Bagaimana

1K 144 107
                                    

🕊Rasanya pasokan udara habis bagiku saat mendengar kalimat yang mengubahku, keterpaksaan yang menyaut kebahagiaan banyak orang, aku harus apa?🕊

Darah yang berada di dalam tubuh mungil nan putih perempuan yang sedang terdiam mendadak mendidih hingga menimbulkan hawa panas hingga berkeringat namun entah kenapa kedua tangan dan kakinya mendadak dingin.

Tubuhnya kaku tidak bergeming seraya menajamkan indra pendengarannya yang seketika tuli di balik hijabnya. Perempuan itu juga masih tidak bisa mencerna setiap kata yang terucap dari bibir dengan paras tampan dari seseorang laki laki tepat di depan Nazia, Abinya.

Leena yang melihat sang putri sulungnya tidak bergerak sama sekali dengan wajah diam terkejutnya menghembuskan napas mengerti lalu tersenyum penuh pengertian dan bisa merasakan apa yang kini tengah di rasakan Allura, begitu mengejutkan.

"Sebentar ya." Leena mengusap bahu diam nan kaku sang putri sulungnya yang masih tidak bergeming, "Aura, sayang ikut Umma dan Abi yuk. Aira habiskan makanannya dulu ya sayang, nanti susul aja."

Allura mengangguk dengan pandangan kosong akibat terkejutnya lalu dengan melangkahkan kaki kecil nan mungilnya menuju ruang kotak berwarna cream dengan semerbak bunga mawar wangi favorit Leena, dengan Leena yang memapahnya penuh hati hati diikuti dengan Nazia yang mengekori seraya tersenyum kehadap depan kedua bidadari kehidupannya insya allah until jannah-Nya. Istri dan putri sulungnya.

Setibanya di ruang kotak Allura terduduk di bibir tempat tidur dengan isakan, mendengar isakan kecil sang putri Leena menghampiri dengan perasaan tersenyuh lalu mendekap sang putri seraya mengusap bahu bergetarnya untuk menyalurkan ketenangan. Nazia? Terdiam duduk di bangku depan cermin kotak berwarna coklat tua.

"Umma. Ini bercanda kan?" ucapnya sesegukan di balik pelukan hangat Leena, Leena tersenyum di atad puncak kepala Allura yang tertutup hijab bergo langsungnya, "tidak sayang. Ini nyata."

Allura semakin terisak dengan terus menggelengkan kepalanya bahwa perempuan itu sama sekali belum mempercayai tentang apa yang barusan di katakan sang Ibunya, "kenapa Umma dan Abi tega nggak kasih tau Aura terlebih dahulu?"

Nazia mendekat kearah sang putri sulungnya duduk di samping kiri lalu tangan besar hampir keriput itu mengusap puncak kepala Allura dengan lembut.

"Aura, dengarkan Abi. Umma dan Abi tidak ingin memberitahukan kepada Aura karena Abi yakin bahwa kamu akan menolak perjodohan ini kan?" Allura mengangguk masih dengan isakannya yang tidak terlalu keras, "tapi kan setidaknya Umma dan Abi bilang aja gitu sama Aura. Hiks."

Leena masih setia mengusap lembut bahu Allura yang masih bergetar, "sayang, Umma dan Abi tidak ingin kamu terjerumus dengan pergaulan di luar sana. Bukan Umma dan Abi tidak percaya, namun jika di luar rumah siapa yang akan menjaga putri manis Umma dan Abi, hm?"

"Dan Aura, salah satu cara untuk menghindari dosa besar tersebut adalah dengan menyegerakan menikah. Saat anak muda tersebut tidak mampu untuk menahan hawa nafsunya, bahkan menikah menjadi wajib baginya. Abi pernah kendengar kutipan, "Saya cuma mau bilang pada anak muda, 'Jangan takut nikah bro, itu lebih baik dari pada berzina bro'," kata Ustadz Darlis Fajar." Nazia mengakhiri dengan senyuman menghadap wajah cantik Leena.

"Benar apa kata Abi kamu sayang."

"Tapi Umma, Aura tidak ingin menikah dengan pak Tua itu. Usia kita juga terpaut jauh."

Nazia mengangguk paham dengan apa yang di rasakan sang putri sulungnya yang masih memeluk Leena, "dengarkan Abi. Di dalam islam, tidak ada batasan seseorang menikah kapan di umur berapapun dengan jarak usia yang terpaut jauh sekalipun. Karena apa? Karena setelah orang tersebut baligh, mampu bekerja, dan berkecukupan bisa untuk menjalankan pernikahan atau melaksanakan keluarga."

20.42 (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang