luar namanya Hendi, kalau di dalem kampus namanya Satria, gitu?" Ricky meminta penjelasan.
Bagas menggangguk.
Bagas kemudian turun dari sofa dan ikut bergabung dengan teman-temannya yang sedang lesehan di karpet, "Sen boleh minta tolong sesuatu lagi nggak gue?", Bagas mendekati dirinya ke Seno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon
Aktuelle Literatur./hope that the story isn't over yet, -shubhangi./ Yacindy Pramidhita tidak pernah berharap untuk menjalin hubungan lagi dengan lelaki manapun selepas putus dari Fathan. Hari-hari sebagai seorang mahasiswi kedokteran sudah cukup membuatnya menggila...