Pengalaman Pertama

878 173 4
                                    

Aku dan yang lainnya mulai berjalan ke arah gedung putih. Aih, aku tidak tau nama panggilan gedung ini. Jadi, aku sembarang saja menyebutnya dengan sebutan gedung putih.

"Oh iya, Dira, Elsa, kalau di komunitas kita itu setiap makan siang akan mendapatkan jatah gratis. Yang bayar itu biasanya ganti-gantian. Bisa Mas Wisnu, Bang Andri, atau Bang Hendra. Jadi, kita enggak perlu takut lapar selama di sini," jelas Auna sembari tersenyum.

"Wah, seru juga, ya. Sebelum ada kita, kamu sendiri aja di sini? Enggak ada anggota perempuan lain?" tanyaku dengan agak ragu. Sedikit takut dia akan tersinggung.

"Oh iya, aku sendiri, tapi aku enggak kenapa-kenapa, kok. Kan aku ada yang lindungi," sahut Auna sembari membukakan pintu gedung putih kepada kami.

"Eh, siapa? Ada pacar kamu kah di sini?" tanyaku dengan agak penasaran.

"Eh, aku enggak pacaran. Aku di sini kan awalnya diajak sama Kakakku."

"Kakakmu siapa?" tanyaku sembari tersenyum ke arah anggota lain yang kebetulan juga baru masuk.

"Mas Wisnu itu kakakku, loh! Pasti Mas Wisnu enggak kasih tau kalian, ya?" tanya Auna sambil sedikit terkekeh.

"Oalah, iya, tah? Dia enggak bicara apa-apa dari kami masuk. Mungkin lupa, ya," sahutku sembari tersenyum.

"Iya mungkin. Ya sudah, yuk, makan!" ajak Auna sembari berjalan lebih dulu ke tempat makanan berjejer atau biasa disebut prasmanan.

"Semua masakan ini buatan Bi Rumi, penjual lauk pauk yang ada di sebelah masjid. Jadi, Bi Rumi sudah kami anggap sebagai pemasok catering dan juga ibu bagi Responsive Volunteer Association. Kadang beliau juga baik banget sampai-sampai digratiskan. Pokoknya nanti kalian harus kenalan dengan beliau, ya!" terang Auna dengan semangat yang membara.

"Wah, sepertinya Bi Rumi baik, ya, Auna. Sama seperti mamahnya Dira. Lain waktu kamu harus ke rumah Dira, ya. Supaya bisa coba masakan mamahnya. Dijamin ketagihan dan benar-benar membekas di lidah." Elsa terkekeh dan langsung membuatku nyengir.

"Ah, Elsa, tuh, terlalu berlebihan, Auna," sanggahku sembari ikut tertawa.

Mataku tiba-tiba bertatapan langsung dengan Muhzeo. Tatapannya kali ini datar. Namun, tiba-tiba dia memperlihatkan senyuman manisnya. Ah, kenapa aku dengan mudahnya diriku langsung baper seperti ini?

"Hayo! Malah curi-curi pandang sama si doi!" Auna mengagetkanku. Aku sedikit terkejut dan terkekeh.

"Udah berapa tahun pacaran, Dir?" tanya Auna sambil mengambilkan piring untukku dan Elsa.

"Eum, udah lama pokoknya." Aku pun mengambil air putih dan segera duduk untuk meminumnya terlebih dahulu.

Auna menyendokkan nasi ke arah piringnya.

"Kenapa enggak nikah aja?"

"Uhuk!"

"Uhuk ... uhuk ...."

"Eh, Dira maaf, ya. Kamu jadi keselek gini." Auna menepuk pundakku.

"Uhuk!"

"Dira kenapa?" Aku yakin itu adalah suara Muhzeo.

"Keselek."

"Udah, aku gapapa," ujarku sembari minum perlahan lagi.

Tuk!

"Ya elah, Ze! Lebay banget! Cewe baru keselek dikit aja langsung disamperin," nyinyir Paul sembari melemparkan tutup botol air mineral ke arah Muhzeo.

"Ya, kan, jaga-jaga aja takut kenapa-kenapa!" Bela Muhzeo agar tidak disangka terlalu bucin.

"Kalian berdua, sih, kayaknya cocok banget!" timpal Bang Andri sambil terkekeh.

Bisikan Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang