Yasmine!

85 5 0
                                    

🕊Bismillah,  mungkin kini saatnya sadar siapa pemilik sebenarnya🕊

2 minggu kemudian,  Jumat pukul 08.00, kediaman rumah Saskara Arundari Muhammad dan Er–khuluq Allura.

Tidak terasa akhirnya mereka memilih acara tasyakuran pernikahan mereka yang belum sempat di adakan terlebih kini usia pernikahan mereka sudah 6 bulan, mereka berdua sengaja memilih di hari jumat seperti hari pernikahannya dan memang sengaja setiap ada acara apapun mereka akan sepakat pada hari jumat karena hari itu adalah sangat mulia dimana setiap doa insya Allah di kabulkan.

Sudah banyak sanak saudara dan tetangga terdekat sudah datang juga sedikit terkejut karena ternyata sosok Duda anak satu nan tampan sudah sold out mungkin ada beberapa yang kecewa karena gagal menjodohkan kepada anaknya. 

Seorang perempuan bergamis coklat muda dengan cadar berwarna hitam menghiasi sedang mengendong sang anak yang tengah rewel karena sepertinya anak berusia hampir 4 tahun itu sama seperti Abinya,  tidak suka keramaian. Siapa lagi kalau bukan Semesta.

Beberapa hari kemudian pun Allura memang sudah memutuskan untuk kembali memakai cadar setelah berdebat sedikit dengan sang suami yang sangat posesif sejak dimana mereka saling jujur dengan perasaannya, hm,  tidak,  hanya Saskara karena gadis itu belum sempat mengutarakan isi hatinya.  Mungkin, masih bimbang.

"Alla, sini biar sama aku."

Allura menggeleng lalu tersenyum di balik cadarnya,  "nggak papa Abang.  Sudah yuk acara mau di mulai. Kasihan pada nunggu lama."

"Buna,  au pipis." Allura mengangguk,  "biar aku aja ya,  ribet loh kamu udah rapih.  Ya?"

"Abang,  lebih baik abang sambut tamu."

"Ada orang di luar ko,  kamu dari kemaren sibuk kan.  Nanti kecapean, udah aku aja. Ya sayang?"

Mohon Saskara dengan wajah yang memang sepertinya pria itu sudah tau jika dirinya tidak bisa menolak jika Saskara menampilkan wajah memohonnya yang sangat gemas dengan puppy eyes mendominasi.

"Oke." Saskara tersenyum mengusap lembut puncak kepala gadis itu lalu segera mengambil Semesta lalu menuju dapur.

Setelah mereka hilang dari pandangannya gadis bercadar tersebut segera langsung menuju depan untuk membantu yang lain menyambut tamu serta mempersiapkan segala wejangan untuk di berikan. 

"Eh,  ini istrinya Saska?" tanya salah satu wanita tidak terlalu paruh baya mungkin berumur 45–an kepadanya yang sedang menatap beberapa kue di piring berwarna putih, Allura mengangguk dan tersenyum di balik cadarnya.

"Iya,  bu."

"Cadaran ya, padahal tadinya Saska mau di jodohin anak saya kebetulan perawat eh keduluan."

"Hm,  iya."

"Sekolah dimana? Bukan MBA kan?" Sindirnya membuat Allura tercekat tidak percaya dengan yang barusan terlontar ibu di sampingnya.

Mba?  Married by accident.  Hello,  gue anak baik baik Astagfirullah.

"Universitas Negara,  tempat Bang Saska mengajar kebetulan. Maaf,  tapi saya menikah dengan Bang Saska murni bukan karena MBA."

"Masa? Udah berapa lama emangnya nikah."

"6 Bulan."

Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Allura membuat wanita paruh baya berdehem karena merasa tersindir lalu memutar bola matanya jengah.

"Eh,  kalau bukan MBA terus apa. Jurusan apa kuliahnya? Guru?"

"Dokter." Sengaja gadis itu mengalihkan pertanyaan wanita di hadapannya dengan tidak menjawab alasan menikah kalau bukan MBA,  karena tidak tau kenapa enggan untuk melanjutkan pembahasan yang sama sekali tidak berguna.

20.42 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang