Epilog Dadakan

433 92 24
                                    

"Ah, Ma'am, please! Katakan kalau ini hanya mimpi." Seorang anak berambut pirang nan ikal memelukku dengan erat disusul dengan beberapa anak yang lain.

"Yeah, Ma'am. Katakan kalau ini hanya gurauan saja," timpal seorang anak laki-laki lain.

"Ma'am tau? Kami hanya anak kecil yang akan sulit untuk berkunjung ke Indonesia sana. Kenapa kau harus kembali ke sana? Bukankah kau sangat diperlukan di sini?"

Suara anak murid menyeruak menghantam dada. Rasa hati ingin sekali tetap mengajarnya, bersama dengan mereka, dan melakukan hal-hal baik yang selalu mereka sukai. Namun, ternyata memang sudah waktunya untuk diriku kembali ke tanah air tercinta.

"Kalian tau? Besar nanti kalian bisa mengunjungiku ke sana. Kalian bisa melakukan hal-hal hebat di sana dengan catatan mulai sekarang tekunlah belajar!" Aku tersenyum sembari mengacungkan jempol ke arah anak-anak yang membuat napasku seakan tercekat.

"Ma'am, kau tahu tidak? Aku sering sekali belajar bahasa Indonesia lewat your blog. Nadir.Lespa. Betul, 'kan? Correct me if I'm wrong."

"That's right, pretty. Maybe, saya bisa membuat kelas belajar online jika kalian mau. Kita bisa melakukan meeting via aplikasi zoom or melakukan hal-hal yang kita lakukan dari jauh. Semua sudah serba canggih sekarang, 'kan?"

"Yes, Ma'am. Sepertinya itu akan sedikit membantu mengobati rasa rindu kami padamu nanti."

Aku terkekeh. "Tentu saja. Kalau begitu ..."

"Oh iya, Ma'am. Kalau kau punya pengalaman horor selama di sana, jangan lupa selalu berkabar pada kami seperti biasa, ya. Kami pasti akan selalu merindukan cerita horormu itu."

Mataku menyipit dengan senyum semringah. "Tentu saja, InsyaaAllah."

Tak butuh waktu lama lagi, sebuah mobil taxi menghampiriku. Pria dengan kaus kasual dan juga celana bermerk ternama berhasil tampil nyentrik di depan murid-muridku.

"Dira, ayo kita kembali ke Indonesia."

Kak Kenan yang memang ditugaskan oleh Papah untuk menjemputku pun akhirnya tiba. Semua pasang mata berbisik dan sempat sekilas kudengar bahwa lelaki itu menuai banyak pujian dari gadis-gadis remaja yang usianya masih terpaut usia setara SMP.

"Saya kembali dulu, ya. Jaga diri kalian baik-baik dan selalu sebar kebaikan-kebaikan, ya!"

"Yes, Ma'am! Pasti!"

Semua tangan melambai-lambai ke arahku. Tangis haru terus mengiringi perpisahan ini. Kak Kenan berusaha memayungiku lantaran gerimis yang masih hadir akibat hujan besar sejak dua jam yang lalu.

"Kami akan selalu mengingatmu, Ma'am!"

Aku mengangguk penuh haru dari dalam mobil seraya melambaikan tangan sebelum akhirnya mobil melaju menerobos jalanan yang basah dengan matahari yang malu-malu untuk timbul.

Ya. Sesuai janjiku pada mamah dua tahun yang lalu, kini aku harus kembali ke Indonesia. Dan beruntungnya tabunganku sudah cukup bahkan amat lebih dari cukup untuk membangun sesuatu yang menjanjikan di tanah kelahiranku itu.

Siluet kehangatan kembali terbayang di kepala. Aku benar-benar merindukan kehangatan rumah setelah menjalani tiga tahun dalam kesendirian di negeri orang. Mulutku tak henti-henti membuatku hampir seperti orang gila. Ya! Tersenyum dengan sendirinya.

Fokusku saat ini adalah dua tahun ke depan merintis karir. Kemudian mencari pasangan hidup meski sampai saat ini hilalnya belum juga terlihat.

👀

Bisikan Maut ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang