"Hai, Ju!" Aku memegang pundaknya saat mengetahui ia tengah melamun. Padahal ini masih pagi.
"Eh, Dira!" Ia terkekeh sembari menepikan rambutnya yang lumayan panjang menutupi sebagian wajahnya.
Untungnya pagi. Coba saja kalau malam, mungkin mirip seperti Mbak Kunti.
"Kok melamun? Kenapa?"
"Ah, aku harus cerita, deh, kayaknya sama kamu! Aku ada pertukaran pelajar ke Belanda."
"APA? SERIUS? WIH, ASIK! TERUS-TERUS?"
"Ya, aku bingung aja nanti di sana gimana, ya? Sebetulnya aku milih ke Jepang. Eh, tapi malah salah pencet dan terlanjur terdaftar. Jadi jalannya ke Belanda."
Aku tersenyum sembari merangkulnya. "Mungkin enggak, sih, kalau itu bagian dari takdir?"
Juju menoleh ke arahku sembari tersenyum. "I–iya, sih, Dir. Harus bersyukur, ya?"
Aku menunjukkan jempolku. "Nah, tuh, paham!"
Aku menggeser diri mendekatinya lagi. "Gini, deh, siapa tau ini jalan yang Tuhan berikan agar kamu bisa ke Jepang di kemudian hari. Positive thinking aja, Ju. Semangat, ya!"
Juju tersenyum. "Eh, kamu mau ikut?"
Dira tertawa. "Aku bisa kapan aja kesana, tapi saat ini kan masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan di sini, Ju," ujarku sembari menaruh tas dan mulai mengeluarkan sebuah proposal. "Oh iya, ini proposal tugas hari ini."
"Untung enggak ketinggalan, Dira!"
"Santai aja! Enggak akan, kok."
"Oh iya, aku mau ke kamar mandi dulu, deh, kalau gitu. Dadah!" ujarku setelah menyerahkan proposal tersebut kepadanya.
👀
"Eh, kalian liat di YouTube, enggak? Itu, loh, tentang perempuan yang mengaku sebagai anak indigo dan punya banyak kawan hantu. Itu bener enggak, sih? Kok komennya banyak hujatan kalau dia pembohong, ya?" Obrolan Paul siang ini membuat kami semua mulai merapatkan barisan.
"Oh, channel yang perempuan keturunan Turki, ya? Iya, tuh, sampai trending banget di YouTube. Dir, gimana, Dira menurutmu?" Elsa menyenggol pinggangku dan aku pun mulai membuka ponsel untuk mencari channel YouTube yang dimaksud.
Lama mereka membiarkanku untuk menyimak, akhirnya aku pun mulai bisa menyimpulkan yang terjadi.
"Bagaimana?" Hilmi tampak antusias sembari menyesap es kopinya.
"Eng, pantes enggak, sih kalau gue kasih tau? Ini kayaknya bukan cuma gue doang yang bisa lihat, tapi semua anak indigo yang nonton pun bisa lihat. Lo bisa lihat juga, 'kan, Ze?" Pandangan mataku menoleh ke arah Muhzeo yang langsung mengangguk.
Elsa menepuk pundakku. "Emang ada apa, sih?"
"Gini, jadi gue bisa menyimpulkan dari sejak gue masuk ke menit pertama. Dia sama sekali bukan anak indigo. Dia cuma ...." Aku menggerakkan tanganku seperti tanda kutip, "Ketempelan sama jin jahat. Entah jin itu mau apa. Jin itu yang membuat dia seolah-olah bisa melihat hantu. Padahal itu hanya halusinasi yang diciptakan sang jin. Dan si anak itu pun tidak bisa lihat jin jahat yang gue maksud."
"Jadi yang dilihat dia semuanya hanya halusinasi?"
Aku mengangguk tanda membenarkan. "Dan jin itu punya niat jahat. Jahat banget. Aku bisa menangkap dari auranya, tapi aku sendiri tidak tahu apa niatan tersebut."
"Apa?" Hilmi menatapku minta dijelaskan.
"Gu–gue enggak berani speak up. Karena dikomentarnya saja tidak ada yang berani speak up soal masalah ini. Intinya gue salut banget sama yang komen baik minta dia untuk hati-hati. Namun, sepertinya tidak akan digubris olehnya," jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Maut ✓
HorrorTak ada yang paling mengerikan selain suara jeritan permintaan tolong di saat mereka sudah hampir di ambang Kematian. Bisikan-bisikan itu membuatku tergerak untuk membantu. Ditemani oleh The Genk of Pembasmi Syaiton, kami siap mengungkap semua hal m...