"Jadi begini, Mbak. Waktu tanggal 21 April kemarin, saya ronda bersama kedua teman saya. Selama ini saya ronda sih baik-baik saja. Ya, cuma kendalanya paling di rasa kantuk. Tapi saat malam di mana pembantaian itu terjadi, saya dan teman saya sempat curiga ke arah salon yang kelihatannya sepi tapi kok seperti ada suara teriakan berisik."
Aku menyimak sambil merekam suara Bapak itu.
"Selanjutnya karena takut terjadi apa-apa, saya dan teman-teman saya langsung menghampiri salon ini dan menggedor pintunya."
"Suara teriakannya tiba-tiba semakin besar, Mbak. Saya dan teman-teman saya agak bingung karena pintunya yang terkunci. Biasanya salon ini selalu terbuka lebar hingga pukul sebelas malam."
Aku mulai mendapatkan titik terang di sini.
"Akhirnya saya memutuskan untuk mendobrak. Tapi hasilnya nihil, Mbak. Tenaga kami berdua pun tak cukup untuk mendobrak pintu itu. Sampai-sampai warga berdatangan untuk membantu. Namun tetap saja hasilnya sama."
"Akhirnya setelah berusaha selama setengah jam, pintu itu terbuka dengan sendirinya dan kami langsung masuk ke dalam."
"Ketika kami melihat apa yang terjadi, Subhanallah, Mbak. Warga langsung pada mual dan sebagian bahkan sampai pingsan."
"Loh memangnya kenapa, Pak?"tanyaku perlahan.
"Mboh, gimana gak terjadi reaksi seperti itu, wong kami lihat manusia dengan kulit yang sudah terkewer-kewer. Ndak ada dagingnya sama sekali. Mirip tengkorak yang dilapisi kulit gitu. Nauzubillahimindzalik. Serem banget."ujar pak Nur sambil memperlihatkan mimik wajahnya yang mulai enek saat bercerita.
"Tapi gak ada darah, Pak?"tanyaku sambil sesekali mencatat.
"Nah, ini yang kami semua herankan. Kalau memang kasusnya manusia, pasti sudah ada bekas darah. Tapi kok gak ada. Bahkan ada sidik jari pun tidak bisa diperiksa oleh pihak kepolisian. Saya duga pelakunya adalah dedemit, Mbak. Ih, Nauzubillahimindzalik deh."ujar pak Nur sambil mengetukkan tangan ke kepalanya dan berganti ke arah kursi.
"Saya juga sempat heran, Mbak. Kalau misalkan dia manusia, kenapa tidak ada di tempat kejadian? Padahal salon ini hanya memiliki satu buah pintu di depan. Bukan di belakang."
"Logis sekali pemikiran bapak. Mungkin kalau saya sudah mengecek isi salon itu, saya akan memberikan dugaan sama seperti bapak."ucapku sambil tersenyum.
"Lalu apakah Bapak sudah pernah mendengar soal pembantaian di salon kecantikan yang lain?"
"Sudah, Mbak. Bahkan saya pun ndak kaget karena memang di salon ini yang paling parah kejadiannya. Di dalam salon ada tiga korban sekaligus. Tapi Alhamdulillahnya masih bisa dikenali wajahnya. Sehingga kami tidak susah untuk mencari pihak keluarga."
"Bapak mau kopi sama rokok?"tanyaku sambil masih menulis beberapa poin penting.
"Saya ndak ngerokok, Mbak. Kopi saja Ndak papa."ujar pak Nur sambil tersenyum ramah.
"Pak! Kopinya satu ya."ujarku kepada pemilik warkop.
"Iya Neng."sahut pemilik kopi itu.
"Mbak, memang benar kejadian salon ini ada sangkut-pautnya dengan kematian Mbak Yuura?"tanya pak Nur dengan hati-hati.
"Baru dugaan saja, Pak. Soalnya kematian Yuura seperti menghubungkan pikiran saya ke kasus ini."ujarku sambil melirik ke arah gorengan yang terlihat masih hangat.
"Pak, mau risolnya ya!"ujarku.
"Ambil neng."ujar Bapak pemilik kopi itu.
"Dugaan yang bagaimana ya, Mbak?"tanya pak Nur dengan amat penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Maut ✓
TerrorTak ada yang paling mengerikan selain suara jeritan permintaan tolong di saat mereka sudah hampir di ambang Kematian. Bisikan-bisikan itu membuatku tergerak untuk membantu. Ditemani oleh The Genk of Pembasmi Syaiton, kami siap mengungkap semua hal m...